Facebook Jadi 'Pesaing' Baru Bank Indonesia, Kok Bisa?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 yang berimbas pada perekonomian di seluruh negara menjadi momentum perubahan perilaku masyarakat ke arah digital. Salah satunya adalah sistem ekonomi digital.
Seiring dengan masifnya perkembangan teknologi, digitalisasi membawa manusia ke arah disrupsi di berbagai hal. Di sisi lain juga mendatangkan keuntungan dalam aktivitas baru yang lebih cepat, mudah, di mana saja dan tanpa batas waktu, termasuk dalam urusan bisnis dan cara bertransaksi.
Tantangan inilah yang kemudian dijawab oleh Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral di Tanah Air. "Digital disruption mengubah cara bertransaksi, perdagangan dan sistem ekonomi secara umum. Dan ini akan mempengaruhi segala hal," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono, dalam webinar PPM School of Management, Sabtu (17/7/2021).
Sistem ekonomi digital tidak hanya berbicara ihwal perubahan cara bertransaksi ataupun berdagang, namun juga peluang munculnya pemain bisnis baru, sebuah model bisnis yang tidak ada di era konvensional. "Pemain baru di sini bukan hanya pemain di dunia bisnis, bahkan pesaing bank sentral pun sudah ada," ungkapnya.
Bank Indonesia memahami banyak kompetitor dalam bisnis bank sentral. Erwin melihat hal itu dengan mengambil contoh mata uang kripto atau cryptocurrency dan uang digital media sosial (contohnya mata uang digital Libra dari Facebook). "Siapa yang pernah berfikir bahwa bank sentral dapat pesaing dari media sosial. Jadi disrupsi itu nyata, bahkan untuk bank sentral," ujarnya.
BI yang notabene posisinya sebagai pembuat kebijakan atau 'policy maker' di Indonesia, mencoba menjinakkan disrupsi digital, tidak hanya mengantisipasi keburukan saja, melainkan mencari peluang bisnis yang dapat dikembangkan.
Dalam hal ini, BI menerbitkan Blueprint Sistem Pembayaran Digital 2025 pada tahun 2019. Pedoman ini dibuat sebagai panduan arah kebijakan untuk mengembangkan sistem pembayaran pada era digital ke depan.
Salah satunya adalah dengan menerbitkan sekaligus memaksimalkan penggunaan QRIS (QR Code Indonesia Standard) di segala sektor bisnis. Nantinya, sistem pembayaran akan lebih mudah dilakukan dengan adanya join-data antara dua pihak yang bertransaksi.
"Katakanlah saya belanja di Bukalapak dengan LinkAja, di sini ada kerjasama antara dua hal itu. Supaya kolaborasi itu bisa terjadi, maka itu ada pertukaran data dalam Application Programming Interface (API)," terangnya.
Seiring dengan masifnya perkembangan teknologi, digitalisasi membawa manusia ke arah disrupsi di berbagai hal. Di sisi lain juga mendatangkan keuntungan dalam aktivitas baru yang lebih cepat, mudah, di mana saja dan tanpa batas waktu, termasuk dalam urusan bisnis dan cara bertransaksi.
Tantangan inilah yang kemudian dijawab oleh Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral di Tanah Air. "Digital disruption mengubah cara bertransaksi, perdagangan dan sistem ekonomi secara umum. Dan ini akan mempengaruhi segala hal," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono, dalam webinar PPM School of Management, Sabtu (17/7/2021).
Sistem ekonomi digital tidak hanya berbicara ihwal perubahan cara bertransaksi ataupun berdagang, namun juga peluang munculnya pemain bisnis baru, sebuah model bisnis yang tidak ada di era konvensional. "Pemain baru di sini bukan hanya pemain di dunia bisnis, bahkan pesaing bank sentral pun sudah ada," ungkapnya.
Bank Indonesia memahami banyak kompetitor dalam bisnis bank sentral. Erwin melihat hal itu dengan mengambil contoh mata uang kripto atau cryptocurrency dan uang digital media sosial (contohnya mata uang digital Libra dari Facebook). "Siapa yang pernah berfikir bahwa bank sentral dapat pesaing dari media sosial. Jadi disrupsi itu nyata, bahkan untuk bank sentral," ujarnya.
BI yang notabene posisinya sebagai pembuat kebijakan atau 'policy maker' di Indonesia, mencoba menjinakkan disrupsi digital, tidak hanya mengantisipasi keburukan saja, melainkan mencari peluang bisnis yang dapat dikembangkan.
Dalam hal ini, BI menerbitkan Blueprint Sistem Pembayaran Digital 2025 pada tahun 2019. Pedoman ini dibuat sebagai panduan arah kebijakan untuk mengembangkan sistem pembayaran pada era digital ke depan.
Salah satunya adalah dengan menerbitkan sekaligus memaksimalkan penggunaan QRIS (QR Code Indonesia Standard) di segala sektor bisnis. Nantinya, sistem pembayaran akan lebih mudah dilakukan dengan adanya join-data antara dua pihak yang bertransaksi.
"Katakanlah saya belanja di Bukalapak dengan LinkAja, di sini ada kerjasama antara dua hal itu. Supaya kolaborasi itu bisa terjadi, maka itu ada pertukaran data dalam Application Programming Interface (API)," terangnya.
(ind)