Pembibitan Mangrove Untungkan Masyarakat Secara Ekonomi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) bersama BPDASHL mendorong penanaman bibit mangrove melalui kelompok masyarakat untuk menggerakan perekonomin masyarakat .
Salah satunya penanaman bibit mangrove di Sumatera Utara dilakukan di Desa Alur Cempedak, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat. Di desa ini terdapat tiga kelompok masyarakat pelaksana rehabilitasi mangrove, diantaranya Kelompok Maju Pelawi, Tunas Baru dan Sepakat Berkarya, dengan luasan areal tanam masing-masing sekitar 200 hektare, 195 hektare, dan 200 hektare. Tiap kelompok mengerjakan penanaman di titik koordinat yang berbeda.
Ketua Kelompok Maju Pelawi, M. Solihin mengatakan program ini dimulai sejak April 2021. Namun, proses penanaman bibit mangrove di bulan Mei 2021. “Kelompok mulai tanam di bulan Mei 2021,” kata Solihin di Jakarta, Jumat (13/8/2021).
Baca Juga :Garuda Indonesia Genjot Pendapatan Melalui Penerbangan Kargo
Saat ini, kata Solihin, proses penanaman mangrove yang dilaksanakan kelompoknya telah berhasil menanam bibit di areal mangrove seluas 76 hektare. Penanaman akan terus dilakukan, meskipun medannya cukup sulit dan perlu kerja keras mengingat berada di pinggir laut lepas.
Kelompok sebelumnya telah menggalakkan rehabilitasi mengrove sejak 2019. Kegiatannya masih bersifat persemaian bibit mangrove dan penanamannnya juga dilakukan secara swadaya.
Menurut Solihin dengan bangga, kelompok yang berdiri sejak 2011 itu, telah mengerjakan program penanaman mangrove dari BPDASHL Wampu Sei Ular di akhir tahun 2020 lalu. Upaya ini dilakukan untuk menjaga keutuhan ekosistem mangrove. Sebab, di kawasan mangrove tersebut terdapat tambak alam yang menjadi mata pencaharian warga.
“Jadi di sini penambak memang ikut terlibat dalam kelompok kami. Malah mereka berharap tambaknya ditanami mangrove,” ujar dia.
Keinginan kuat menanam mangrove ini karena warga belajar dari kesalahan masa lalu. Kala itu, beberapa warga kerap menebangi mangrove untuk pembuatan arang. Warga juga membabat mangrove untuk membuka tambak dengan anggapan bisa meningkatkan hasil tangkapan ikan dan kepiting.
Akibatnya, meski ikan dan kepiting yang dihasilkan dalam setahun melimpah, namun sifatnya jangka pendek, setelah itu populasinya menurun drastis. “Ekosistemnya rusak. Ikan, udang, kepiting hilang. Kita belajar jadinya, mangrove itu memang perlu dijaga kealamiannya,” kata dia.
Untuk tambak yang juga sudah ditanami bibit mangrove, kata Solihin, nelayan bisa dua kali panen, pada saat pasang bulan purnama dan pasang bulan gelap, masing-masing menghasilkan Rp2 juta dan Rp1,5 juta.
Sementara untuk panen ikan, penambak bisa panen enam bulan sekali. Ikan yang dihasilkan pun bermacam-macam, misalnya, ikan sembilang, ikan siakap, ikan nila, dan ikan kerapu.
Solihin mengatakan pembibitan mangrove yang dilakukan kelompoknya juga bisa menjadi penghasilan masyarakat. Awalnya, kegiatan persemaian itu diperuntukkan kepada ibu rumah tangga. “Penyemaian terutama dilakukan ketika musim buah,” ucap dia.
Baca Juga :Gandeng Merek Internasional Dukos Maksimalkan Penjualan Daring
Bibit mangrove itu kemudian kerap dijual ke pihak yang membutuhkan, misalnya mahasiswa, pemerintah, dan korporasi. Harganya pun bervariasi, mulai dari Rp800 hingga Rp1.800. “Pemesanan sudah sampai luar Sumatera Utara, hingga Aceh,” kata dia.
Saat ini Solihin dan kelompoknya melakukan pembibitan mangrove jenis Rhizophora apiculata dan Rhizophora stylosa.
Dengan adanya program penanaman mangrove, kata Solihin, kelompoknya bisa mendapat pekerjaan tambahan. Program ini melibatkan 110 orang yang mendapat upah harian sebesar Rp95.000.
“Alhamdulillah, masyarakat bersyukur kegiatan ini bisa membantu ekonomi kita. Kedepan, kami akan pelihara dan rawat bibit mangrove yang sudah ditanam untuk menghindari abrasi dan pengkayaan biota laut,” ujar dia.
Lihat Juga: Eco Action: Nusantara Regas Tanam 2.000 Mangrove dan Aksi Bersih Pantai di Pulau Pramuka
Salah satunya penanaman bibit mangrove di Sumatera Utara dilakukan di Desa Alur Cempedak, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat. Di desa ini terdapat tiga kelompok masyarakat pelaksana rehabilitasi mangrove, diantaranya Kelompok Maju Pelawi, Tunas Baru dan Sepakat Berkarya, dengan luasan areal tanam masing-masing sekitar 200 hektare, 195 hektare, dan 200 hektare. Tiap kelompok mengerjakan penanaman di titik koordinat yang berbeda.
Ketua Kelompok Maju Pelawi, M. Solihin mengatakan program ini dimulai sejak April 2021. Namun, proses penanaman bibit mangrove di bulan Mei 2021. “Kelompok mulai tanam di bulan Mei 2021,” kata Solihin di Jakarta, Jumat (13/8/2021).
Baca Juga :Garuda Indonesia Genjot Pendapatan Melalui Penerbangan Kargo
Saat ini, kata Solihin, proses penanaman mangrove yang dilaksanakan kelompoknya telah berhasil menanam bibit di areal mangrove seluas 76 hektare. Penanaman akan terus dilakukan, meskipun medannya cukup sulit dan perlu kerja keras mengingat berada di pinggir laut lepas.
Kelompok sebelumnya telah menggalakkan rehabilitasi mengrove sejak 2019. Kegiatannya masih bersifat persemaian bibit mangrove dan penanamannnya juga dilakukan secara swadaya.
Menurut Solihin dengan bangga, kelompok yang berdiri sejak 2011 itu, telah mengerjakan program penanaman mangrove dari BPDASHL Wampu Sei Ular di akhir tahun 2020 lalu. Upaya ini dilakukan untuk menjaga keutuhan ekosistem mangrove. Sebab, di kawasan mangrove tersebut terdapat tambak alam yang menjadi mata pencaharian warga.
“Jadi di sini penambak memang ikut terlibat dalam kelompok kami. Malah mereka berharap tambaknya ditanami mangrove,” ujar dia.
Keinginan kuat menanam mangrove ini karena warga belajar dari kesalahan masa lalu. Kala itu, beberapa warga kerap menebangi mangrove untuk pembuatan arang. Warga juga membabat mangrove untuk membuka tambak dengan anggapan bisa meningkatkan hasil tangkapan ikan dan kepiting.
Akibatnya, meski ikan dan kepiting yang dihasilkan dalam setahun melimpah, namun sifatnya jangka pendek, setelah itu populasinya menurun drastis. “Ekosistemnya rusak. Ikan, udang, kepiting hilang. Kita belajar jadinya, mangrove itu memang perlu dijaga kealamiannya,” kata dia.
Untuk tambak yang juga sudah ditanami bibit mangrove, kata Solihin, nelayan bisa dua kali panen, pada saat pasang bulan purnama dan pasang bulan gelap, masing-masing menghasilkan Rp2 juta dan Rp1,5 juta.
Sementara untuk panen ikan, penambak bisa panen enam bulan sekali. Ikan yang dihasilkan pun bermacam-macam, misalnya, ikan sembilang, ikan siakap, ikan nila, dan ikan kerapu.
Solihin mengatakan pembibitan mangrove yang dilakukan kelompoknya juga bisa menjadi penghasilan masyarakat. Awalnya, kegiatan persemaian itu diperuntukkan kepada ibu rumah tangga. “Penyemaian terutama dilakukan ketika musim buah,” ucap dia.
Baca Juga :Gandeng Merek Internasional Dukos Maksimalkan Penjualan Daring
Bibit mangrove itu kemudian kerap dijual ke pihak yang membutuhkan, misalnya mahasiswa, pemerintah, dan korporasi. Harganya pun bervariasi, mulai dari Rp800 hingga Rp1.800. “Pemesanan sudah sampai luar Sumatera Utara, hingga Aceh,” kata dia.
Saat ini Solihin dan kelompoknya melakukan pembibitan mangrove jenis Rhizophora apiculata dan Rhizophora stylosa.
Dengan adanya program penanaman mangrove, kata Solihin, kelompoknya bisa mendapat pekerjaan tambahan. Program ini melibatkan 110 orang yang mendapat upah harian sebesar Rp95.000.
“Alhamdulillah, masyarakat bersyukur kegiatan ini bisa membantu ekonomi kita. Kedepan, kami akan pelihara dan rawat bibit mangrove yang sudah ditanam untuk menghindari abrasi dan pengkayaan biota laut,” ujar dia.
Lihat Juga: Eco Action: Nusantara Regas Tanam 2.000 Mangrove dan Aksi Bersih Pantai di Pulau Pramuka
(dar)