Harga Minyak Anjlok, Pertamina Siapkan Dua Skenario Penjualan Migas
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Pertamina (Persero) menyiapkan dua skenario mengenai penjualan harga minyak dan gas. Hal ini dikarenakan dampak Covid-19 yang membuat harga minyak dunia anjlok. Salah satunya pelemahan rupiah yang saat ini terjadi di pasar keuangan Indonesia dan global.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan perseoran telah menyiapkan dua skenario untuk penjualan harga minyak yang mana berdasarkan asumsi makro yang ditetapkan pemerintah.
"Karena depresiasi rupiah dan simulasi asumsi dan skenario pemerintah ada dua, kita tetapkan dengan memberikan skenario berat, yaitu harga minyak dijual USD38 per barel dengan asumsi kurs dolar Rp17.500, sedangkan skenario paling berat itu Indonesian Crude Price USD31 per barel dengan kurs rupiah ada di Rp20.000," ujar Nicke di Jakarta, Selasa (21/4/2020).
Untuk asumsi skenario berat, pendapatan untuk sisi hulu akan turun 56,56% dari RKAP, hilir turun sebesar 38,42%, sub holding gas turun 13,54%, kemudian finance dan services akan turun 39,96%.
"Dalam skenario berat itu, diperkirakan pendapatan Pertamina turun 38,47% dari RKAP atau 29,94% dari tahun sebelumnya secara year on year(yoy)," ungkap Nicke.
Selanjutnya, untuk skenario paling berat, diperkirakan pendapatan keseluruhan Pertamina akan menurun 44,66% dari RKAP atau turun sebesar 39,38% yoy.
Dia melanjutkan adanya penurunan harga minyak ini membuat industri migas khususnya di Pertamina mengalami triple shock. Adapun shock yang pertama ini membuat suplai tinggi namun permintaan rendah.
"Shock pertama adalah bagaimana terjadinya stok yang tinggi karena ada over supply di kami, berakibat shock kedua. Dan harga turun dratis sekali. Saat harga murah, sebenarnya bisa dibeli. Namun yang terjadi di Pertamina, kondisi storage atau tangki-tangki BBM sedang dalam keadaan penuh," jelas Nicke.
Sejauh ini, Pertamina melakukan efisiensi capex dan opex, atau disebut belanja modal dan operasional. Pendapatan Pertamina masih ditopang sektor hilir sebesar 70%, namun untuk sisi profit yang menyumbang 30% revenue hanya menyumbangkan 80% profit ke perusahaan.
"Hingga saat ini retail turun 24% dibanding kondisi normal, kami berharap penurunan sampai Juni dan Agustus ada peningkatan. Secara full year, kemungkinan gasoil dan gasoline turun sebesar 20%," ungkapnya.
Sebagai informasi, harga minyak mentah berjangka AS rebound pada perdagangan hari ini setelah diperdagangkan di bawah USD0 untuk pertama kalinya dalam sejarah awal pekan ini. Akan tetapi, kenaikan tetap terbatas di tengah kekhawatiran yang belum usai mengenai bagaimana pasar dapat mengatasi hancurnya permintaan bahan bakar oleh pandemi corona.
Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Mei naik 38,73 sen pada USD1,10 per barel. Kontrak Mei berakhir pada Selasa. Sementara kontrak Juni, yang lebih aktif diperdagangkan, melonjak USD1,72 sen, atau 8,4%, menjadi USD22,15 per barel. Sementara, benchmark global, minyak mentah Brent untuk pengiriman Juni naik 49 sen atau 1,9%, menjadi USD26,06 per barel.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan perseoran telah menyiapkan dua skenario untuk penjualan harga minyak yang mana berdasarkan asumsi makro yang ditetapkan pemerintah.
"Karena depresiasi rupiah dan simulasi asumsi dan skenario pemerintah ada dua, kita tetapkan dengan memberikan skenario berat, yaitu harga minyak dijual USD38 per barel dengan asumsi kurs dolar Rp17.500, sedangkan skenario paling berat itu Indonesian Crude Price USD31 per barel dengan kurs rupiah ada di Rp20.000," ujar Nicke di Jakarta, Selasa (21/4/2020).
Untuk asumsi skenario berat, pendapatan untuk sisi hulu akan turun 56,56% dari RKAP, hilir turun sebesar 38,42%, sub holding gas turun 13,54%, kemudian finance dan services akan turun 39,96%.
"Dalam skenario berat itu, diperkirakan pendapatan Pertamina turun 38,47% dari RKAP atau 29,94% dari tahun sebelumnya secara year on year(yoy)," ungkap Nicke.
Selanjutnya, untuk skenario paling berat, diperkirakan pendapatan keseluruhan Pertamina akan menurun 44,66% dari RKAP atau turun sebesar 39,38% yoy.
Dia melanjutkan adanya penurunan harga minyak ini membuat industri migas khususnya di Pertamina mengalami triple shock. Adapun shock yang pertama ini membuat suplai tinggi namun permintaan rendah.
"Shock pertama adalah bagaimana terjadinya stok yang tinggi karena ada over supply di kami, berakibat shock kedua. Dan harga turun dratis sekali. Saat harga murah, sebenarnya bisa dibeli. Namun yang terjadi di Pertamina, kondisi storage atau tangki-tangki BBM sedang dalam keadaan penuh," jelas Nicke.
Sejauh ini, Pertamina melakukan efisiensi capex dan opex, atau disebut belanja modal dan operasional. Pendapatan Pertamina masih ditopang sektor hilir sebesar 70%, namun untuk sisi profit yang menyumbang 30% revenue hanya menyumbangkan 80% profit ke perusahaan.
"Hingga saat ini retail turun 24% dibanding kondisi normal, kami berharap penurunan sampai Juni dan Agustus ada peningkatan. Secara full year, kemungkinan gasoil dan gasoline turun sebesar 20%," ungkapnya.
Sebagai informasi, harga minyak mentah berjangka AS rebound pada perdagangan hari ini setelah diperdagangkan di bawah USD0 untuk pertama kalinya dalam sejarah awal pekan ini. Akan tetapi, kenaikan tetap terbatas di tengah kekhawatiran yang belum usai mengenai bagaimana pasar dapat mengatasi hancurnya permintaan bahan bakar oleh pandemi corona.
Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Mei naik 38,73 sen pada USD1,10 per barel. Kontrak Mei berakhir pada Selasa. Sementara kontrak Juni, yang lebih aktif diperdagangkan, melonjak USD1,72 sen, atau 8,4%, menjadi USD22,15 per barel. Sementara, benchmark global, minyak mentah Brent untuk pengiriman Juni naik 49 sen atau 1,9%, menjadi USD26,06 per barel.
(bon)