DPR Minta Penjelasan 7 BUMN Hantu, Erick Thohir Kasih Jawaban Begini

Kamis, 23 September 2021 - 16:18 WIB
loading...
DPR Minta Penjelasan...
Komisi VI DPR RI mempertanyakan masih banyak BUMN Hantu yang belum juga dibubarkan oleh pemegang saham, dijawab begini oleh Erick Thohir. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Komisi VI DPR RI mempertanyakan masih banyak BUMN Hantu yang belum juga dibubarkan oleh pemegang saham. Pembubaran BUMN yang tidak beroperasi selama bertahun-tahun alias 'mati suri' kembali dipertanyakan DPR RI kepada Menteri BUMN, Erick Thohir .

"Yang hantu (BUMN) ada tujuh yang sering dibicarakan, sudah lama kan? nggak bisa dilikuidasi. Mohon Pak Menteri bisa kasih kita tahu bahwa sebetulnya masalahnya ada dimana sebetulnya," ujar anggota Komisi VI, Darmadi Durianto, saat rapat kerja, dikutip, Kamis (23/9/2021).



Dia menilai pemegang saham alias Kementerian BUMN terkesan lamban mengambil langkah likuidasi. Padahal, BUMN hantu tersebut tidak lagi memiliki prospek bisnis.

"Kalau di perusahaan-perusahaan biasa kan langsung saja kita likuidasi kalau sudah parah, nggak ada prospek. Tapi ini kok terkesan lamban, apa ada masalah di mana yang paling krusial," katanya.

Merespon pernyataan tersebut, Menteri Erick Thohir mengaku langkah pembubaran BUMN memang membutuhkan waktu lama. Pasalnya, pemegang saham tidak memiliki kapasitas lebih untuk langsung mengambil langkah likuidasi.

Erick Thohir memberi contoh, untuk menjalankan program restrukturisasi saja, pihaknya memerlukan waktu hingga 9 bulan. Padahal, di sisi lain dinamika bisnis saat didasarkan pada kekuatan digital, menuntut perusahaan secepatnya melakukan penyesuaian bisnis.

Artinya, waktu 9 bulan cukup lama hanya dengan memfokuskan diri pada satu program saja. Sementara, dalam pasar terbuka, perusahaan swasta justru masih melakukan invasi bisnisnya.

"Contohnya saja, pertanyaan dari para anggota dewan, 'kok nutup saja, kok lama sekali?' Merestrukturisasi aja kita butuh waktu 9 bulan. Yang akhirnya di era sekarang digitalisasi seperti ini, yang dimana, dinamika berusaha itu terjadi percepatan yang luar biasa, ketika kemarin perusahaan untung, besok saja bisa rugi langsung, karena digitalisasi ini sangat membuka pasar secara terbuka," katanya.

Meski begitu, alternatif untuk memperluas wewenang Kementerian BUMN adalah dengan merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003. Erick menilai revisi UU Nomor 19 Tahun 2003 tidak semata-mata menambah kekuasaan Kementerian BUMN.



Namun, regulasi tersebut memberikan peran dan ruang lebih luas bagi pemegang saham untuk memaksimalkan pengawalan terhadap kinerja perseroan negara, termasuk melakukan langkah pembubaran BUMN yang 'mati suri' secara cepat.

Pengawalan lain yang dimaksud berupa restrukturisasi, merger, injeksi Penyertaan Modal Negara (PMN) atau pendanaan, utang, kepemilikan saham, dividen, pajak, hingga poin yang dinilai substansial yang berkaitan dengan kinerja BUMN.

Erick mencatat, perlu peta atau penjelasan detail perihal poin-poin tersebut. Dan itu hanya dimungkinkan lewat pembaharuan regulasi yang memungkinkan BUMN lebih baik ke depannya.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1905 seconds (0.1#10.140)