Moratorium Sawit Jilid II Masih Dibutuhkan, Jika Tidak Begini Dampaknya

Jum'at, 24 September 2021 - 07:16 WIB
loading...
Moratorium Sawit Jilid...
Kita masih perlu moratorium jilid II. Kalau tidak dilanjutkan, negara dan petani justru akan mengalami banyak kerugian. Foto/Dok
A A A
JAKA - Pekerjaan rumah pemerintah terkait tata kelola sawit masih banyak yang belum diselesaikan dengan baik. Sementara Inpres Moratorium Sawit telah habis masa berlakunya sejak 19 September lalu. Pemerintah diharapkan segera melanjutkan kebijakan moratorium sawit agar tata kelola sawit di Indonesia semakin baik.

Jika moratorium sawit dihentikan atau tidak dilanjutkan, maka akan berpotensi meningkatkan jumlah lahan sawit. Secara ekonomi, penghentian moratorium juga bisa menambah produksi sawit secara berlebihan sehingga justru akan membuat harga CPO tertekan.



Belum lagi kerugian lingkungan yang harus ditanggung dalam jangka panjang jika pengelolaan tidak dilakukan dengan benar. Hal itu terungkap dalam acara diskusi panel dengan Moratorium Sawit : Apa Setelah Tenggat 3 Tahun? Diskusi secara daring ini diadakan oleh Yayasan Kehati bekerjasama dengan Katadata dan Penguatan Kelapa Sawit Berkelanjutan (SPOS) Indonesia.

Hadir sebagai pembicara pada diskusi tersebut, Irfan Bakhtiar Direktur Program SPOS Indonesia, Ruandha Agung Sugardiman Direktur jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kasdi Subagyono Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian dan Pahala Sibuea Ketua Umum Perkumpulan Forum Kelapa Sawit Jaya Indonesia (POPSI).

Pada kesempatan itu Irfan dengan tegas menyatakan, bahwa moratorium masih diperlukan agar pemerintah menuntaskan pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Dengan melanjutkan moratorium, pemerintah juga perlu segera memastikan upaya yang luar biasa untuk menyelesaikan hal itu.

“Kita masih perlu moratorium jilid II. Kalau tidak dilanjutkan, negara dan petani justru akan mengalami banyak kerugian,” tutur Irfan, Kamis (23/9/2021).

Ia menyoroti, saat ini masih ada persoalan kebun sawit di kawasan hutan yang belum tuntas. Dari 3,4 juta hektar sawit di kawasan hutan, catatan yang disampaikan ke publik baru sekitar 600 ribuan hektar kebun perusahaan yang sudah mengajukan pelepasan. Hingga sekarang juga belum ada langkah apapun untuk pelanggaran ataupun keterlanjuran yang terjadi.

Kebun sawit rakyat di kawasan hutan juga masih sangat minim yang teridentifikasi. Langkah penyelesaian yang diharapkan melalui reformasi agraria juga belum dilakukan.

Pendataan data kebun sawit, terutama sawit rakyat, belum terkonsolidasi dengan baik antar instansi pemerintah. Saat ini data yang dihimpun SPOS Indonesia menunjukkan sawit Rakyat ber – STDB baruseluas kurang lebih 28,000 hektar, dari klaim 40% dari total tutupan sawit (6,7 juta hektar).

Dari sisi produksi, upaya peningkatan produktivitas masih jauh dari harapan. Peremajaan sawit baru terealisasi kurang lebih 63 ribu hektar. Kementerian Pertanian juga belum memfasilitasi sawit rakyat menuju ISPO atau perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.

Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit atau dikenal sebagai moratorium sawit ditandatangani Presiden Jokowidodo 19 September 2018. Setelah Inpres berakhir 19 September 2021, pemerintah belum menentukan sikap apakah akan menghentikan atau melanjutkan moratorium.

Direktur jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ruandha Agung Sugardiman mengatakan, pihaknya telah melakukan evaluasi dan menyusun kembali langkah-langkah untuk menata sawit. Secara marathon, dengan instansi kementerian lainnya, KLHK terus mengidentifikasi berapa banyak kebuh kelapa sawit yang merambah ke dalam kawasan hutan.

“Usulan-usulan untuk mempercepat penataan sawit sudah kami ajukan ke presiden dan masih menunggu tanggapan dari bapak presiden,” kata Ruandha.

KLHK juga telah menyusun berbagai bentuk sanksi atas pelanggaran tersebut. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan, seluas 3,37 juta hektare (ha) lahan sawit berada dalam kawasan hutan dan baru sekitar 700.000 ha yang telah selesai diproses penyelesaiannya.

Sementara Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono mengungkapkan, luas tutupan sawit di Indonesia sebesar 16.38 juta ha. Dari luasan ituyang sangat menarik dikupas dan jadi problem klasik adalah sawit yang ada di kawasan hutan seluas 3.3 juta ha.

“Distribusi sawit terluas ada di Sumatra dan Kalimantan sedangkan ke wilayah Indonesia timur baru beberapa,” kata Kasdi.



Langkah moratorium ini akan sangat berdampak pada peremajaan sawit. Selama moratorium, tidak boleh ada ekspansi lahan untuk sawit. Kami harus berfokus pada peremajaan sawit di lahan yang sudah ada. Salah satu agenda presiden adalah menetapkan replanting atau peremajaan 500.000 ha sawit dalam tiga tahun.

Pahala Sibuea selaku Ketua Umum Perkumpulan Forum Kelapa Sawit Jaya Indonesia (POPSI) mendukung kelanjutan morarotium sawit. Moratorium dirasakan sangat bermanfaat untuk meningkatkan kemitraan petani sawit. "Hal itu justru memberi kepastian bagi perusahaan untuk menata kemitraan yang berkelanjuan dengan petani swadaya,” kata Pahala.

Ia menyoroti bahwa moratorium justru akan meningkatkan pendapatan petani sawit. Selama moratorium, pasokan dan permintaan akan seimbang sehingga berdampak pada harga yang tinggi. “Harga CPO sekarang itu 4.000 ringgit per ton. Sudah bagus sekali itu,” kata Pahala.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1731 seconds (0.1#10.140)