Mencari Solusi Mahalnya Harga Pakan Jagung di Tengah Keluhan Peternak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Akhir-akhir ini, harga jagung khususnya sebagai komoditas pakan hewan ternak menjadi sorotan. Terlebih lagi usai aksi Suroto, peternak ayam yang diamankan polisi usai membentangkan poster mahalnya harga jagung ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu.
Menanggapi permasalahan ini, Jokowi telah memerintahkan Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk menyediakan jagung untuk pakan ternak sebanyak 30 ribu ton dengan harga Rp4.500 per kg.
Penggiat UMKM Nasional, Witjaksono meminta, kegaduhan masalah jagung ini dihentikan, dan mulai fokus mencari jalan keluar dari permasalahan ini.
“Stop gaduh, permasalahan komoditi jagung tidak akan pernah selesai dengan ribut-ribut apalagi saling menyalahkan. Seharusnya bersinergi agar persoalan ini dapat tuntas,” kata tokoh UMKM nasional, Witjaksono saat dihubungi wartawan, Jumat (24/9/2021)
Entrepreneur UMKM Nahdlatul Ulama (NU) ini mengatakan, persoalan komoditi jagung dapat di selesaikan dengan beberapa cara konkrit yang memerlukan konsistensi dan sinergitas antara Kementan dan Kemendag. Salah satunya dimulai dari penguatan argo bisnis atau argo industri tanaman jagung, yang dapat dilakukan di beberapa daerah untuk menuju swasembada jagung.
Witjaksono mengaku, langkah ini yang telah dilakukannya di daerah, salah satunya Bengkulu Selatan, yang kini manjadi daerah pemasok kebutuhan komiditi jagung bagi wilayah atau provinsi lainnya.
Selain menjadi langkah menuju swasembada pangan, ini juga menjadi solusi untuk mengatasi pengangguran atau minimnya lapangan pekerjaan bagi masyarakat, di tengah pandemi Covid-19.
“Saya sudah terapkan ini di Bengkulu Selatan sejak tahun 2018, dan Alhamdulillah, awalnya rata rata tanam setiap tahun hanya 1000 hektar, kini jadi diatas 12.000 hektar. Silahkan di cek dengan Pak Bupati Bengkulu Selatan,” lanjutnya.
Ia juga menuturkan langkah memperkuat argo bisnis dan industri pangan yang telah terbukti berhasil ini, dapat mempersingkat waktu serta jarak Indonesia menuju swasembada jagung.
Jika target swasembada jagung tercapai, tokoh muda NU ini memastikan stok komoditas ini akan tersedia di seluruh daerah sehingga pemerintah maupun swasta dapat menjual dengan harga lebih murah ke masyarakat.
Di sisi lain, Ketua Umum Serikat Nelayan NU ini menilai wajar jika tidak sedikit pihak yang mensinyalir persoalan komoditi jagung memang sengaja tidak diselesaikan tuntas dan cendrung terjadi pembiaran karena permasalahan ini, justru menjadi ladang bisnis oleh orang atau kelompok-kelompok tertentu.
“Wajar saja jika muncul dugaan pembiaran berlarutnya permasalahan ini karena komoditi pangan telah menjadi proyek multi years oknum-oknum tertentu. Libatkan instrumen negara lainnya, KPK misalnya untuk mengawasi hulu hingga hilir perjalanan komoditi pangan di tanah air,” tuturnya.
Witjaksono memandang swasembada pangan nasional diera kepemimpinan Jokowi dapat terwujud apabila kebijakan yang diambil diterapkan memihak petani, nelayan dan rakyat Indonesia dalam artian menjadikan petani dan nelayan sebagai subject dalam seluruh program yang di gulirkan, termasuk keterlibatan Ulama dan tokoh masyarakat sebegai pengawalan program pemberdayaan.
Menanggapi permasalahan ini, Jokowi telah memerintahkan Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk menyediakan jagung untuk pakan ternak sebanyak 30 ribu ton dengan harga Rp4.500 per kg.
Penggiat UMKM Nasional, Witjaksono meminta, kegaduhan masalah jagung ini dihentikan, dan mulai fokus mencari jalan keluar dari permasalahan ini.
“Stop gaduh, permasalahan komoditi jagung tidak akan pernah selesai dengan ribut-ribut apalagi saling menyalahkan. Seharusnya bersinergi agar persoalan ini dapat tuntas,” kata tokoh UMKM nasional, Witjaksono saat dihubungi wartawan, Jumat (24/9/2021)
Entrepreneur UMKM Nahdlatul Ulama (NU) ini mengatakan, persoalan komoditi jagung dapat di selesaikan dengan beberapa cara konkrit yang memerlukan konsistensi dan sinergitas antara Kementan dan Kemendag. Salah satunya dimulai dari penguatan argo bisnis atau argo industri tanaman jagung, yang dapat dilakukan di beberapa daerah untuk menuju swasembada jagung.
Witjaksono mengaku, langkah ini yang telah dilakukannya di daerah, salah satunya Bengkulu Selatan, yang kini manjadi daerah pemasok kebutuhan komiditi jagung bagi wilayah atau provinsi lainnya.
Selain menjadi langkah menuju swasembada pangan, ini juga menjadi solusi untuk mengatasi pengangguran atau minimnya lapangan pekerjaan bagi masyarakat, di tengah pandemi Covid-19.
“Saya sudah terapkan ini di Bengkulu Selatan sejak tahun 2018, dan Alhamdulillah, awalnya rata rata tanam setiap tahun hanya 1000 hektar, kini jadi diatas 12.000 hektar. Silahkan di cek dengan Pak Bupati Bengkulu Selatan,” lanjutnya.
Ia juga menuturkan langkah memperkuat argo bisnis dan industri pangan yang telah terbukti berhasil ini, dapat mempersingkat waktu serta jarak Indonesia menuju swasembada jagung.
Jika target swasembada jagung tercapai, tokoh muda NU ini memastikan stok komoditas ini akan tersedia di seluruh daerah sehingga pemerintah maupun swasta dapat menjual dengan harga lebih murah ke masyarakat.
Di sisi lain, Ketua Umum Serikat Nelayan NU ini menilai wajar jika tidak sedikit pihak yang mensinyalir persoalan komoditi jagung memang sengaja tidak diselesaikan tuntas dan cendrung terjadi pembiaran karena permasalahan ini, justru menjadi ladang bisnis oleh orang atau kelompok-kelompok tertentu.
“Wajar saja jika muncul dugaan pembiaran berlarutnya permasalahan ini karena komoditi pangan telah menjadi proyek multi years oknum-oknum tertentu. Libatkan instrumen negara lainnya, KPK misalnya untuk mengawasi hulu hingga hilir perjalanan komoditi pangan di tanah air,” tuturnya.
Witjaksono memandang swasembada pangan nasional diera kepemimpinan Jokowi dapat terwujud apabila kebijakan yang diambil diterapkan memihak petani, nelayan dan rakyat Indonesia dalam artian menjadikan petani dan nelayan sebagai subject dalam seluruh program yang di gulirkan, termasuk keterlibatan Ulama dan tokoh masyarakat sebegai pengawalan program pemberdayaan.
(akr)