Survei Cigna: Indeks Persepsi Kesejahteraan Indonesia 2021 Turun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 yang melanda dunia dua tahun terakhir tidak hanya membuat ekonomi global terpuruk, tetapi juga membuat tingkat kesejahteraan masyarakat dunia, termasuk Indonesia melemah. Hasil survei skor kesejahteraan 360° Cigna yang dilakukan pada kuartal II-2021 menunjukkan, indeks persepsi kesejahteraan Indonesia 2021 tercatat sebesar 63,8 poin atau lebih rendah dari tahun 2019 yakni 65,4 poin dan 66,3 poin di 2020.
Survei dilakukan di 21 negara di antaranya Amerika Serikat, Britania Raya, Jerman, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Australia, Jepang, Singapura, Thailand, dan Indonesia dengan responden lebih dari 18.000. Survei itu menilai persepsi kesejahteraan responden di setiap negara dalam lima aspek, yakni kesehatan fisik, hubungan sosial, keluarga, finansial, dan pekerjaan.
Berdasarkan hasil survei, pelemahan indeks persepsi kesejahteraan ini terjadi di 21 negara yang disurvei akibat dampak pandemi Covid-19. Kendati demikian, indeks persepsi kesejahteraan Indonesia pada tahun 2021 masih lebih baik dari negara tetangga seperti Singapura 59,2 dan Thailand 62,5.
President Director & CEO Cigna Indonesia, Phil Reynolds mengungkapkan, Cigna menjalankan survei tersebut secara rutin selama tujuh tahun terakhir dengan tujuan memahami persepsi orang-orang tentang kesejahteraan.
“Dengan demikian, kami dapat terus berinovasi menyediakan solusi yang relevan untuk membantu orang-orang yang kami layani buat meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan ketenangan mereka,” ungkap Phil Reynolds dalam keterangan tertulisnya, Kamis (30/9/2021).
Dia menyebutkan, sejak Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada Maret 2020 lalu mengumumkan bahwa Covid-19 menjadi pandemi global, hal tersebut sontak berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk persepsi kesejahteraan.
Menurut dia, kondisi pandemi itu memaksa seluruh dunia beradaptasi dengan tantangan yang ada. Hal tersebut tercermin dari hasil survei di mana pandemi memberikan dampak sistemik terhadap kondisi ekonomi, kesehatan, dan sosial masyarakat.
Hasil survei ini mengonfirmasi data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan, naiknya jumlah penduduk miskin setahun terakhir ini karena pandemi. BPS mencatat jumlah penduduk miskin secara nasional pada Maret 2021 sebanyak 27,54 juta jiwa atau naik 1,12 juta orang (meningkat 0,36%) dibanding Maret 2020.
Sementara, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyebutkan, hingga Maret 2021, ada 29,4 juta orang terdampak pandemi Covid-19. Jumlah itu termasuk mereka yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dirumahkan tanpa upah, hingga pengurangan jam kerja dan upah.
Pandemi juga membuat ekonomi mengalami tekanan berat. Pada kuartal II hingga IV 2020 lalu pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di teritori negatif yakni 15,32% di kuartal II, -3,49% di kuartal III, dan -2,19% di kuartal IV. Pelemahan masih berlanjut pada kuartal I-2021 yakni -0,74%, namun pada kuartal II-2021 membaik menjadi 7,07% secara tahunan (year on year/yoy).
Demikian pula data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) perbankan selalu berada di atas 3% sejak Mei 2020, sedangkan nilai kredit perbankan mengalami penurunan. NPL perbankan pada April 2021 sebesar Rp176,48 triliun atau 3,22% dari total kredit yang dikucurkan, yakni Rp5.482,17 triliun.
Tekanan ekonomi itu juga diakui oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengatakan, dampak pandemi Covid-19 mengakibatkan tingkat kemiskinan Indonesia naik dari 9,22 % pada September 2019 menjadi 10,19 % pada September 2020. Namun, dengan pemulihan ekonomi yang terjadi pada kuartal kedua 2021, tingkat kemiskinan mulai menunjukkan perbaikan di 10,14 %. Sri Mulyani menegaskan, pemerintah terus berusaha untuk memulihkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
Sementara itu, Direktur Pemasaran dan Kerja Sama Strategis Cigna Indonesia Akhiz Nasution menyebutkan, penurunan skor kesejahteraan tidak hanya dialami oleh Indonesia, namun seluruh negara yang disurvei.
Dikatakan, yang paling terdampak adalah pilar kesejahteraan dengan skor penurunan sebesar 1,5 poin. Hal ini terjadi karena pembatasan (lockdown) yang diterapkan di negara-negara dunia sebagai dampak pandemi. Akibatnya, masyarakat tidak bisa menjalin hubungan sosial seperti layaknya sebelum pandemi.
Akhiz menjelaskan, untuk Indonesia, skor persepsi kesejateraan sosial turun dari 68,5 pada tahun sebelumnya menjadi 66,5 pada tahun 2021. Penurunan terbanyak terjadi pada item “waktu bersama teman” yang anjlok dari 31 menjadi 24. Ini menjadi penurunan terbesar dibanding negara tetangga karena kebiasaan orang Indonesia yang senang berkumpul bersama teman dan keluarga.
Di sisi lain, persepsi kesejaheraan keuangan juga mengalami penurunan skor dari 59,1 pada tahun sebelumnya menjadi 53,6 pada tahun 2021. Salah satu diantaranya adalah anjloknya kemampuan membayar Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari 36 ke 24 atau turun 12 poin. Angka ini lebih rendah dari Thailand yang tidak mengalami penurunan.
Kemampuan menyiapkan biaya kesehatan dan pendidikan juga menurun. Demikian pula kemampuan finansial untuk dapat melakukan hobi atau liburan bersama keluarga anjlok delapan poin dari 26 menjadi 18.
Survei dilakukan di 21 negara di antaranya Amerika Serikat, Britania Raya, Jerman, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Australia, Jepang, Singapura, Thailand, dan Indonesia dengan responden lebih dari 18.000. Survei itu menilai persepsi kesejahteraan responden di setiap negara dalam lima aspek, yakni kesehatan fisik, hubungan sosial, keluarga, finansial, dan pekerjaan.
Berdasarkan hasil survei, pelemahan indeks persepsi kesejahteraan ini terjadi di 21 negara yang disurvei akibat dampak pandemi Covid-19. Kendati demikian, indeks persepsi kesejahteraan Indonesia pada tahun 2021 masih lebih baik dari negara tetangga seperti Singapura 59,2 dan Thailand 62,5.
President Director & CEO Cigna Indonesia, Phil Reynolds mengungkapkan, Cigna menjalankan survei tersebut secara rutin selama tujuh tahun terakhir dengan tujuan memahami persepsi orang-orang tentang kesejahteraan.
“Dengan demikian, kami dapat terus berinovasi menyediakan solusi yang relevan untuk membantu orang-orang yang kami layani buat meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan ketenangan mereka,” ungkap Phil Reynolds dalam keterangan tertulisnya, Kamis (30/9/2021).
Dia menyebutkan, sejak Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada Maret 2020 lalu mengumumkan bahwa Covid-19 menjadi pandemi global, hal tersebut sontak berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk persepsi kesejahteraan.
Menurut dia, kondisi pandemi itu memaksa seluruh dunia beradaptasi dengan tantangan yang ada. Hal tersebut tercermin dari hasil survei di mana pandemi memberikan dampak sistemik terhadap kondisi ekonomi, kesehatan, dan sosial masyarakat.
Hasil survei ini mengonfirmasi data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan, naiknya jumlah penduduk miskin setahun terakhir ini karena pandemi. BPS mencatat jumlah penduduk miskin secara nasional pada Maret 2021 sebanyak 27,54 juta jiwa atau naik 1,12 juta orang (meningkat 0,36%) dibanding Maret 2020.
Sementara, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyebutkan, hingga Maret 2021, ada 29,4 juta orang terdampak pandemi Covid-19. Jumlah itu termasuk mereka yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dirumahkan tanpa upah, hingga pengurangan jam kerja dan upah.
Pandemi juga membuat ekonomi mengalami tekanan berat. Pada kuartal II hingga IV 2020 lalu pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di teritori negatif yakni 15,32% di kuartal II, -3,49% di kuartal III, dan -2,19% di kuartal IV. Pelemahan masih berlanjut pada kuartal I-2021 yakni -0,74%, namun pada kuartal II-2021 membaik menjadi 7,07% secara tahunan (year on year/yoy).
Demikian pula data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) perbankan selalu berada di atas 3% sejak Mei 2020, sedangkan nilai kredit perbankan mengalami penurunan. NPL perbankan pada April 2021 sebesar Rp176,48 triliun atau 3,22% dari total kredit yang dikucurkan, yakni Rp5.482,17 triliun.
Tekanan ekonomi itu juga diakui oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengatakan, dampak pandemi Covid-19 mengakibatkan tingkat kemiskinan Indonesia naik dari 9,22 % pada September 2019 menjadi 10,19 % pada September 2020. Namun, dengan pemulihan ekonomi yang terjadi pada kuartal kedua 2021, tingkat kemiskinan mulai menunjukkan perbaikan di 10,14 %. Sri Mulyani menegaskan, pemerintah terus berusaha untuk memulihkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
Sementara itu, Direktur Pemasaran dan Kerja Sama Strategis Cigna Indonesia Akhiz Nasution menyebutkan, penurunan skor kesejahteraan tidak hanya dialami oleh Indonesia, namun seluruh negara yang disurvei.
Dikatakan, yang paling terdampak adalah pilar kesejahteraan dengan skor penurunan sebesar 1,5 poin. Hal ini terjadi karena pembatasan (lockdown) yang diterapkan di negara-negara dunia sebagai dampak pandemi. Akibatnya, masyarakat tidak bisa menjalin hubungan sosial seperti layaknya sebelum pandemi.
Akhiz menjelaskan, untuk Indonesia, skor persepsi kesejateraan sosial turun dari 68,5 pada tahun sebelumnya menjadi 66,5 pada tahun 2021. Penurunan terbanyak terjadi pada item “waktu bersama teman” yang anjlok dari 31 menjadi 24. Ini menjadi penurunan terbesar dibanding negara tetangga karena kebiasaan orang Indonesia yang senang berkumpul bersama teman dan keluarga.
Di sisi lain, persepsi kesejaheraan keuangan juga mengalami penurunan skor dari 59,1 pada tahun sebelumnya menjadi 53,6 pada tahun 2021. Salah satu diantaranya adalah anjloknya kemampuan membayar Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari 36 ke 24 atau turun 12 poin. Angka ini lebih rendah dari Thailand yang tidak mengalami penurunan.
Kemampuan menyiapkan biaya kesehatan dan pendidikan juga menurun. Demikian pula kemampuan finansial untuk dapat melakukan hobi atau liburan bersama keluarga anjlok delapan poin dari 26 menjadi 18.
(fai)