Disebut-sebut Siapkan Akuisisi, Ini Kata Analis Soal Kabar BNI Bikin Bank Digital
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tren bank-bank besar masuk ke layanan bank digital kini tengah berkembang karena potensinya yang besar. Salah satu bank BUMN yang disebut-sebut tertarik untuk mengakuisisi bank BUKU I dan BUKU II untuk mendukung transformasi digital adalah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk ( BNI ).
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar pada saat paparan kinerja kuartal II beberapa waktu lalu mengatakan bahwa BNI memiliki image digital, seiring transformasi digital yang dilakukan perseroan. Dengan begitu, strategi yang berjalan salah satunya adalah menjadi bank digital.
Meski belum secara rinci, Royke mengakui bahwa BNI telah melakukan sejumlah kajian dan mempersiapkan kriteria tertentu untuk memuluskan langkah perusahan menjadi bank digital. Namun, manajemen perseroan menyatakan perlu banyak pertimbangan untuk mengakuisisi bank yang mampu melengkapi bisnis perusahaan.
"Kami sudah punya semua kajiannya, cuma kriteria menjadi digital bank harus dipersiapkan dengan baik bukan sekedar ikut-ikutan," kata Royke, Juli lalu.
Terkait dengan isu tersebut, Head of Investment Avrist Asset Management Tubagus Farash Akbar Farich menilai BNI memang memiliki potensi yang besar untuk memiliki bisnis baru seperti bank digital. Terlebih, BNI akan menjadi bank utama Indonesia untuk pasar luar negeri.
Menurut dia, untuk merambah bisnis perbankan digital, BNI perlu memperkuat infrastrukturnya, yang kemungkinan bisa dicapai dengan langkah akuisisi. Farash menilai mengakuisisi BUKU I dan BUKU II bisa menjadi langkah strategis BNI.
"BNI saya rasa perlu BUKU I dan BUKU II tapi yang memiliki lisensi untuk transaksi valas dan yang lainnya, transaksi internasional yang penting. Jadi sesuai core competence yang telah ditetapkan, saya lihat sepertinya strategi di BUMN seperti itu ya," kata Farash dalam keterangan tertulisnya, Minggu (17/10/2021).
Sementara itu, Head of Research Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma mengatakan bahwa tidak ada kriteria khusus yang harus dimiliki oleh bank yang diakuisisi BNI nantinya. Meski demikian, dia menilai bank BUKU I dan BUKU II yang akan diambil harus bersih dan tidak bermasalah.
"Tentunya kalau bisa yang bersih, tidak ada karakteristik khusus, karena tentunya BNI akan mengembangkan sendiri bank digital yang sesuai dengan (tujuan) perseroan," kata Suria.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa dengan mempertimbangkan persaingan industri jasa keuangan ke depan yang semakin ketat dengan era digitalisasi, langkah merger dan konsolidasi perbankan merupakan keniscayaan.
Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan bahwa konsolidasi bank umum merupakan suatu upaya penguatan struktur, ketahanan dan daya saing industri perbankan. Dengan begitu, perbankan bisa mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional.
"Konsolidasi juga bisa menjadi upaya untuk mendorong industri perbankan mencapai level yang lebih efisien menuju skala ekonomi yang lebih tinggi. Sehingga, bank tidak hanya tangguh di lingkup domestik, namun juga kompetitif di lingkup regional dan global," jelas Anto beberapa waktu lalu.
Terkait permodalan, opsi akuisisi dinilai bukan masalah untuk BNI. Rasio kecukupan modal BNI hingga semester I 2021 tercatat masih terjaga dengan rasio kecukupan modal (CAR) 18%, di atas ketentuan minimum 12%. Artinya, untuk mengakuisisi suatu bank dengan biaya Rp1-2 triliun seharusnya bukanlah hal yang harus dikhawatirkan oleh BNI.
Terlebih lagi BNI berencana untuk memperkuat permodalan lewat penerbitan global bond. Untuk itu BNI telah melakukan audit terhadap laporan keuangan interimnya untuk kuartal dua tahun ini. Di sisi lain, kinerja keuangan BNI juga menunjukkan perbaikan. Berdasarkan laporan keuangan interim auditan perseroan per Juni 2021, laba bersih BNI tercatat naik 12,8% (year on year/yoy) menjadi Rp5,03 triliun.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar pada saat paparan kinerja kuartal II beberapa waktu lalu mengatakan bahwa BNI memiliki image digital, seiring transformasi digital yang dilakukan perseroan. Dengan begitu, strategi yang berjalan salah satunya adalah menjadi bank digital.
Meski belum secara rinci, Royke mengakui bahwa BNI telah melakukan sejumlah kajian dan mempersiapkan kriteria tertentu untuk memuluskan langkah perusahan menjadi bank digital. Namun, manajemen perseroan menyatakan perlu banyak pertimbangan untuk mengakuisisi bank yang mampu melengkapi bisnis perusahaan.
"Kami sudah punya semua kajiannya, cuma kriteria menjadi digital bank harus dipersiapkan dengan baik bukan sekedar ikut-ikutan," kata Royke, Juli lalu.
Terkait dengan isu tersebut, Head of Investment Avrist Asset Management Tubagus Farash Akbar Farich menilai BNI memang memiliki potensi yang besar untuk memiliki bisnis baru seperti bank digital. Terlebih, BNI akan menjadi bank utama Indonesia untuk pasar luar negeri.
Menurut dia, untuk merambah bisnis perbankan digital, BNI perlu memperkuat infrastrukturnya, yang kemungkinan bisa dicapai dengan langkah akuisisi. Farash menilai mengakuisisi BUKU I dan BUKU II bisa menjadi langkah strategis BNI.
"BNI saya rasa perlu BUKU I dan BUKU II tapi yang memiliki lisensi untuk transaksi valas dan yang lainnya, transaksi internasional yang penting. Jadi sesuai core competence yang telah ditetapkan, saya lihat sepertinya strategi di BUMN seperti itu ya," kata Farash dalam keterangan tertulisnya, Minggu (17/10/2021).
Sementara itu, Head of Research Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma mengatakan bahwa tidak ada kriteria khusus yang harus dimiliki oleh bank yang diakuisisi BNI nantinya. Meski demikian, dia menilai bank BUKU I dan BUKU II yang akan diambil harus bersih dan tidak bermasalah.
"Tentunya kalau bisa yang bersih, tidak ada karakteristik khusus, karena tentunya BNI akan mengembangkan sendiri bank digital yang sesuai dengan (tujuan) perseroan," kata Suria.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa dengan mempertimbangkan persaingan industri jasa keuangan ke depan yang semakin ketat dengan era digitalisasi, langkah merger dan konsolidasi perbankan merupakan keniscayaan.
Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan bahwa konsolidasi bank umum merupakan suatu upaya penguatan struktur, ketahanan dan daya saing industri perbankan. Dengan begitu, perbankan bisa mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional.
"Konsolidasi juga bisa menjadi upaya untuk mendorong industri perbankan mencapai level yang lebih efisien menuju skala ekonomi yang lebih tinggi. Sehingga, bank tidak hanya tangguh di lingkup domestik, namun juga kompetitif di lingkup regional dan global," jelas Anto beberapa waktu lalu.
Terkait permodalan, opsi akuisisi dinilai bukan masalah untuk BNI. Rasio kecukupan modal BNI hingga semester I 2021 tercatat masih terjaga dengan rasio kecukupan modal (CAR) 18%, di atas ketentuan minimum 12%. Artinya, untuk mengakuisisi suatu bank dengan biaya Rp1-2 triliun seharusnya bukanlah hal yang harus dikhawatirkan oleh BNI.
Terlebih lagi BNI berencana untuk memperkuat permodalan lewat penerbitan global bond. Untuk itu BNI telah melakukan audit terhadap laporan keuangan interimnya untuk kuartal dua tahun ini. Di sisi lain, kinerja keuangan BNI juga menunjukkan perbaikan. Berdasarkan laporan keuangan interim auditan perseroan per Juni 2021, laba bersih BNI tercatat naik 12,8% (year on year/yoy) menjadi Rp5,03 triliun.
(fai)