Pembangunan Hijau Jadi Strategi Pemerintah Kelola Isu Perubahan Iklim

Selasa, 19 Oktober 2021 - 17:28 WIB
loading...
Pembangunan Hijau Jadi...
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara INDY Fest 2021 bertema Net-Zero Emissions, di Jakarta, Selasa (19/10/2021). Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Perubahan iklim disebut-sebut menjadi tantangan ekonomi dalam jangka menengah panjang selain pandemi Covid-19. Karena itu pula isu ini menjadi perhatian utama banyak negara di dunia.

Isu perubahan iklim yang mengemuka adalah meningkatnya suhu bumi sebesar 2,5 hingga 4,7 derajat Celcius di tahun 2100 akibat peningkatan Gas Rumah Kaca (GRK). Salah satu upaya untuk mengantisipasi hal ini adalah melalui penandatanganan Paris
Agreement oleh 196 negara. Perjanjian ini merupakan bentuk komitmen dunia dalam memperkuat penanganan global terhadap ancaman perubahan iklim.



Dorongan positif juga datang dari sektor-sektor usaha yang berkaitan dengan energi baru dan terbarukan (EBT). Sektor EBT juga menjadi salah satu pendorong pemulihan ekonomi nasional ke arah yang lebih baik lagi di masa depan.

"Untuk itu, Pemerintah telah menetapkan ekonomi hijau sebagai salah satu strategi utama transformasi ekonomi dalam jangka menengah panjang. Strategi ini juga akan membantu Indonesia dalam mewujudkan target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs. Terobosan-terobosan baru sangat diperlukan untuk bisa melakukan lompatan dalam mencapai target SDGs ini, terutama dalam masa pandemi," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam acara INDY Fest 2021 bertema “Net-Zero Emissions”, di Jakarta, Selasa (19/10/2021).

Pemerintah juga telah menetapkan arah kebijakan melalui Pembangunan Rendah Karbon. Hal ini dilakukan melalui penurunan dan intensitas emisi pada bidang prioritas meliputi energi, lahan, limbah, industri, dan kelautan. Melalui Nationally Determined Contributions (NDC), Indonesia berkomitmen menurunkan emisi GRK sebesar 29% dengan kemampuan sendiri atau 41% dengan bantuan internasional pada 2030 dari kondisi business as usual. Penurunan emisi GRK tersebut terutama akan didorong pada sektor Agriculture, Forest, and Land Use (AFOLU) serta energi.

Penerapan Pembangunan Rendah Karbon juga diharapkan dapat terus menekan emisi hingga 34%-41% di 2045 melalui pengembangan EBT, perlindungan hutan dan lahan gambut, peningkatan produktivitas lahan, dan penanganan limbah terpadu.

“Net-zero emissions adalah target yang ingin digapai Pemerintah di 2060 mendatang dan kami juga telah mencantumkannya dalam penyampaian dokumen Long-term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR 2050) kepada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC),” tutur Menko Airlangga.

Penguatan komitmen Indonesia untuk mencapai berbagai target tersebut menjadi sangat krusial menjelang pelaksanaan COP26 di Glasgow Skotlandia. Di sini, peran pembiayaan hijau menjadi sangat krusial. Pemerintah telah mendorong pengembangan berbagai instrumen pembiayaan hijau, di antaranya melalui Green Sukuk. Green Sukuk edisi 2020 mencapai USD2,5 miliar, sementara permintaan yang diperoleh sebesar 6,7 kali lipatnya atau jauh di atas target pemerintah di tengah kondisi pasar yang volatile ini.

"Beberapa pemanfaatan refinancing Green Sukuk yang telah dilakukan adalah dengan pengembangan dan pembangunan fasilitas dan infrastruktur energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga surya, mikrohidro dan minihidro. Dengan pembangunan proyek-proyek ini nantinya dapat dihitung berapa besar pengurangan emisi CO2e yang dapat dicapai," ungkap Menko Airlangga.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1872 seconds (0.1#10.140)