Bank Sulselbar Salurkan Kredit Rp20,9 Triliun hingga September 2021
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar) mencatatkan penyaluran kredit senilai Rp20,9 triliun hingga September 2021. Nilai tersebut tumbuh sangat positif yakni 7,99 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2020 sebesar Rp19,3 triliun.
Direktur Kredit & UMKM Bank Sulselbar , Yulis Suandi, menguraikan penyaluran kredit Bank Sulselbar hingga September 2021, masih didominasi oleh kredit konsumtif yaitu sebesar 78,24 persen. Adapun kredit produktif hanya 21,76 persen.
Baca Juga: Lutra dan Bank Sulselbar Percepat Digitalisasi UMKM dengan QRIS
Menurut Yulis, rendahnya porsi kredit produktif disebabkan pandemi Covid-19 yang menyebar di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Ditambah lagi, kebijakan pemerintah yang membatasi mobilitas masyarakat melalui kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Hal itu, kata Yulis, memberikan pengaruh sistemik terhadap kinerja, pendapatan, dan omzet penjualan dari para pelaku usaha. Bahkan, banyak dari mereka yang gulung tikar dan terpaksa menutup usahanya.
"Bank juga sulit untuk dapat memfasilitasi para pelaku usaha di kondisi seperti saat ini, karena Bank juga dituntut untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian (prudential banking) sehingga dalam menyalurkan kredit Bank lebih selektif," jelas Yulis.
Selanjutnya, dia menguraikan penyaluran kredit konsumtif yang mencapai 78,24 persen karena merupakan core bisnis Bank (captive market). Selain itu, juga untuk dapat memulihkan kondisi perekonomian, diperlukan dukungan untuk bisa memacu dan meningkatkan daya beli masyarakat.
"Untuk pemulihan ekonomi, dukungan kepada para pelaku usaha atau pengusaha sektor riil diperlukan, salah satu cara untuk dapat menggerakkan sektor riil adalah dengan meningkatkan daya beli masyarakat, kredit konsumtif inilah yang menjadi penggerak untuk memulihkan perekonomian khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat," tambah Yulis.
Lebih jauh, dia menjelaskan ada beberapa langkah yang akan dilakukan agar kredit Bank Sulselbar tetap tumbuh dan berjalan sesuai target. Pihaknya akan berupaya melakukan perbaikan kualitas kredit ke sektor-sektor ekonomi yang terdampak pandemi Covid-19 melalui supervisi dan monitoring serta pendampingan untuk dapat bertahan melewati krisis ekonomi.
Tak hanya itu, Bank Sulselbar juga akan tetap mendorong penyaluran atau ekspansi kredit produktif terutama kepada sektor-sektor ekonomi yang dinilai masih prospektif dan berpeluang tumbuh di tengah pandemi. Meski demikian, pengalokasian kredit terhadap sektor yang terdampak Covid-19 akan dilakukan secara hati-hati.
Baca Juga: Hari Pelanggan Nasional, Bank Sulselbar Capem Daya Apresiasi Nasabah
Langkah selanjutnya adalah meningkatkan daya beli masyarakat dengan tetap menyalurkan kredit konsumtif karena merupakan penggerak utama dalam pemulihan perekonomian nasional, menjaga likuiditas dengan melakukan pembatasan atau penundaan investasi yang tidak prioritas, dan melakukan restrukturisasi kredit terhadap debitur yang terdampak Covid-19 sesuai ketentuan OJK.
"Kami juga akan mendorong peningkatan akses keuangan berbasis digital, melakukan efisiensi biaya Dana Pihak Ketiga, menjalankan business continuity plan (BCP) sesuai protokol Covid-19, antara lain physical distancing, work from home dan peningkatan imun pegawai," pungkas Yulis.
Direktur Kredit & UMKM Bank Sulselbar , Yulis Suandi, menguraikan penyaluran kredit Bank Sulselbar hingga September 2021, masih didominasi oleh kredit konsumtif yaitu sebesar 78,24 persen. Adapun kredit produktif hanya 21,76 persen.
Baca Juga: Lutra dan Bank Sulselbar Percepat Digitalisasi UMKM dengan QRIS
Menurut Yulis, rendahnya porsi kredit produktif disebabkan pandemi Covid-19 yang menyebar di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Ditambah lagi, kebijakan pemerintah yang membatasi mobilitas masyarakat melalui kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Hal itu, kata Yulis, memberikan pengaruh sistemik terhadap kinerja, pendapatan, dan omzet penjualan dari para pelaku usaha. Bahkan, banyak dari mereka yang gulung tikar dan terpaksa menutup usahanya.
"Bank juga sulit untuk dapat memfasilitasi para pelaku usaha di kondisi seperti saat ini, karena Bank juga dituntut untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian (prudential banking) sehingga dalam menyalurkan kredit Bank lebih selektif," jelas Yulis.
Selanjutnya, dia menguraikan penyaluran kredit konsumtif yang mencapai 78,24 persen karena merupakan core bisnis Bank (captive market). Selain itu, juga untuk dapat memulihkan kondisi perekonomian, diperlukan dukungan untuk bisa memacu dan meningkatkan daya beli masyarakat.
"Untuk pemulihan ekonomi, dukungan kepada para pelaku usaha atau pengusaha sektor riil diperlukan, salah satu cara untuk dapat menggerakkan sektor riil adalah dengan meningkatkan daya beli masyarakat, kredit konsumtif inilah yang menjadi penggerak untuk memulihkan perekonomian khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat," tambah Yulis.
Lebih jauh, dia menjelaskan ada beberapa langkah yang akan dilakukan agar kredit Bank Sulselbar tetap tumbuh dan berjalan sesuai target. Pihaknya akan berupaya melakukan perbaikan kualitas kredit ke sektor-sektor ekonomi yang terdampak pandemi Covid-19 melalui supervisi dan monitoring serta pendampingan untuk dapat bertahan melewati krisis ekonomi.
Tak hanya itu, Bank Sulselbar juga akan tetap mendorong penyaluran atau ekspansi kredit produktif terutama kepada sektor-sektor ekonomi yang dinilai masih prospektif dan berpeluang tumbuh di tengah pandemi. Meski demikian, pengalokasian kredit terhadap sektor yang terdampak Covid-19 akan dilakukan secara hati-hati.
Baca Juga: Hari Pelanggan Nasional, Bank Sulselbar Capem Daya Apresiasi Nasabah
Langkah selanjutnya adalah meningkatkan daya beli masyarakat dengan tetap menyalurkan kredit konsumtif karena merupakan penggerak utama dalam pemulihan perekonomian nasional, menjaga likuiditas dengan melakukan pembatasan atau penundaan investasi yang tidak prioritas, dan melakukan restrukturisasi kredit terhadap debitur yang terdampak Covid-19 sesuai ketentuan OJK.
"Kami juga akan mendorong peningkatan akses keuangan berbasis digital, melakukan efisiensi biaya Dana Pihak Ketiga, menjalankan business continuity plan (BCP) sesuai protokol Covid-19, antara lain physical distancing, work from home dan peningkatan imun pegawai," pungkas Yulis.
(tri)