MUI Soroti Kondisi Garuda Indonesia yang Nelangsa dan Terancam Bangkrut
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kondisi maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) yang terancam dipailitkan akibat utang yang menumpuk mendapat sorotan sejumlah kalangan, salah satunya dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
MUI mencermati langkah kebijakan Kementerian BUMN selaku pemegang saham hingga upaya efisiensi yang dilakukan manajemen emiten penerbangan pelat merah tersebut. Diantaranya restrukturisasi utang senilai Rp70 triliun hingga kesepakatan pemerintah untuk tidak menggelontorkan dana penyertaan modal negara (PMN).
Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas menilai, eksistensi Garuda Indonesia semakin terancam bila tidak disuntik PMN. Pasalnya, utang emiten yang bombastis dibarengi oleh pendapatan perusahaan yang kian terkontraksi.
"Maskapai penerbangan Garuda yang merupakan kebanggaan bangsa, kini sedang berada dalam kesulitan keuangan yang benar-benar sudah mengancam eksistensinya, karena kalau perusahaan milik BUMN ini tidak bisa mendapatkan suntikan dana segar, maka keadaannya tentu akan semakin memburuk bahkan bisa ditutup dan mati karena jumlah pemasukannya hanya sedikit," ujar Anwar dalam keterangan pers yang diterima, Jumat (29/10/2021).
Kondisi itu kian diperparah oleh belanja modal atau capital expenditure (Capex) Garuda yang tercatat masih tinggi setiap bulannya. Keadaan itu disebut Anwar sangat memprihatinkan.
"Karena kalau hal ini tidak bisa segera diatasi, maka tentu sudah pasti keuangan Garuda akan berdarah-darah dan bangkrut sehingga nyawanya tidak lagi bisa terselamatkan," tuturnya.
Anwar menilai dua faktor penyebab Garuda di ujung tanduk. Pertama, faktor eksternal yang terkait pandemi Covid-19. Sepanjang pandemi berlangsung, pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat yang menyebabkan okupansi penumpang pesawat menurun drastis. Hal ini membuat penpatan perusahaan menurun signifikan.
"Jelas sangat jauh berkurang. Hal ini tentu akan sangat berdampak terhadap pemasukan dan pendapatan Garuda. Di samping itu keadaan juga diperparah oleh sikap para lessor asing yang sewenang-wenang dalam memberikan kredit dan itu kata Peter F. Gontha telah terjadi selama 2012-2016," ungkapnya.
Selain itu, kemampuan manajemen melakukan negosiasi dengan lessor asing dinilai tidak berjalan mulus. Akibatnya, nasib Garuda kian nelangsa. Penyebab kedua, menurut Anwar, adalah faktor internal. Anwar menilai manajemen dan karyawan ikut membuat keadaan keuangan perusahaan semakin terpuruk karena tidak mengambil langkah-langkah efisiensi secara agresif. Meski efisiensi mengakibatkan berkurangnya tingkat pendapatan dan kesejahteraan karyawan.
"Sudah jelas aliran dana masuk sangat rendah semestinya mereka juga melakukan langkah-langkah yang signifikan dengan mengurangi pengeluaran perusahaan dan salah satu caranya yaitu mengurangi gaji dan fasilitas yang mereka pendapat selama ini," bebernya.
Dalam konteks ini, lanjut dia, lemahnya semangat berkorban manajemen dan karyawan untuk melakukan sesuatu yang berarti dan bermakna terhadap perusahaan.
"Padahal seperti kita ketahui pihak Dewan Komisaris karena mengingat kondisi keuangan perusahaan, sudah sepakat untuk memberikan contoh dan mengusulkan penangguhan gaji anggota komisaris. Tindakan ini jelas-jelas tujuannya adalah dalam rangka meningkatkan efisiensi keuangan perseroan dan memberikan contoh serta teladan kepada para pihak direksi dan karyawan serta para pilot dan awak kabin agar juga mau melakukan hal serupa walau tidak persis sama," ungkapnya
Sebelumnya, Asosiasi Pilot Garuda Indonesia atau APG menyatakan mendukung penuh upaya penyelamatan maskapai Garuda Indonesia demi keberlangsungan maskapai flag carrier Tanah Air.
Plt Presiden APG Capt Donny Kusmanagri mengungkapkan, dengan adanya efisiensi yang dilakukan perseroan, para pilot Garuda juga telah menjalankan pengurangan penghasilan sebesar 50%.
“Dukungan ini terlihat melalui pengurangan penghasilan pilot di Garuda yang mencapai 50% berdasarkan teknis pelaksanaan yang sudah disepakati dan masih berjalan hingga saat ini. Ini bentuk pengorbanan dalam upaya penyelamatan Garuda lndonesia,” ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis (28/10/2021).
Di sisi lain, APG menyayangkan pernyataan oknum karyawan Garuda lndonesia di ruang publik yang mengatasnamakan seluruh karyawan Garuda Indonesia di berbagai media. “Dalam hal ini pernyataan tersebut belum dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,” tandasnya.
Sementara itu, dalam upaya mendukung dunia penerbangan di Indonesia, APG memahami pilihan kesehatan merupakan prioritas utama melalui tes PCR.
“Kami cukup memahami alasan pemerintah memprioritaskan kesehatan melalui penerapan tes PCR. Namun akan lebih baik jika kebijakan yang diberlakukan terkait protokol kesehatan di sektor transportasi, juga memperhatikan stabilitas serta keberlangsungan bisnis aviasi,” pungkasnya.
MUI mencermati langkah kebijakan Kementerian BUMN selaku pemegang saham hingga upaya efisiensi yang dilakukan manajemen emiten penerbangan pelat merah tersebut. Diantaranya restrukturisasi utang senilai Rp70 triliun hingga kesepakatan pemerintah untuk tidak menggelontorkan dana penyertaan modal negara (PMN).
Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas menilai, eksistensi Garuda Indonesia semakin terancam bila tidak disuntik PMN. Pasalnya, utang emiten yang bombastis dibarengi oleh pendapatan perusahaan yang kian terkontraksi.
"Maskapai penerbangan Garuda yang merupakan kebanggaan bangsa, kini sedang berada dalam kesulitan keuangan yang benar-benar sudah mengancam eksistensinya, karena kalau perusahaan milik BUMN ini tidak bisa mendapatkan suntikan dana segar, maka keadaannya tentu akan semakin memburuk bahkan bisa ditutup dan mati karena jumlah pemasukannya hanya sedikit," ujar Anwar dalam keterangan pers yang diterima, Jumat (29/10/2021).
Kondisi itu kian diperparah oleh belanja modal atau capital expenditure (Capex) Garuda yang tercatat masih tinggi setiap bulannya. Keadaan itu disebut Anwar sangat memprihatinkan.
"Karena kalau hal ini tidak bisa segera diatasi, maka tentu sudah pasti keuangan Garuda akan berdarah-darah dan bangkrut sehingga nyawanya tidak lagi bisa terselamatkan," tuturnya.
Anwar menilai dua faktor penyebab Garuda di ujung tanduk. Pertama, faktor eksternal yang terkait pandemi Covid-19. Sepanjang pandemi berlangsung, pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat yang menyebabkan okupansi penumpang pesawat menurun drastis. Hal ini membuat penpatan perusahaan menurun signifikan.
"Jelas sangat jauh berkurang. Hal ini tentu akan sangat berdampak terhadap pemasukan dan pendapatan Garuda. Di samping itu keadaan juga diperparah oleh sikap para lessor asing yang sewenang-wenang dalam memberikan kredit dan itu kata Peter F. Gontha telah terjadi selama 2012-2016," ungkapnya.
Selain itu, kemampuan manajemen melakukan negosiasi dengan lessor asing dinilai tidak berjalan mulus. Akibatnya, nasib Garuda kian nelangsa. Penyebab kedua, menurut Anwar, adalah faktor internal. Anwar menilai manajemen dan karyawan ikut membuat keadaan keuangan perusahaan semakin terpuruk karena tidak mengambil langkah-langkah efisiensi secara agresif. Meski efisiensi mengakibatkan berkurangnya tingkat pendapatan dan kesejahteraan karyawan.
"Sudah jelas aliran dana masuk sangat rendah semestinya mereka juga melakukan langkah-langkah yang signifikan dengan mengurangi pengeluaran perusahaan dan salah satu caranya yaitu mengurangi gaji dan fasilitas yang mereka pendapat selama ini," bebernya.
Dalam konteks ini, lanjut dia, lemahnya semangat berkorban manajemen dan karyawan untuk melakukan sesuatu yang berarti dan bermakna terhadap perusahaan.
"Padahal seperti kita ketahui pihak Dewan Komisaris karena mengingat kondisi keuangan perusahaan, sudah sepakat untuk memberikan contoh dan mengusulkan penangguhan gaji anggota komisaris. Tindakan ini jelas-jelas tujuannya adalah dalam rangka meningkatkan efisiensi keuangan perseroan dan memberikan contoh serta teladan kepada para pihak direksi dan karyawan serta para pilot dan awak kabin agar juga mau melakukan hal serupa walau tidak persis sama," ungkapnya
Sebelumnya, Asosiasi Pilot Garuda Indonesia atau APG menyatakan mendukung penuh upaya penyelamatan maskapai Garuda Indonesia demi keberlangsungan maskapai flag carrier Tanah Air.
Plt Presiden APG Capt Donny Kusmanagri mengungkapkan, dengan adanya efisiensi yang dilakukan perseroan, para pilot Garuda juga telah menjalankan pengurangan penghasilan sebesar 50%.
“Dukungan ini terlihat melalui pengurangan penghasilan pilot di Garuda yang mencapai 50% berdasarkan teknis pelaksanaan yang sudah disepakati dan masih berjalan hingga saat ini. Ini bentuk pengorbanan dalam upaya penyelamatan Garuda lndonesia,” ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis (28/10/2021).
Di sisi lain, APG menyayangkan pernyataan oknum karyawan Garuda lndonesia di ruang publik yang mengatasnamakan seluruh karyawan Garuda Indonesia di berbagai media. “Dalam hal ini pernyataan tersebut belum dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,” tandasnya.
Sementara itu, dalam upaya mendukung dunia penerbangan di Indonesia, APG memahami pilihan kesehatan merupakan prioritas utama melalui tes PCR.
“Kami cukup memahami alasan pemerintah memprioritaskan kesehatan melalui penerapan tes PCR. Namun akan lebih baik jika kebijakan yang diberlakukan terkait protokol kesehatan di sektor transportasi, juga memperhatikan stabilitas serta keberlangsungan bisnis aviasi,” pungkasnya.
(ind)