Aliansi Pemasok Minta Dukungan Lebih untuk Ekosistem UMKM

Kamis, 04 November 2021 - 10:10 WIB
loading...
Aliansi Pemasok Minta...
Permendag yang baru berlaku 6 bulan itu kini hendak direvisi lagi. Asosiasi pemasok mencemaskan, akan semakin menggerus keberadaan toko swalayan berskala mikro dan swalayan besar semakin menggurita. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 telah melumpuhkan berbagai sektor kehidupan. Tak sedikit pelaku usaha, mikro, kecil, dan menengah ( UMKM ) yang terpaksa tutup.

Ini memprihatinkan mengingat UMKM adalah tulang punggung perekonomian nasional. Karena itu, dukungan pemerintah sangat dibutuhkan melalui Peraturan Menteri Perdagangan No 23 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengembangan, Penataan, dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan pada 1 April lalu.



Tetapi Permendag yang baru berlaku 6 bulan itu kini hendak direvisi lagi. Pasal yang hendak direvisi ialah Pasal 10 dan Pasal 11. Dalam aturan lama, Pasal 10 mengatur jumlah maksimal gerai toko swalayan yang dikelola sendiri, yaitu 150 gerai. Pasal tersebut hendak direvisi menjadi tanpa batasan gerai.

Hal itu berpotensi akan semakin menggerus keberadaan toko swalayan berskala mikro dan swalayan besar akan semakin menggurita. Sedangkan Pasal 11 mengatur pengenaan biaya terhadap pemasok , yang maksimal 15% dari keseluruhan biaya persyaratan perdagangan. Ketentuan Pasal 11 ini merupakan revisi terhadap ketentuan Pasal 9 di Permendag No 70 Tahun 2013.

Dalam Permendag lama, selain ada batasan maksimal 15% juga ada tambahan kalimat 'kecuali ditetapkan lain berdasarkan kesepakatan' antara pemasok dan pemilik gerai toko swalayan. Pelaku pasar yang terdiri dari industri nasional pemasok pasar modern, UMKM & pedagang pasar menganggap bahasa 'kecuali ditetapkan lain berdasarkan kesepakatan' ini adalah pasal dengan bahasa yang rentan untuk disalahgunakan.

Di antara pemasok saat ini ada yang merupakan pemasok besar, dan sebagian besar lainnya merupakan pemasok skala mikro/kecil. Ini bisa menjadi pertarungan bebas antara industri nasional pemasok pasar modern, UMKM dan pedagang pasar menghadapi pasar modern.

Pemasok besar lebih mudah untuk bernegosiasi dengan swalayan, sementara pelaku pasar yang terdiri dari industri nasional pemasok pasar modern, UMKM & pedagang pasar semakin kecil kesempatan untuk bersaing dengan para pasar modern tersebut, bila pasal revisi ini diberlakukan. Apabila trading term B2B dibebaskan dan klausulnya mencekik, industri nasional akan merugi.

Pilihannya adalah tetap berjualan di modern trade tapi perlahan-lahan usaha akan mati, atau memilih keluar & kehilangan tempat berjualan, di mana modern trade sekarang semakin merajalela menguasai pasar dan menghimpit keberadaan pasar tradisional. Alhasil industri nasional menjadi kerdil karena tidak tahu lagi harus berjualan di mana.

"Menyikapi kemelut mengenai permendag ini, pemerintah harus ikut dalam menyelesaikan kemelut ini. Bukan hanya sebagai pembuat regulasi dan menjadi penengah tetapi pemerintah juga wajib turun tangan membantu industri nasional pemasok pasar modern, UMKM dan pedagang pasar agar lebih mempunyai bargain power dalam menghadapi pasar modern," kata Koordinator Aliansi 14 Asosiasi Pemasok, Yeane Liem.



Dia berharap, regulasi yang dibuat oleh negara mampu menumbuhkan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), pemasok pasar modern, dan pedagang pasar. Dan Permendag yang mempunyai kepastian hukum ini akan mendukung tumbuhnya iklim investasi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

"Oleh karena itu kami dari Aliansi Pemasok meminta Permendag No 23 Tahun 2021 tetap dipertahankan demi terciptanya bisnis yang seimbang dan berkeadilan,” pintanya.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1293 seconds (0.1#10.140)