Ekonom: Assessment Stimulus Ojol Harus Obyektif, Jangan Memberatkan

Senin, 13 April 2020 - 17:18 WIB
loading...
Ekonom: Assessment Stimulus...
Rencana pemberian relaksasi kredit bagi pelaku sektor informal, antara lain mitra pengemudi transportasi daring dan UKM, pada kenyataannya belum berjalan mulus. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Rencana pemberian relaksasi kredit bagi pelaku sektor informal, antara lain mitra pengemudi transportasi daring dan UKM, pada kenyataannya belum berjalan mulus. Nasabah pun mempertanyakan niat baik perusahaan pembiayaan dalam menerjemahkan perintah Presiden untuk sungguh-sungguh meringankan beban hidup mereka yang terdampak pandemi Covid-19.

Salah satu persyaratan yang diterapkan oleh perusahaan pembiayaan adalah diharuskannya nasabah perusahaan pembiayaan untuk membayar sejumlah biaya yang merupakan sebagian angsuran/bunga mereka jika permohonan restrukturisasi kredit disetujui. Dimana persyaratan ini memberatkan di tengah situasi pandemi dan ekonomi yang melemah.

Salah satu perusahaan pembiayaan yang menerapkan persyaratan serupa adalah Adira Finance, yang menetapkan pembayaran sebagian biaya angsuran sebesar Rp250.000 per kontrak untuk pembiayaan motor bekas, Rp350.000 per kontrak untuk pembiayaan motor baru, Rp1.500.000 per kontrak untuk pembiayaan mobil baru dan Rp1.250.000.000 per kontrak untuk pembiayaan mobil bekas, jika permohonan restrukturisasi kredit yang diajukan nasabahnya disetujui.

Persyaratan ini terpampang di situs resmi perusahaan pembiayaan tersebut, sehingga memunculkan anggapan ini berlaku untuk semua debitur, tanpa adanya assessment sebelumnya.

"Keringanan itu diberikan berdasarkan assessment terhadap nasabah untuk kemudian bisa ditentukan bentuk keringanan yang bisa diberikan. Tapi kalau tidak ada (assessment), ini ‘kan tidak obyektif. Hal yang seperti ini perlu dipantau oleh OJK agar bisa dipastikan stimulus dari pemerintah itu dilaksanakan dengan benar dan efektif," terang Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal.

Lebih lanjut menurut Faisal, karena kebijakan stimulus ini adalah aturan baru, maka terdapat celah untuk perusahaan pembiayaan untuk tidak mematuhinya. Karenanya dia menghimbau OJK untuk memantau pelaksanananya serta membuka opsirewarddanpunishment, jika perlu, terhadap mereka yang tidak mematuhinya.

Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa sektor informal, baik transportasi daring ataupun UMKM, merupakan sektor yang menyerap paling banyak tenaga kerja saat ini sehingga keberadaan pelaku di sektor informal ini menjadi sangat vital bagi perekonomian nasional. Faisal mencatat penyerapan tenaga kerja di UMKM mencapai 99% dari jumlah tenaga kerja yang ada saat ini.

"Penyerapan tenaga kerja di sektor informal yang besar ini menunjukkan ketidakmampuan pemerintah untuk menyediakan lapangan kerja di sektor formal. Jika lapangan kerja di sektor formal tidak didapat, lalu pekerjaan di sektor informal pun semakin sulit, dikhawatirkan tingkat pengangguran dan kemiskinan akan meningkat. Jadi tingkat urgensinya tinggi, sektor informal ini adalah yang dipastikan harus mendapat stimulus pemerintah," tukasnya.

Faisal menyarankan ada kerja sama antara perusahaan jasa transportasi daring dengan pihak perusahaan pembiayaan untuk membahas pemberian keringanan bagi mitra pengemudinya.

Di kesempatan berbeda, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI)Suwandi Wiratno mengatakan, jika pihak asosiasi dengan difasilitasi oleh OJK sudah mencoba melakukan pembicaraan dengan pihak Gojek maupun Grab untuk membahas masalah pemberian keringanan ini.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2185 seconds (0.1#10.140)