Selamatkan Garuda Indonesia, Pengamat Penerbangan Minta Semua Pihak Satu Bahasa

Kamis, 11 November 2021 - 19:25 WIB
loading...
Selamatkan Garuda Indonesia,...
Opsi penutupan maskapai Garuda Indonesia sepertinya sudah tidak bisa dihindarkan lagi. Pengamat Penerbangan mengingatkan, agar semua pihak satu bahasa dan bisa melihat realita. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Opsi penutupan maskapai Garuda Indonesia sepertinya sudah tidak bisa dihindarkan lagi. Pasalnya Pengamat Penerbangan , Ziva Narendra Arifin mengatakan, kondisi keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) sudah merugi sejak sebelum pandemi Covid-19 melanda.

Sebagai informasi, kondisi terbaru Garuda Indonesia saat ini mengalami defisit neraca keuangan sebesar USD 2,8 miliar atau setara Rp39 triliun (Kurs 14.000 per USD). Dengan demikian, emiten penerbangan pelat merah dinyatakan bangkrut secara teknikal (technically bankrupt).



Maka guna menyelamatkan Garuda Indonesia , Ziva menerangkan ada beberapa hal yang harus dilakukan saat ini. Pertama adalah seluruh stakeholder harus sepakati posisi titik nol kondisi keuangan saat ini. Semua harus punya pemahaman yang sama dimana titik start sekarang untuk melangkah.

"Karena walaupun angka-angka semua sudah terbukti, tapi belum semuanya kompak. Masih saja ada wacana yang mempertahankan rute dan yang memangkas rute. Jadi semua harus siap menerima realita sekarang dan perlu satu bahasa untuk semua pihak bicara," ujar Ziva dalam live IDX Channel di Jakarta, Kamis (11/11/2021).

Kemudian dia juga mengatakan, optimalisasi armada dan rute maskapai harus dilakukan. Karena itu mau tidak mau pengurangan pesawat badan lebar, berbagai rute, juga pesawat badan kecil terpaksa harus dipotong. Tujuannya supaya Boeing 737 bisa beroperasi optimal di tanah air. "Walaupun pasti akan ada pro kontra tapi ini harus untuk efisiensi," katanya.



Kemudian menurut dia strategi bisnis yang diterapkan harus menggunakan prinsip low budget walaupun konsepnya flag carrier. Seperti leasing pesawat yang biayanya besar bahkan lebih besar daripada maskapai yang mengoperasikan jenis pesawat yang sama.

"Jadi artinya dari sisi strategi pengelolaan keuangannya kurang praktis dan banyak pengeluaran yang sifatnya kecil tapi banyak. Seperti transportasi kru, sewa jasa pihak ketiga, itu besar sekali biayanya," ujar Ziva Narendra.

Sedangkan faktor eksternal atau pandemi Covid-19, katanya, hanya menambah beban maskapai penerbangan nasional ini sebesar 15% - 20%.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1766 seconds (0.1#10.140)