Biaya Sewa Pesawat Termahal di Dunia, Bos Garuda Akui Ada Kekeliruan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Manajemen maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengakui sejak awal permasalahan bunga biaya sewa pesawat sudah diketahui. Perkara itu pun langsung didiskusikan antara manajemen dan lessor.
Meski begitu, lessor berhasil mematok bunga sewa pesawat Garuda Indonesia hingga mencapai 24,7 persen atau empat kali lipat, dan ini paling tinggi di dunia.
"Dari awal kami bergabung dan melihat, di hari pertama juga kami melihat ini ada problem (sewa pesawat) ini harus dibicarakan. Karena ini very serious karena kita nomor satu paling tinggi," ujar Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, Jumat (12/11/2021).
Pada awal pembicaraan kedua pihak, perusahaan penyewa justru mempertegas patokan bunga sewa yang diberikan kepada maskapai penerbangan pelat merah itu. Di mana, bunga yang diberikan untuk memperoleh keuntungan bisnis.
"Memang pertanyaan atau diskusi atau tanya jawab yang kami lakukan, mereka (lessor) mengatakan kalau orang lain jual harvard Rp1 miliar dan Anda jual Rp2 miliar, ya pantas dong saya sewa ke Anda 2 kali lipat," kata Irfan menyontohkan.
Namun, sejak 2012-2014 masing-masing pesawat yang sudah disewakan lessor tidak dikenakan bunga. Emiten dengan kode saham GIAA justru membayar sewa bulanan dengan jangka waktu sewa selama 8-12 tahun lamanya.
Irfan enggan merinci secara pasti waktu pemberlakuan bunga sewa pesawat sebesar 24,7 persen yang ditetapkan lessor. Menurut dia, pada 2020 tunggakan manajemen kepada lessor mencapai USD854 juta atau setara Rp12,1 triliun. Nilai itu merupakan harga sewa dan di luar bunga sewa.
"Yang sebenarnya utang beneran belum dibayar itu USD854 juta, di mana USD 854 juta ini sewa yang kami tidak bayar, tidak dikenakan bunga sama sekali. Yang utang USD854 juta ini sewa pesawat bulanan yang kita tidak bayar, jadi seperti sudah tertunggak, jadi tidak ada isu soal bunga. Jadi USD854 juta ini di tahun 2020," paparnya.
Meski tak membayar tunggakan, Irfan dan timnya tak kehilangan akal. Pada Januari 2021 lalu, mereka berhasil bernegosiasi dengan sejumlah lessor untuk menurunkan harga sewa pesawat, tetapi lagi dan lagi tidak dibayarkan.
"Kita sempat melakukan negosiasi terhadap sewa pesawat, jadi ada penumpang sekitar 20-30 persen. Di Januari 2021, sudah turun harga sewa pesawatnya, tetap tidak kita bayar sewa pesawat sampai sekarang," tuturnya.
Meski begitu, lessor berhasil mematok bunga sewa pesawat Garuda Indonesia hingga mencapai 24,7 persen atau empat kali lipat, dan ini paling tinggi di dunia.
"Dari awal kami bergabung dan melihat, di hari pertama juga kami melihat ini ada problem (sewa pesawat) ini harus dibicarakan. Karena ini very serious karena kita nomor satu paling tinggi," ujar Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, Jumat (12/11/2021).
Pada awal pembicaraan kedua pihak, perusahaan penyewa justru mempertegas patokan bunga sewa yang diberikan kepada maskapai penerbangan pelat merah itu. Di mana, bunga yang diberikan untuk memperoleh keuntungan bisnis.
"Memang pertanyaan atau diskusi atau tanya jawab yang kami lakukan, mereka (lessor) mengatakan kalau orang lain jual harvard Rp1 miliar dan Anda jual Rp2 miliar, ya pantas dong saya sewa ke Anda 2 kali lipat," kata Irfan menyontohkan.
Namun, sejak 2012-2014 masing-masing pesawat yang sudah disewakan lessor tidak dikenakan bunga. Emiten dengan kode saham GIAA justru membayar sewa bulanan dengan jangka waktu sewa selama 8-12 tahun lamanya.
Irfan enggan merinci secara pasti waktu pemberlakuan bunga sewa pesawat sebesar 24,7 persen yang ditetapkan lessor. Menurut dia, pada 2020 tunggakan manajemen kepada lessor mencapai USD854 juta atau setara Rp12,1 triliun. Nilai itu merupakan harga sewa dan di luar bunga sewa.
"Yang sebenarnya utang beneran belum dibayar itu USD854 juta, di mana USD 854 juta ini sewa yang kami tidak bayar, tidak dikenakan bunga sama sekali. Yang utang USD854 juta ini sewa pesawat bulanan yang kita tidak bayar, jadi seperti sudah tertunggak, jadi tidak ada isu soal bunga. Jadi USD854 juta ini di tahun 2020," paparnya.
Meski tak membayar tunggakan, Irfan dan timnya tak kehilangan akal. Pada Januari 2021 lalu, mereka berhasil bernegosiasi dengan sejumlah lessor untuk menurunkan harga sewa pesawat, tetapi lagi dan lagi tidak dibayarkan.
"Kita sempat melakukan negosiasi terhadap sewa pesawat, jadi ada penumpang sekitar 20-30 persen. Di Januari 2021, sudah turun harga sewa pesawatnya, tetap tidak kita bayar sewa pesawat sampai sekarang," tuturnya.
(ind)