Ekspor Cangkang Sawit Terdongkrak Kebijakan Energi Jepang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengusaha Indonesia kembali membukukan potensi transaksi cangkang sawit untuk diekspor ke Jepang senilai USD12 juta atau Rp170 miliar per tahun (kurs Rp14.200). Ekspor itu tentu akan berdampak pada neraca perdagangan.
“Untuk menjaga surplus neraca perdagangan, pemerintah terus berupaya mengembangkan produk dan komoditas berpotensi ekspor di pasar global. Salah satunya adalah cangkang sawit,” kata Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Didi Sumedi, dikutip dari keterangan resmi, Minggu (28/11/2021).
Jepang saat ini merupakan pasar terbesar bagi cangkang sawit dan diperkirakan akan terus menjadi pasar utama. Penyebabnya, kebijakan Jepang yang menetapkan 24% pemenuhan energi pada 2030 harus berasal dari energi baru dan terbarukan.
Direktur Kerja Sama Pengembangan Ekspor Kemendag Marolop Nainggolan menambahkan, Kemendag akan terus mendorong peningkatan ekspor cangkang sawit ke Jepang lewat kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan.
“Ditjen Pengembangan Ekspor Nasional bersama Japan External Trade Organization berupaya mempertahankan dan meningkatkan ekspor cangkang sawit ke Jepang,” ungkap Marolop.
Marolop menambahkan, Kemendag mengundang para calon pembeli untuk meninjau langsung gudang dan pabrik pengolahan agar semakin yakin dengan kualitas cangkang sawit Indonesia.
Produksi cangkang sawit dunia sebagian besar berada di Indonesia. Ekspor produk cangkang sawit Indonesia pada Januari-September 2021 telah mencapai USD286 juta, atau meningkat 27,01% dibandingkan dengan periode yang sama pada 2020.
Negara tujuan ekspor utama produk cangkang sawit Indonesia adalah Jepang dengan pangsa sebesar 84,5%, diikuti Thailand, Singapura, Korea Selatan, dan India.
Pasokan cangkang sawit di Indonesia berasal dari Jambi, Riau, Sumatra Barat, Kalimatan Tengah, dan Sumatra Utara. Kompetitor utama Indonesia untuk produk cangkang sawit adalah Malaysia.
Eksportir cangkang sawit Indonesia menghadapi kompetisi yang relatif ketat dengan eksportir Malaysia. Harga cangkang sawit di Malaysia relatif lebih murah dan stabil, sedangkan harga di Indonesia fluktuatif dan cenderung naik akibat bea keluar dan pungutan ekspor, serta kurangnya infrastruktur pendukung.
“Untuk menjaga surplus neraca perdagangan, pemerintah terus berupaya mengembangkan produk dan komoditas berpotensi ekspor di pasar global. Salah satunya adalah cangkang sawit,” kata Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Didi Sumedi, dikutip dari keterangan resmi, Minggu (28/11/2021).
Jepang saat ini merupakan pasar terbesar bagi cangkang sawit dan diperkirakan akan terus menjadi pasar utama. Penyebabnya, kebijakan Jepang yang menetapkan 24% pemenuhan energi pada 2030 harus berasal dari energi baru dan terbarukan.
Direktur Kerja Sama Pengembangan Ekspor Kemendag Marolop Nainggolan menambahkan, Kemendag akan terus mendorong peningkatan ekspor cangkang sawit ke Jepang lewat kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan.
“Ditjen Pengembangan Ekspor Nasional bersama Japan External Trade Organization berupaya mempertahankan dan meningkatkan ekspor cangkang sawit ke Jepang,” ungkap Marolop.
Marolop menambahkan, Kemendag mengundang para calon pembeli untuk meninjau langsung gudang dan pabrik pengolahan agar semakin yakin dengan kualitas cangkang sawit Indonesia.
Produksi cangkang sawit dunia sebagian besar berada di Indonesia. Ekspor produk cangkang sawit Indonesia pada Januari-September 2021 telah mencapai USD286 juta, atau meningkat 27,01% dibandingkan dengan periode yang sama pada 2020.
Negara tujuan ekspor utama produk cangkang sawit Indonesia adalah Jepang dengan pangsa sebesar 84,5%, diikuti Thailand, Singapura, Korea Selatan, dan India.
Pasokan cangkang sawit di Indonesia berasal dari Jambi, Riau, Sumatra Barat, Kalimatan Tengah, dan Sumatra Utara. Kompetitor utama Indonesia untuk produk cangkang sawit adalah Malaysia.
Eksportir cangkang sawit Indonesia menghadapi kompetisi yang relatif ketat dengan eksportir Malaysia. Harga cangkang sawit di Malaysia relatif lebih murah dan stabil, sedangkan harga di Indonesia fluktuatif dan cenderung naik akibat bea keluar dan pungutan ekspor, serta kurangnya infrastruktur pendukung.
(uka)