Tak Berubah Sejak 2017, Harga LPG Harusnya Sudah Naik Ikuti Harga Minyak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harga minyak dunia terus mengalami kenaikan sepanjang tahun ini, bahkan di Oktober 2021 mencatat rekor tertinggi dalam 2 tahun terakhir. Kenaikan harga minyak ini otomatis diikuti oleh terkoreksinya harga LPG yang menggunakan CP Aramco sebagai harga acuan global.
Terkait perkembangan ini, Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan menilai sudah seharusnya harga LPG nonsubsidi direvisi mengikuti perkembangan harga minyak dunia. Mamit mencatat, sejak tahun 2017 belum pernah ada penyesuaian harga LPG nonsubsidi, sementara harga belinya makin mahal.
"Belum lagi kurs rupiah yang terdepresiasi oleh dolar AS (USD). Hal ini membuat beban Pertamina semakin berat," ujar Mamit Setiawan dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/12/21).
Berdasarkan data, kata Mamit, di tahun 2017 harga LPG berdasarkan CP Aramco berada di angka USD578 per MT dengan kurs Rp13.450 per USD. Sementara, harga LPG berdasarkan CP Aramco pada November 2021 sudah naik menjadi USD847 per MT dengan kurs Rp14.200 per USD. "Jadi kenaikannya sudah mencapai 78% dari tahun 2017 lalu. Sementara harga LPG nonsubsidi masih tak berubah," ujarnya.
Mamit mengatakan, kendati pangsa pasar LPG nonsubsidi saat ini hanya 7,5% dari total penjualan LPG Pertamina, akan tetapi kenaikan harga ini menurutnya sangat berdampak terhadap keuangan BUMN migas tersebut. Pasalnya, selisih harga beli dan jua yang begitu besar.
"Karena ini LPG nonsubsidi, seharusnya mengikuti harga pasar yang berlaku. Sama seperti BBM yang dijual oleh SPBU swasta yang menyesuaikan dengan naik turunnya harga minyak dunia," tuturnya.
Dia juga menyoroti bahwa LPG nonsubsidi penggunanya adalah golongan menengah ke atas. Hal ini, tegas dia, sama saja Pertamina menyubsidi LPG untuk golongan mampu. "Jadi secara konsep ini sudah salah. Subsidi harusnya diberikan kepada masyarakat tidak mampu," cetusnya.
Karena itu, Mamit menilai sudah saatnya adanya penyesuaian harga untuk LPG ukuran 5,5 kg dan 12 kg nonsubsidi. Terlebih, imbuh dia, harga LPG di Indonesia saat ini jauh lebih murah jika dibandingkan dengan sejumlah negara tetangga.
"Untuk Vietnam, harga LPG per November 2021 adalah sebesar Rp23.000 per kg, Filipina Rp26.000 per kg dan Singapura Rp31.000 per kgnya. Sementara Indonesia berada di level Rp11.500 per kg," paparnya.
Lebih lanjut, Mamit mengatakan bahwa penyesuaian harga LPG bisa mendorong penggunaan kompor induksi di masyarakat sesuai dengan program dari pemerintah dan PLN.
Kendatu demikian, Mamit berharap jika kenaikan harga LPG nonsubsidi disetujui, maka besarannya tetap tidak terlalu tinggi agar tidak memberatkan masyarakat. "Saya kira kenaikan di Rp2.000 per kg masih bisa diterima oleh para pengguna LPG nonsubsidi yang merupakan masyarakat golongan menengah ke atas. Jadi tidak akan ada gejolak terkait kenaikan harga LPG nonsubsidi ini," pungkasnya.
Terkait perkembangan ini, Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan menilai sudah seharusnya harga LPG nonsubsidi direvisi mengikuti perkembangan harga minyak dunia. Mamit mencatat, sejak tahun 2017 belum pernah ada penyesuaian harga LPG nonsubsidi, sementara harga belinya makin mahal.
"Belum lagi kurs rupiah yang terdepresiasi oleh dolar AS (USD). Hal ini membuat beban Pertamina semakin berat," ujar Mamit Setiawan dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/12/21).
Berdasarkan data, kata Mamit, di tahun 2017 harga LPG berdasarkan CP Aramco berada di angka USD578 per MT dengan kurs Rp13.450 per USD. Sementara, harga LPG berdasarkan CP Aramco pada November 2021 sudah naik menjadi USD847 per MT dengan kurs Rp14.200 per USD. "Jadi kenaikannya sudah mencapai 78% dari tahun 2017 lalu. Sementara harga LPG nonsubsidi masih tak berubah," ujarnya.
Mamit mengatakan, kendati pangsa pasar LPG nonsubsidi saat ini hanya 7,5% dari total penjualan LPG Pertamina, akan tetapi kenaikan harga ini menurutnya sangat berdampak terhadap keuangan BUMN migas tersebut. Pasalnya, selisih harga beli dan jua yang begitu besar.
"Karena ini LPG nonsubsidi, seharusnya mengikuti harga pasar yang berlaku. Sama seperti BBM yang dijual oleh SPBU swasta yang menyesuaikan dengan naik turunnya harga minyak dunia," tuturnya.
Dia juga menyoroti bahwa LPG nonsubsidi penggunanya adalah golongan menengah ke atas. Hal ini, tegas dia, sama saja Pertamina menyubsidi LPG untuk golongan mampu. "Jadi secara konsep ini sudah salah. Subsidi harusnya diberikan kepada masyarakat tidak mampu," cetusnya.
Karena itu, Mamit menilai sudah saatnya adanya penyesuaian harga untuk LPG ukuran 5,5 kg dan 12 kg nonsubsidi. Terlebih, imbuh dia, harga LPG di Indonesia saat ini jauh lebih murah jika dibandingkan dengan sejumlah negara tetangga.
"Untuk Vietnam, harga LPG per November 2021 adalah sebesar Rp23.000 per kg, Filipina Rp26.000 per kg dan Singapura Rp31.000 per kgnya. Sementara Indonesia berada di level Rp11.500 per kg," paparnya.
Lebih lanjut, Mamit mengatakan bahwa penyesuaian harga LPG bisa mendorong penggunaan kompor induksi di masyarakat sesuai dengan program dari pemerintah dan PLN.
Kendatu demikian, Mamit berharap jika kenaikan harga LPG nonsubsidi disetujui, maka besarannya tetap tidak terlalu tinggi agar tidak memberatkan masyarakat. "Saya kira kenaikan di Rp2.000 per kg masih bisa diterima oleh para pengguna LPG nonsubsidi yang merupakan masyarakat golongan menengah ke atas. Jadi tidak akan ada gejolak terkait kenaikan harga LPG nonsubsidi ini," pungkasnya.
(fai)