7 Penyebab Raksasa Migas Asing Hengkang dari Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hengkangnya ConocoPhilips dari Blok Corridor, Sumatera Selatan, menambah daftar panjang perusahaan migas asing yang memutuskan pergi dari Indonesia. Situasi ini menjadi sorotan karena perusahaan tersebut memilih negara lain ketimbang Indonesia yang lebih kaya sumber daya alam.
Mungkinkah investasi hulu migas sudah tidak menarik lagi sehingga raksasa asing tersebut memilih tidak melanjutkan kontrak? Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan membeberkan alasan investor besar di hulu migas keluar dari Indonesia.
"Pertama, memang sejauh ini investor kita belum mendapatkan kepastian hukum untuk berbisnis di Indonesia, mengingat sampai saat ini revisi UU Migas No. 22 Tahun 2001 tak kunjung selesai juga. Padahal ini merupakan salah satu kunci dalam menarik investor," katanya kepada MNC Portal Indonesia, Senin (13/12/2021).
Lalu kedua, perizinan berinvestasi di Indonesia begitu rumit. Ada kurang lebih 146 perizinan dari berbagi kementerian dan lembaga untuk berinvestasi di hulu migas. Hal ini dinilai membingungkan dan membuang waktu investor untuk menanamkan modalnya.
Ketiga, lanjut Mamit, berdasarkan data dari Wood Mackenzie, daya tarik kebijakan fiskal Indonesia masih sangat rendah dan di bawah negara tetangga Malaysia.
"Skor kita di angka 2,4 sedangkan Malaysia 3,3. Perlu adanya kebijakan fiskal yang menarik dan lebih atraktif agar investasi di hulu migas bisa semakin tinggi," katanya.
Keempat terkait dengan permasalahan lahan. Menurut Mamit, pembebasan lahan yang sulit dan lama bisa menyebabkan investor malas untuk berinvestasi.
Kelima, isu sosial di masyarakat. Banyak isu sosial yang terjadi di masyarakat membuat investor khawatir akan keamanan bisnis mereka.
"Keenam, tidak konsistennya pemerintah dalam menghargai kontrak. Sanctity contract bagi investor besar saya kira sangat penting. Jangan sebentar-sebentar kebijakan kita berubah-ubah," katanya.
Dan yang terakhir, mengingat saat ini lapangan migas Indonesia berlokasi banyak di Indonesia Timur dan laut dalam, maka dibutuhkan investasi sangat yang besar. Investasi hulu migas sendiri berisiko tinggi dan memakan banyak biaya, sehingga turut jadi perhitungan bagi investor.
"Dibutuhkan solusi konkret atas masalah-masalah tersebut, seperti memberi kepastian hukum, menerapkan kebijakan fiskal yang menarik untuk investor serta mengedepankan asas kesakralan kontrak," tandasnya.
Lihat Juga: Ikut Partisipasi pada Pameran SINOX 01, Hulu Migas Komitmen Perluas Dukungan di Lingkungan Akademik
Mungkinkah investasi hulu migas sudah tidak menarik lagi sehingga raksasa asing tersebut memilih tidak melanjutkan kontrak? Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan membeberkan alasan investor besar di hulu migas keluar dari Indonesia.
"Pertama, memang sejauh ini investor kita belum mendapatkan kepastian hukum untuk berbisnis di Indonesia, mengingat sampai saat ini revisi UU Migas No. 22 Tahun 2001 tak kunjung selesai juga. Padahal ini merupakan salah satu kunci dalam menarik investor," katanya kepada MNC Portal Indonesia, Senin (13/12/2021).
Lalu kedua, perizinan berinvestasi di Indonesia begitu rumit. Ada kurang lebih 146 perizinan dari berbagi kementerian dan lembaga untuk berinvestasi di hulu migas. Hal ini dinilai membingungkan dan membuang waktu investor untuk menanamkan modalnya.
Ketiga, lanjut Mamit, berdasarkan data dari Wood Mackenzie, daya tarik kebijakan fiskal Indonesia masih sangat rendah dan di bawah negara tetangga Malaysia.
"Skor kita di angka 2,4 sedangkan Malaysia 3,3. Perlu adanya kebijakan fiskal yang menarik dan lebih atraktif agar investasi di hulu migas bisa semakin tinggi," katanya.
Keempat terkait dengan permasalahan lahan. Menurut Mamit, pembebasan lahan yang sulit dan lama bisa menyebabkan investor malas untuk berinvestasi.
Kelima, isu sosial di masyarakat. Banyak isu sosial yang terjadi di masyarakat membuat investor khawatir akan keamanan bisnis mereka.
"Keenam, tidak konsistennya pemerintah dalam menghargai kontrak. Sanctity contract bagi investor besar saya kira sangat penting. Jangan sebentar-sebentar kebijakan kita berubah-ubah," katanya.
Dan yang terakhir, mengingat saat ini lapangan migas Indonesia berlokasi banyak di Indonesia Timur dan laut dalam, maka dibutuhkan investasi sangat yang besar. Investasi hulu migas sendiri berisiko tinggi dan memakan banyak biaya, sehingga turut jadi perhitungan bagi investor.
"Dibutuhkan solusi konkret atas masalah-masalah tersebut, seperti memberi kepastian hukum, menerapkan kebijakan fiskal yang menarik untuk investor serta mengedepankan asas kesakralan kontrak," tandasnya.
Lihat Juga: Ikut Partisipasi pada Pameran SINOX 01, Hulu Migas Komitmen Perluas Dukungan di Lingkungan Akademik
(uka)