Butuh Rp99,9 Triliun, Pabrik Baterai Holding BUMN Belum Jelas

Jum'at, 14 Januari 2022 - 06:52 WIB
loading...
Butuh Rp99,9 Triliun, Pabrik Baterai Holding BUMN Belum Jelas
SPKLU kendaraan listrik di kawasan jalan Fatmawati Jakarta Selatan. Foto/Dok.MPI
A A A
JAKARTA - Rencana pemerintah melalui Indonesia Battery Corporation (IBC) yang terdiri atas empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk membangun pabrik baterai kendaraan listrik hingga kini belum jelas. Salah satu yang menjadi kendala adalah investasi yang dibutuhkan mencapai USD7 miliar (Rp99,9 triliun dengan kurs Rp14.275 per dolar AS).

Pabrik baterai kendaraan listrik ini digadang-gadang akan dibangun oleh empat BUMN yakni Industri Pertambangan Mind ID (Inalum), PT Aneka Tambang, Tbk. (Antam), PT Pertamina (Persero), dan PT PLN (Persero) dengan komposisi saham masing-masing sebesar 25%. "Membangun pabrik baterai perlu USD7 miliar, siapa yang punya duit? Untuk supply chain baterai, membangun ekosistemnya butuh lima tahun," ungkap Wakil Menteri BUMN Pahala Nugraha Mansury saat berbincang dengan perwakilan media massa nasional di Kantor Kementerian BUMN, Rabu (12/1/2021) malam.



Dia memberikan ilustrasi, apabila dibangun tahun ini, pabrik baterai baru bisa beroperasi pada 2026 mendatang. Karenanya, lanjut Pahala, ekosistem kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KLBB ) dibangun pelan-pelan. “Dari mining ke hilir kalau 2022 (dibangun) baru jadi di 2026 paling cepat. Jadi tidak bisa berpikir linear, bangun baterai dulu baru kembangkan motor, mobil, sudah ketinggalan. Orang sudah mau ke bulan, kita baru mau investasi di motor,” paparnya.

Sembari menyiapkan ekosistem tersebut, langkah yang dinilai paling strategis adalah mengimpor sel baterai, kemudian dirakit di dalam negeri untuk menjadi battery pack. “Kita kembangkan juga motor listriknya,” tuturnya. Menurut Pahala, pemerintah terus mendorong ekosistem elektrifikasi seperti mobil listrik, kompor listrik hingga motor listrik. Hal itu dilakukan untuk mencapai target dekarbonisasi sesuai dengan komitmen pemerintah Indonesia dalam The 26th UN Climate Change Conference of the Parties (COP26 ) di Glasgow, Skotlandia, pada November 2021 silam. “Mendorong penggunaan electric vehicle, motor paling masuk akal,” ucapnya.



Salah satu alasannya, penggunaan kendaraan listrik roda dua lebih ekonomis. Terlebih jika digunakan untuk menunjang kegiatan pekerjaan atau berusaha. “Untuk mengisi baterai kendaraan roda dua listrik butuh waktu sekitarempatjam untuk pemakaian 50 kilometer,” katanya. Dari sisi keekonomian, lanjut Pahala, akan lebih ekonomis, termasuk saat digunakan untuk mobilitas dan bekerja seperti transportasi berbasis daring. “Kita akan besarkan Gesits,” lanjut Pahala.

Gesits merupakan motor listrik yang menggendong dapur pacu baterai Li-NCM 72 Volt 20 Ampere Hour (AH) yang diletakkan di bagasi. Tenaga puncak yang dapat dihasilkan mencapai 6,8 PS, setara dengan motor bensin bermesin 110 cc.Gesits merupakan motor listrik yang diproduksi oleh PT Wika Industri Manufaktur (WIMA), perusahaan patungan PT Wijaya Karya Industri & Konstruksi dengan PT GESITS Technologies Indo. Motor listrik itu diproduksi di pabrik PT Wika Industri dan Konstruksi di Gunung Putri Bogor dengan kapasitas produksi 50.000 unit per tahun.



Adapun industri automotif nasional yang tergabung dalam Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menilai, harga kendaraan listrik yang masih mahal menjadi tantangan yang harus dihadapi para pemangku kepentingan dalam memacu ekosistem kendaraan listrik di Tanah Air. Dari catatan Gaikindo, penjualan mobil battery electric vehicle(BEV) pada periode Januari-November 2021 hanya 675 unit. Adapun plug-in hybrid electric vehicles (PHEV ) hanya 46 unit. (Anton C)
(dar)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2757 seconds (0.1#10.140)