Fenomena Flexing, Pakar Ungkap Motif di Balik Perilaku Pamer Kekayaan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Makin kaya makin riya. Itulah fenomena yang menjangkiti masyarakat masa kini, terlebih dengan masifnya penggunaan internet dan media sosial (medsos) .
Pamer kekayaan bahkan menjadi salah satu konten yang cukup populer dan banyak diunggah di dunia maya. Ironisnya lagi, dengan teknologi pengedit foto dan video yang makin canggih, seseorang yang dalam kesehariannya mungkin biasa saja bisa menampilkan foto bak sultan yang keren dan kaya raya. Menaikkan derajat sosial alias pansos (panjat sosial) menjadi salah satu alasannya.
Akademisi yang juga Pendiri Yayasan Rumah Perubahan Rhenald Kasali mengatakan, semakin kaya seseorang, maka akan semakin diam atau tidak memamerkan kekayaan. Namun, saat ini begitu banyak orang yang suka pamer kekayaan.
“Salah satu pepatah yang saya ingat adalah poverty screams, but wealth whispers. Jadi benar sekali bahwa orang-orang yang kaya itu tidak berisik, agak malu membicarakan tentang kekayaan,” kata Rhenald seperti dikutip dari akun Youtube pribadinya, Jumat (21/1/2022).
Rhenald yang juga pakar manajemen itu menjelaskan, fenomena ini dikenal dengan istilah flexing. Dalam konteks perilaku konsumen, dikenal teori Conspicuous Consumption yakni pembelian barang atau jasa yang dilakukan untuk menunjukkan kekayaan seseorang.
Menurut dia, orang yang benar-benar kaya tidak akan melakukan hal tersebut. Bahkan, akan cenderung semakin menjaga privasinya.
“Jadi agak malu membicarakan tentang kekayaan. Kalau orang-orang masih melihat label harga atau mempersoalkan uang, biasanya mereka belum kaya. Jadi, orang kaya itu biasanya diam-diam saja lah,” tukasnya.
Bahkan, dia mengaku seringkali was-was jika bertemu seseorang di tempat umum seperti di pesawat. Di mana, Rhenald khawatir orang tersebut mungkin salah satu orang terkaya di dunia.
“Kalau saya naik pesawat, saya suka menebak-nebak siapa yang duduk di sebelah saya. Semakin sederhana, semakin saya was-was. Jangan-jangan ini orang terkaya di dunia ini, di sebelah saya,” tuturnya.
Lebih lanjut, Rhenald menguraikan bahwa flexing dapat dilakukan karena beberapa kebutuhan, mulai dari agar dilihat mampu hingga keinginan mendapatkan pasangan.
“Pertama, agar dilihat mampu oleh orang lain. Hal ini bisa dalam hal pekerjaan. Kedua, untuk menunjukkan kredibilitas atas suatu kemampuan. Di mana, dalam hal ini yang dipamerkan bukanlah harta kekayaan. Ketiga, untuk mendapatkan pasangan dengan level keuangan ‘sultan’,” bebernya.
Pamer kekayaan bahkan menjadi salah satu konten yang cukup populer dan banyak diunggah di dunia maya. Ironisnya lagi, dengan teknologi pengedit foto dan video yang makin canggih, seseorang yang dalam kesehariannya mungkin biasa saja bisa menampilkan foto bak sultan yang keren dan kaya raya. Menaikkan derajat sosial alias pansos (panjat sosial) menjadi salah satu alasannya.
Akademisi yang juga Pendiri Yayasan Rumah Perubahan Rhenald Kasali mengatakan, semakin kaya seseorang, maka akan semakin diam atau tidak memamerkan kekayaan. Namun, saat ini begitu banyak orang yang suka pamer kekayaan.
“Salah satu pepatah yang saya ingat adalah poverty screams, but wealth whispers. Jadi benar sekali bahwa orang-orang yang kaya itu tidak berisik, agak malu membicarakan tentang kekayaan,” kata Rhenald seperti dikutip dari akun Youtube pribadinya, Jumat (21/1/2022).
Rhenald yang juga pakar manajemen itu menjelaskan, fenomena ini dikenal dengan istilah flexing. Dalam konteks perilaku konsumen, dikenal teori Conspicuous Consumption yakni pembelian barang atau jasa yang dilakukan untuk menunjukkan kekayaan seseorang.
Menurut dia, orang yang benar-benar kaya tidak akan melakukan hal tersebut. Bahkan, akan cenderung semakin menjaga privasinya.
“Jadi agak malu membicarakan tentang kekayaan. Kalau orang-orang masih melihat label harga atau mempersoalkan uang, biasanya mereka belum kaya. Jadi, orang kaya itu biasanya diam-diam saja lah,” tukasnya.
Bahkan, dia mengaku seringkali was-was jika bertemu seseorang di tempat umum seperti di pesawat. Di mana, Rhenald khawatir orang tersebut mungkin salah satu orang terkaya di dunia.
“Kalau saya naik pesawat, saya suka menebak-nebak siapa yang duduk di sebelah saya. Semakin sederhana, semakin saya was-was. Jangan-jangan ini orang terkaya di dunia ini, di sebelah saya,” tuturnya.
Lebih lanjut, Rhenald menguraikan bahwa flexing dapat dilakukan karena beberapa kebutuhan, mulai dari agar dilihat mampu hingga keinginan mendapatkan pasangan.
“Pertama, agar dilihat mampu oleh orang lain. Hal ini bisa dalam hal pekerjaan. Kedua, untuk menunjukkan kredibilitas atas suatu kemampuan. Di mana, dalam hal ini yang dipamerkan bukanlah harta kekayaan. Ketiga, untuk mendapatkan pasangan dengan level keuangan ‘sultan’,” bebernya.
(ind)