Mau Berinvestasi Uang Kripto? Gunakan 'Uang Dingin'

Selasa, 15 Februari 2022 - 05:56 WIB
loading...
Mau Berinvestasi Uang Kripto? Gunakan Uang Dingin
Bijaklah memilih invetasi dengan mengenali risikonya. FOTO/WIN CAHYONO
A A A
JAKARTA - Aneka rupa penawaran investasi yang menjanjikan keuntungan di luar instrumen investassi konvensional telah banyak menelan korban. Untuk itu, Satgas Waspada Investasi (SWI) meminta masyarakat untuk makin berhati-hati dalam membenamkan dananya pada instrumen investasi jenis baru.

Kemajuan teknologi informasi (TI) diakui ikut mendorong lahirnya beragam bentuk investasi. Seperti fenomena non-fungible token(NFT) , aset kripto, danbinary option. Khusus yang terakhir, pemerintah menyebutnya sebagai judi. Salah satu kasus yang tengah ramai dan sampai ke penegak hukum adalah Binomo. Masyarakat yang awam kerap membayangkan keuntungan besar pada instrumen-instrumen investasi baru itu tanpa melihat lebih dalam risiko kerugiannya.

Sejumlah korban mengeluhkan kehilangan uang yang diinvestasikan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) pun terus mengingatkan masyarakat agar berhati-hati berinvestasi. Masyarakat juga harus bijak dan menelusuri rekam jejak perusahaan yang menawarkan investasi karena tak sedikit yang bodong atau belum memenuhi persyaratan yang berlaku di Indonesia.



Ketua SWI Tongam Lumban Tobing menerangkan, satgas terus melakukan edukasi kepada masyarakat melalui berbagai platform, seperti webinar, kuliah umum, media, dan sebagainya. Edukasi sudah dilakukan, tapi masih banyak masyarakat yang tergiur tawaran investasi dengan imbal balik yang tak masuk akal.

SWI, menurut Tongam, melakukan beragam tindakan preventif agar tidak semakin banyak masyarakat yang menjadi korban. Beberapa langkah preventif itu adalah pemantauan terhadap kegiatan investasi ilegal, serta edukasi dan sosialisasi yang berkelanjutan dengan menekankan simplikasi pencegahan keterlibatan masyarakat pada investasi ilegal.

Masyarakat harus melihat dua hal sebelum menginvestasikan dananya, yakni legal dan logis. “Legal artinya masyarakat perlu teliti legalitas lembaga dan produknya. Logis artinya pahami proses bisnis yang ditawarkan, apakah masuk akal dan sesuai dengan kewajaran penawara imbal hasil yang ditawarkan perbankan,” ujarnya, kemarin.

Di sisi lain, SWI juga melakukan tindak represif terhadap investasi ilegal. Tongam menjabarkan beberapa langkah yang dilakukan jika menemukan investasi ilegal. Seperti segera menghentikan aktivitas entitas investasi, mengumumkan kepada masyarakat, mengajukan pemblokiran website dan aplikasi secara rutin kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), serta melaporkan ke Bareskrim Polri untuk penegakkan hukum.

Akan tetapi, dia mengakui bahwa Pemerintah sepertinya kesulitan mendeteksi tawaran investasi ilegal ini karena servernya banyak tersimpan di luar negeri. Kemudian, masalah dari sisi masyarakat adalah mudah tergiur imbal hasil tinggi dalam waktu singkat dan belum paham investasi.

Ketua Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) Teguh Kurniawan Harmanda mengatakan, pihaknya telah mengingatkan masyarakat untuk memahami skema perdagangan mata uang atau aset digital. Masyarakat perlu mewaspadai jika ada aset kripto yang tiba-tiba mengalami kenaikan harga padahal kondisi pasarnya sedang lesu.



Dia menambahkan, para pemilik aset kripto yang baru tidak sekadar melakukan investasi mengikuti tren di masyarakat, tapi juga memahami bahwa adanya penurunan pada sejumlah aset kripto adalah hal yang wajar. Menurut Manda, sapaan akrab Harmanda, masyarakat harus mencoba mengulik bagaimana nilai suatu aset kripto lewat kinerjanya atau belajar melihat pergerakan pasar kripto secara keseluruhan.

"Ini sebagai contoh, dalam beberapa bulan terakhir banyak muncul token (aset kripto) yang baru. Lalu semua harganya naik karena tren, saat ini marketnya turun, bahkan aset yang sudah lama ada saja seperti Etherium mengalami penurunan. Bila masih ada aset yang naik itu justru perlu diperhatikan," tambahnya.

Dalam setiap perdagangan aset kripto akan selalu ada disclaimer. Di mana, jika ingin berinvestasi di kripto, investor dapat melihat asumsi dari analisis teknikal. Selain itu, harus memahami analisa teknikal dan strateginya.

"Janganfear of missing out(FOMO), pelajari juga profil aset kripto untuk melihat profil dan fundamentalnya, dipelajariwhitepaperataulitepaper-nya sebagai bahan analisa," tutur Manda.

Mata Uang Legal
Lantas, apa saja yang harus dipersiapkan jika ingin mencoba berinvestasi pada aset kripto? Manda menjelaskan, masyarakat harus mencari platform yang memperdagangkan mata uang kripto secara legal dan sudah terdaftar di Bappebti.

Selain itu, sebaiknya menggunakan 'uang dingin' untuk berinvestasi pada aset kripto. Uang dingin berarti dana yang tidak akan dipakai dalam jangka waktu tertentu. "Hal ini agar arus kas keuangan (cashflow) tidak terganggu. Dengan demikian, dana yang diinvestasikan tidak harus ditarik dalam jangka pendek," lanjutnya.

Terkait keberadaan aset kripto berupa NFT, decentralized finance (DeFi), game & finance (GameFi), dan produk-produk lainnya yang masuk dalam ekosistemblockchainharus disikapi dengan kehati-hatian. Terutama ketika banyaknya aset kripto yang bermunculan dengan memanfaatkan tren.

"Munculnya fenomena NFT seakan memberikan angin segar bagi perkembangan pasar NFT di Indonesia. Selain itu salah satu pendorong masyarakat menjadi tertarik untuk mempelajari NFT beserta ekosistemblockchainlebih dalam karena dianggap bisa mendapatkan pendapatan baru dan memajukan ekonominya. Lalu, karena ramai dibahas di media sosial," ungkapnya.

Meskipun menawarkan berbagai macam keuntungan investasi, namun Manda menekankan, masyarakat harus melakukan riset terlebih dahulu sebelum memutuskan masuk atau membeli sebuah aset kripto.

Di bagian lain, Managing Partner/Owner di PT Aspirasi Indonesia Research Institute Yanuar Rizky mengatakan, tokenisasi merupakan penggabungan antara monetisasi dan sekuritisasi. Monetisasi adalah sebuah proses menjadikan segala sesuatu jadi alat pembayaran yang sah. Selama ini, uang dicetak atas dasar monetisasi cadangan emas menjadi uang koin dan kertas.

“Kritik tajam, monetisasi melupakan dasar pijakannya ke emas. Khususnya, karena munculnya ‘cetak uang’ di sisi neraca bank sentral lawannya bukan cadangan emas, tapi surat utang pemerintah. Makanya, muncul kemudian nilai monetisasi uang itu adalah bentuk lain dari pernyataan utang pemerintah, bukan pernyataan kepemilikan emas bank sentral,” katanya.

Problem lain, kata dia, monetisasi melahirkan uang giral. Yaitu, uang fisik (kartal) yang disimpan masyarakat di bank, dalam rekening. Sehingga uang digital itu akarnya adalah uang kartal yang digitalisasi jadi angka rekening di bank. Kemudian, muncul konsep sekuritisasi aset yang ada di neraca korporasi menjadi surat berharga yang punya nilai.

“Sekuritisasi rekening modal di neraca disebut saham, rekening hutang disebut obligasi, dan aset lainnya disebut efek beragun aset (aset backed securities),” ungkap Chairman di Bejana Investidata Globalindo (BIG) itu.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1545 seconds (0.1#10.140)