UE Terapkan Kebijakan Rantai Pasok Bebas Deforestasi, Bagaimana Peluang Ekspor Produk Kayu RI?

Sabtu, 26 Februari 2022 - 21:13 WIB
loading...
UE Terapkan Kebijakan Rantai Pasok Bebas Deforestasi, Bagaimana Peluang Ekspor Produk Kayu RI?
Duta Besar Indonesia untuk Belgia merangkap Luxemburg dan Uni Eropa Andri Hadi.
A A A
JAKARTA - Uni Eropa akan menerapkan kebijakan rantai pasok bebas deforestasi atau Deforestation-free Supply Chain (DFSC). Kebijakan ini tentu saja akan berpengaruh terhadap peluang ekspor produk kayu asal Indonesia.

Hal ini terungkap saat audiensi Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia (FKMPI) yang beranggotakan APHI, APKI, APKINDO, ISWA, ILWA, ASMINDO dan HIMKI dengan Duta Besar Indonesia untuk Belgia merangkap Luxemburg dan Uni Eropa Andri Hadi dan Duta Besar Indonesia untuk Finlandia dan Estonia Ratu Silvy Gayatri. Audiensi itu dilakukan secara daring Jumat (25/2/2022).

Duta Besar Indonesia untuk Belgia merangkap Luxemburg dan Uni Eropa Andri Hadi mengatakan ekspor produk kayu Indonesia masih punya peluang besar untuk meningkatkan pangsa pasar di UE.

(Baca juga:Bea Cukai Jayapura Layani Ekspor Perdana Produk Kayu Merbau ke Cina)

Peluang itu bisa direalisasikan apabila Indonesia berhasil mempromosikan sertifikat legalitas kayu yang kini bertransformasi menjadi sertifikat kelestarian kayu ke UE. Dengan promosi yang lebih gencar diyakini menjadi keunggulan bagi produk Indonesia menembus pasar UE.

Andri mengungkapkan saat ini UE sudah mengajukan proposal DFSC. Apabila kebijakan itu diterapkan akan mempengaruhi sejumlah komoditas Indonesia, termasuk produk kayu.

Berdasarkan proposal itu, produk yang masuk ke UE harus diproduksi bebas dari deforestasi dengan batas waktu (cut-off date) 31 Desember 2020. Nantinya akan ada proses due diligence yang memperhitungkan geolokasi, penilaian kepatuhan, dan langkah mitigasi yang dilakukan. “Proses due diligence akan memperhatikan peringkat risiko negara asal komoditas yaitu rendah, standar, atau tinggi,” kata Andri.

(Baca juga:Penerapan SVLK Jadi Pintu Masuk Genjot Ekspor Produk Kayu Olahan)

Menurut Andri, pihaknya telah menyampaikan catatan khusus, karena 6 komoditas yang dimasukkan dalam proposal DFSC akan berpengaruh terhadap paling tidak 4 produk unggulan ekspor Indonesia di antaranya kayu, kelapa sawit, kopi dan kakao.

Khusus untuk produk kayu, UE telah memiliki skema FLEGT dan juga sudah menjalin kemitraan sukarela dengan Indonesia (VPA). Indonesia bahkan menjadi satu-satunya negara yang sertifikat produk kayunya (SVLK) sudah disetarakan sebagai FLEGT License.

Andri menambahkan, FLEGT VPA seharusnya menjadi standar untuk memastikan produk kayu yang masuk ke UE berasal dari sumber yang lestari sehingga due diligence harusnya ditiadakan bagi produk yang telah memenuhi sertifikasi SVLK. “Kalau ada yang kurang seharusnya yang dilakukan adalah penguatan FLEGT VPA,” kata dia.

(Baca juga:Kinerja Ekspor Produk Kayu Jawa Timur Tak Terpengaruh Pandemi COVID-19)

Sampai saat ini pasar UE yang totalnya mencapai USD120 miliar masih dikuasai oleh China. Vietnam yang belum punya FLEGT License pun masih ada di peringkat yang lebih baik dari Indonesia yaitu menempati peringkat ke-10.

Andri menyatakan meski belum mendominasi pasar UE, namun kinerja ekspor produk kayu Indonesia terus menunjukkan peningkatan sejak terjalin FLEGT VPA dengan UE. Tahun 2016 ketika FLEGT VPA pertama kali terjalin, ekspor produk kayu Indonesia tercatat senilai 813,5 juta Euro. Nilainya kemudian konsisten naik dan mencapai 1,07 miliar Euro di 2021.

“Produk seperti parket kayu, furnitur, kertas, kayu lapis menunjukan kenaikan lebih dari 20% di tahun 2021 dibandingkan tahun 2022,” katanya.

Menurut Andri masih banyak produk kayu yang ekspornya potensial untuk dioptimalkan. “Dari 44 kode HS produk kayu yang masuk FLEGT VPA, masih ada 19 kode HS yang masih bisa ditingkatkan ekspornya,” katanya.

(Baca juga:Rekomendasi Dongkrak Ekspor Produk Kayu Olahan Indonesia Saat Pandemi)

Dia menyebutkan salah satunya adalah produk kayu untuk kebutuhan bahan bakar (dalam bentuk kayu serpih, pelet atau bentuk lainnya). Hal ini dikarenakan banyak negara UE yang masih memanfaatkan bahan bakar biomassa untuk menggantikan batubara.

Andri juga menyatakan konflik Rusia-Ukraina juga bisa berdampak pada ekspor produk kayu Indonesia. Pasalnya, konflik telah menaikkan harga gas yang berarti banyak negara butuh bahan bakar alternatif.

Di sisi lain, Rusia juga telah mengumumkan untuk menghentikan ekspor kayu gelondongan yang akan membuat banyak industri pengolahan kayu di UE kesulitan bahan baku.

Sementara itu, Ratu Silvy Gayatri mengungkapkan masih banyak potensi yang bisa digarap di pasar Finlandia. “Pasar produk kayu kehutanan di Indonesia masih luas untuk digarap. Kita bisa lakukan berbagai upaya inovatif untuk menggali potensi produk dan kemudian dipromosikan dalam berbagai ajang di Finlandia,” papar Dubes Ratu Silvy.

Ketua FKMPI Indroyono Soesilo mengungkapkan kinerja sektor kehutanan positif di awal 2022. Total ekspor produk kayu pada Januari 2022 sebesar USD1,23 miliar, naik 28,2% dibandingkan Januari 2021.

Untuk wilayah Uni Eropa dan Inggris, ekspor pada Januari 2022 juga tercatat mengalami kenaikan sebesar 29,69% dengan nilai USD104,1 juta dibandingkan dengan catatan pada 2021 sebesar USD80,2 juta.

“FKMPI siap bekerja sama untuk terus meningkatkan ekspor produk kayu ke UE di tengah situasi yang penuh tantangan saat ini,” kata Indroyono yang juga merupakan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) ini.
(dar)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1542 seconds (0.1#10.140)