Harga Pertalite Tidak Naik, Ekonom: Hanya Tepat untuk Jangka Pendek

Jum'at, 11 Maret 2022 - 12:06 WIB
loading...
Harga Pertalite Tidak...
Kebijakan pemerintah untuk menjaga harga Pertalite saat ini dinilai tepat demi menjaga daya belu masyarakat. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Keputusan pemerintah untuk mempertahankan harga Pertalite di tengah gejolak harga minyak dunia dinilai realistis untuk menjaga daya beli masyarakat. Namun, kebijakan tersebut dinilai hanya tepat untuk jangka pendek.

"Kami menilai, dalam jangka pendek, kebijakan ini dapat dilakukan pemerintah untuk menjaga daya beli, namun tidak untuk kebijakan yang bersifat jangka panjang dan setiap tahunnya harus terus disubsidi," ujar Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, Kamis (10/3/2022).



Josua mengatakan, kebijakan penetapan harga BBM harus dilihat dari latar belakang di mana pemerintah berupaya melindungi daya beli masyarakat yang belum benar-benar pulih akibat pandemi Covid-19. Dengan demikian, menjaga inflasi domestik tetap rendah, agar daya beli masyarakat terjaga, menjadi salah satu tujuan dari pemerintah dalam mempertahankan harga Pertalite.

Namun, lanjut Josua, kebijakan subsidi BBM yang dilakukan setiap tahun menjadi kontraproduktif terhadap anggaran, mengingat subsidi BBM merupakan kegiatan konsumtif dan subsidi tersebut cenderung tidak tepat sasaran kepada masyarakat miskin dan menengah ke bawah. Selain itu, disparitas harga yang tinggi berpotensi menimbulkan distorsi pasar dan penyalahgunaan subsidi.

Menurut Josua, ada dua justifikasi dari pemberian subsidi Pertalite dalam jangka pendek saat ini. Pertama, dengan kondisi pandemi Covid-19 banyak masyarakat rentan miskin dan menengah ke bawah yang semakin memburuk kondisi ekonominya di tengah pandemi ini. Kelompok ini cenderung minim mendapatkan program perlindungan sosial dari pemerintah. Dengan demikian, mempertahankan daya beli kelompok ini menjadi penting agar pemulihan ekonomi terjaga.

"Akan tetapi, apabila perekonomian kembali ke level normalnya, pemerintah dapat kembali menyesuaikan kebijakan subsidi BBM ini," katanya.

Justifikasi kedua, lanjut dia, kondisi harga minyak saat ini bisa dikatakan abnormal akibat dampak dari tensi geopolitik yang meningkat yakni perang antara Rusia-Ukraina. Ke depan, peningkatan tensi geopolitik ini diperkirakan kembali mereda dan pada akhirnya akan menurunkan harga minyak mentah dunia kembali ke rata-rata harga jangka panjangnya.

"Di tengah kondisi abnormal ini, pemerintah berupaya untuk menekan dampaknya pada perekonomian domestik dengan memberikan subsidi BBM Pertalite," ucapnya.

Pertalite saat ini memang belum menjadi BBM penugasan. Namun, apabila ke depan akan ditetapkan sebagai BBM penugasan, maka selisih antara biaya produksi dan harga jual penetapan sepenuhnya akan diganti oleh pemerintah.

Akan tetapi, dengan disubsidinya Pertalite, muncul risiko beralihnya konsumsi dari sebelumnya BBM nonsubsidi ke BBM subsidi. Dengan demikian, terdapat potensi kenaikan jumlah konsumsi Pertalite di masa mendatang, apalagi jika disparitas harga cukup tinggi.

"Karena itu upaya kontrol tetap perlu dilakukan melalui pembatasan volume dan konsumsi, agar pemerintah mengetahui apakah terjadi kebocoran atau tidak dalam penyaluran BBM penugasan ini," ujarnya.



Hal senada sebelumnya dikatakan anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya W Yudha. Dia menilai perlu peningkatan pengawasan distribusi BBM ke stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) mengingat adanya disparitas harga Pertalite dengan BBM jenis Pertamax yang lebih mahal.

Untuk diketahui, konsumsi Pertalite dalam dua tahun terakhir terus meningkat. Sepanjang 2021, konsumsi Pertalite mencapai 23 juta Kilo Liter (KL), naik 30% dibandingkan 2020 yang sebedsar 18 juta KL. Tahun ini konsumsi Pertalite diperkirakan bertambah seiring gejolak harga minyak dunia yang menyebabkan kenaikan harga BBM jenis oktan tinggi.

Pertalite dipasok dari PT Kilang Pertamina Internasional (KPI)-Subholding Petrochemical & Refining Pertamina. Sekretaris Perusahaan KPI Ifki Sukarya mengatakan, KPI memasok Pertalite ke PT Pertamina Patra Niaga-Subholding Commercial & Trading Pertamina sesuai dengan permintaan. "KPI mengolah minyak mentah menjadi Pertalite di kilang Dumai, Plaju, Cilacap, Balikpapan, dan Balongan," paparnya.
(fai)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1053 seconds (0.1#10.140)