Kemenperin Pastikan Pabrik Makanan Tak Pakai Minyak Goreng Sawit DMO
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan bahwa industri makanan pengguna minyak goreng sawit (MGS) tidak memakai minyak goreng dari hasil kebijakan Domestic Market Obligation (DMO).
“Kami meyakini industri makanan pengguna MGS tidak memakai MGS hasil DMO,” ujar Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif dalam keterangannya, dikutip Sabtu (12/3/2022).
Febri menjelaskan, masalah kekosongan MGS yang terjadi di pasar-pasar merupakan akumulasi dari permasalahan persediaan atau stok MGS sejak bulan Desember 2021, termasuk terjadinya rush buying pada pertengahan Januari 2022.
Hal itu diperkirakan berkontribusi pada kelangkaan minyak goreng sawit di pasar, meskipun pada beberapa minggu terakhir dilakukan tambahan pasokan MGS ke masyarakat hasil perolehan DMO.
Berdasarkan data yang dimilili Kemenperin, realisasi produksi MGS 2021 mencapai 20,22 juta ton digunakan untuk memenuhi dalam negeri sebesar 5,07 juta ton (25,07%) dan sisanya sebesar 15,55 juta ton (74,93%) untuk tujuan ekspor.
“Dengan angka produksi demikian, kemampuan pasok industri MGS jauh di atas kebutuhan dalam negeri dan menciptakan penerimaan devisa negara yang sangat besar,” paparnya.
Menurut data Kemenperin, kebutuhan MGS nasional tahun 2021 sebesar 5,07 juta ton, terdiri dari kebutuhan curah industri sebesar 1,62 juta ton (32%), curah rumah tangga 2,12 juta ton (42%), kemasan sederhana 0,21 juta ton (4%), dan kemasan premium 1,11 juta ton (22%).
Pemenuhan kebutuhan MGS curah sebesar 1,62 juta ton untuk industri makanan pengguna bahan baku dan/atau bahan penolong MGS kecil kemungkinan menggunakan MGS curah hasil DMO karena biasanya disuplai oleh pabrik MGS milik grupnya dengan harga pasar atau membeli dari pabrik MGS dengan mekanisme Business to Business (B2B).
“Kami meyakini industri makanan pengguna MGS tidak memakai MGS hasil DMO,” ujar Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif dalam keterangannya, dikutip Sabtu (12/3/2022).
Febri menjelaskan, masalah kekosongan MGS yang terjadi di pasar-pasar merupakan akumulasi dari permasalahan persediaan atau stok MGS sejak bulan Desember 2021, termasuk terjadinya rush buying pada pertengahan Januari 2022.
Hal itu diperkirakan berkontribusi pada kelangkaan minyak goreng sawit di pasar, meskipun pada beberapa minggu terakhir dilakukan tambahan pasokan MGS ke masyarakat hasil perolehan DMO.
Berdasarkan data yang dimilili Kemenperin, realisasi produksi MGS 2021 mencapai 20,22 juta ton digunakan untuk memenuhi dalam negeri sebesar 5,07 juta ton (25,07%) dan sisanya sebesar 15,55 juta ton (74,93%) untuk tujuan ekspor.
“Dengan angka produksi demikian, kemampuan pasok industri MGS jauh di atas kebutuhan dalam negeri dan menciptakan penerimaan devisa negara yang sangat besar,” paparnya.
Menurut data Kemenperin, kebutuhan MGS nasional tahun 2021 sebesar 5,07 juta ton, terdiri dari kebutuhan curah industri sebesar 1,62 juta ton (32%), curah rumah tangga 2,12 juta ton (42%), kemasan sederhana 0,21 juta ton (4%), dan kemasan premium 1,11 juta ton (22%).
Pemenuhan kebutuhan MGS curah sebesar 1,62 juta ton untuk industri makanan pengguna bahan baku dan/atau bahan penolong MGS kecil kemungkinan menggunakan MGS curah hasil DMO karena biasanya disuplai oleh pabrik MGS milik grupnya dengan harga pasar atau membeli dari pabrik MGS dengan mekanisme Business to Business (B2B).