Dipakai Menengah Atas, Harga BBM Nonsubsidi Harus Ikuti Mekanisme Pasar

Rabu, 16 Maret 2022 - 07:49 WIB
loading...
Dipakai Menengah Atas, Harga BBM Nonsubsidi Harus Ikuti Mekanisme Pasar
Harga bbm nonsubsidi Pertamax cs yang digunakan kalangan menengah atas dinilai perlu mengikuti mekanisme pasar agar sesuai harga keekonomiannya. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi dinilai harus didasarkan pada mekanisme pasar, khususnya ketika harga minyak global tengah melambung. Pasalnya, pengguna BBM jenis ini adalah kelompok menengah atas yang tak layak disubsidi.

Research Director Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, kenaikan harga BBM nonsubsidi juga tidak mengganggu daya beli masyarakat.

"Penyesuaian harga BBM berkualitas yang ramah lingkungan itu tidak akan banyak berdampak pada indikator ekonomi makro. Jadi harga Pertamax cs itu idealnya sesuai dengan harga keekonomiannya," kata Pieter, Selasa (15/3/2022).



Pertamina Tahun ini telah dua kali menaikkan harga BBM nonsubsidi, yakni jenis Pertamax Turbo, Pertamax Dex, dan Dexlite. Hal itu dilakukan merespons kenaikan harga minyak dunia yang mencapai lebih dari USD100 per barel. Sementara, harga Pertamax sejauh ini masih ditahan, meski sudah lebih dari tiga tahun terakhir harga tidak naik.

Terkait dengan itu, Piter mengatakan bahwa Pertamax, sama seperti BBM nonsubsidi lainnya, sangat wajar disesuaikan. Sebagai pembanding, Pertamax saat ini dijual Rp9.000 per liter, jauh di bawah harga produk RON 92 lainnya dari badan usaha swasta yang dijual di kisaran Rp12 ribuan per liter.

Lebih lanjut, Piter menjelaskan bahwa Pertamina sebagai BUMN memang tidak semata berorientasi bisnis dan juga harus mempertimbangkan kepentingan nasional dan masyarakat. Namun, kata dia, hal itu telah dipenuhi Pertamina dengan memastikan harga Pertalite (RON 90) tidak naik di tengah meroketnya harga minyak mentah dunia.

"Keputusan tidak menaikkan harga Pertalite itu juga diambil demi menjaga stabilitas ekonomi dan daya beli karena masyarakat banyak menggunakan Pertalite," katanya.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), realisasi konsumsi Pertalite pada 2021 sebesar 23 juta kiloliter (KL) dan merupakan BBM jenis Bensin yang paling banyak dikonsumsi masyarakat.

"Jadi selama yang naik bukan BBM bersubsidi, Premium, dan bukan juga Pertalite, kenaikan harga BBM nonsubsidi tidak akan banyak berdampak ke inflasi," ujar doktor ekonomi dari Universitas Indonesia ini.

Terpisah, Direktur Eksekutif Center for Energy and Food Security Studies (CEFSS) Ali Ahmudi Achyak juga mendukung penyesuian harga BBM nonsubsidi. Pengguna BBM jenis ini menurutnya adalah kelas menengah atas yang memahami keharusan menggunakan BBM berkualitas untuk kendaraannya.



"Penggunaan BBM dengan RON lebih tinggi selain berdampak pada kinerja mesin dan ramah lingkungan, juga mengurangi beban subsidi yang ditanggung pemerintah untuk BBM," ujarnya.

SEbelumnya, Staf Khusus Menteri BUMN Arya M Sinulingga menyindir para pemilik mobil mewah yang masih menggunakan BBM jenis Pertalite yang ditujukan bagi masyarakat menengah ke bawah.

Arya juga mendorong agar masyarakat menengah ke atas yang memiliki kendaraan mewah menggunakan BBM dengan spesifikasi tertentu yang harganya mengikuti harga pasar. Dia menegaskan, tidak adil jika BBM untuk kendaraan mewah ikut membebani subsidi.

"BBM yang tidak disubsidi itu diberikan mengikuti mekanisme pasar, ini yang kami harapkan, dan ada kesadaran bagi mereka pemilik mobil mewah ini bersiap mengikuti harga pasar," katanya.
(fai)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3008 seconds (0.1#10.140)