Bangkit dari Pandemi, Garut Kulit Tetap Andalkan Pasar Ritel Online

Kamis, 24 Maret 2022 - 14:15 WIB
loading...
Bangkit dari Pandemi,...
Foto: Doc. Garut Kulit
A A A
Industri kerajinan kulit adalah salah satu dari banyak sekali sektor industri yang terkena dampak pandemi Covid-19. Selama pandemi, toko-toko kerajinan kulit kesulitan memperoleh aliran kunjungan pelanggan yang cukup untuk menjual produk mereka. Tidak hanya itu, usaha kerajinan kulit yang fokus pada pelanggan B2B (business to business) dan ekspor juga mendapati anjloknya penjualan yang signifikan. Beberapa perusahaan sukses melakukan inovasi pemasaran dengan memaksimalkan pasar ritel online, salah satunya adalah startup leather craft Garut Kulit.

Didirikan pada tahun 2012, startup lokal ini fokus pada pemenuhan kebutuhan produk berbahan dasar kulit asli untuk B2B dan ekspor. Perkembangan perusahaan ini memang terbilang cepat. Di tahun 2018, Garut Kulit sudah berhasil menerbangkan produknya ke puluhan negara di berbagai benua. Bahkan, di tahun 2019 perusahaan ini meraih juara 1 Export Startup Competition yang diselenggarakan oleh Kementrian Perdagangan RI.

Selain itu, perusahaan ini juga sudah memiliki banyak klien B2B loyal yang menggunakan jasanya, dari mulai perusahaan swasta, BUMN, hingga institusi pemerintahan. Dari tahun ke tahun, jumlah klien korporat ini terus bertambah dan membuat perusahaan ini tumbuh dengan cepat. Perkembangan yang pesat itu harus menghadapi tantangan terbesarnya ketika pandemi Covid-19 mulai merebak.

Di pertengahan tahun 2020, pemesanan ekspor dari Eropa dan Australia yang biasa diterima Garut Kulit mendadak tutup di masa lockdown. Begitu pula dengan kebijakan work from home yang membuat pesanan souvenir perusahaan dan produk kerajinan kulit custom menurun secara signifikan. Hal ini sempat mengancam keberlangsungan perusahaan ini. Untungnya, Garut Kulit gesit dalam melakukan inovasi dan langsung aktif mengeksplor pasar ritel online.

Pendiri sekaligus CEO dari Garut Kulit, Sumarni Rifemi, menyatakan bahwa justru sekarang, di penghujung masa pandemi, pasar ritel online akan tetap menjadi andalan Garut Kulit.

“Leather craft ini kan memang produk yang sifatnya tersier,” ujar perempuan berdarah Sunda ini. “Jadi pandemi sangat mempengaruhi industri ini, karena situasinya tidak menentu dan orang-orang harus tetap berdiam di rumah, jadi orang-orang tidak pergi ke toko dan banyak juga yang mengerem belanja mereka. Kami harus bisa menarget calon konsumen yang lebih spesifik, yang masih mampu membeli produk-produk kami, dan media digital memang sangat efektif untuk melakukannya. Terbukti dengan suksesnya penjualan ritel kami di masa pandemi dua tahun ke belakang.”

Tidak bisa dipungkiri, pandemi juga berimbas pada meningkatnya aktivitas berbelanja masyarakat secara daring. Berbagai perusahaan e-commerce memang membuka jalan bagi pengusaha dan para pelanggannya untuk bisa tetap bertransaksi tanpa harus menempuh risiko terkena virus. Itulah yang coba dimanfaatkan oleh Garut Kulit. Perusahaan ini dengan cekatan berinovasi dan mengubah strategi bisnisnya.

Customer service yang sebelumnya melayani pesanan besar dari perusahaan swasta atau institusi pemerintah, beralih melayani konsumen perorangan yang membeli produk satuan. Sumarni, yang merupakan lulusan dari jurusan Matematika ITB ini, tahu betul jika ingin bertahan di pasar ritel, maka perusahaan harus bisa menjangkau pasar end user yang jauh lebih luas.

Oleh karena itu, strategi pemasaran perlu didesain ulang untuk pasar ritel. Pemasaran yang tadinya dilakukan secara langsung ke person in charge di perusahaan, digeser menjadi pemasaran online di media sosial, iklan di e-commerce, bahkan mencoba menggaet online influencer dan selebritis untuk meningkatkan brand awareness.

Bersamaan dengan berubahnya strategi pemasaran ini, Garut Kulit merilis banyak produk ritelnya di e-commerce. Beragam produk kulit asli untuk pria dan wanita dari mulai tas, pouch, sabuk, dompet, dan aksesori segera dirilis dengan tetap mengusung brand Garut Kulit. Kini, produk-produk ritel ini malah menjadi top products untuk setiap kategorinya. Produk tas kulit kambing Roman Bag, misalnya, dapat terjual hingga ratusan produk dan menjadi best seller setiap bulannya lewat berbagai e-commerce. Begitu pula produk-produk sabuk pria dan wanita yang kini terus kokoh berada di top 10 brands untuk kategori belt dari Zalora. Produk-produk aksesori, seperti card holder, STNK holder, dan lanyard, pun terserap dengan luar biasa cepat di pasaran.

Sebelum masa pandemi, Garut Kulit lebih fokus memproduksi kebutuhan corporate order seperti souvenir perusahaan dan produk leather custom. Produk-produk seminar kit dan gift set, seperti cover agenda, pouch dan clutch, hingga jaket kulit custom, lebih sering mengisi jadwal produksi para crafter di workshop mereka. Di masa pandemi, produk-produk ritel untuk penggunaan perseorangan seperti tas, dompet, sabuk, dan aksesori menjadi nuansa baru dan tantangan baru bagi para crafter di lantai produksi.

Bagi para crafter ini, kuatnya penjualan di kala pandemi adalah kabar yang sangat melegakan, ketika perusahaan leather craft lain banyak yang mengurangi jumlah karyawannya demi menjaga kesehatan keuangan. Sebagai CEO, Sumarni sangat memahami keresahan para crafter yang notabene juga merupakan tulang punggung bagi keluarganya masing-masing. Hal itu menjadi motivasi tersendiri baginya untuk bisa terus meningkatkan volume pesanan bahkan di kala pandemi dan mempertahankan para karyawannya.

Menuju pertengahan tahun 2022 ini, klien-klien B2B dan klien mancanegara mulai kembali berdatangan dan siap untuk dilayani. Customer service dan admin pun disiapkan untuk kembali melayani corporate order. Lebih dari itu, pasar ritel online pun sama sekali tidak menunjukkan trend penurunan. Bahkan, perusahaan mencoba menggaet tenaga-tenaga marketing baru untuk memperkuat pemasaran, baik untuk B2B maupun untuk ritel.

Inovasi di saat-saat sulit pandemi malah membawa celah penjualan baru bagi Garut Kulit yang hingga saat ini tetap menjadi andalannya. Penjualan ritel telah menjaga cash flow perusahaan tetap sehat selama pandemi, dan siap untuk dikembangkan lebih jauh. Jaringan pasar B2B yang telah terbangun dengan kuat sebelum pandemi juga dapat dibangkitkan kembali.

“Di pertengahan pandemi, di saat banyak perusahaan lain berhemat, kami melakukan promosi online secara maksimal, menjangkau jauh lebih banyak orang, dan mematangkan standar pelayanan yang tinggi untuk pasar ritel," kata Sumarni. “Sekarang, ketika pandemi sudah hampir berakhir, kita malah jadi punya corong penjualan baru yang bisa diandalkan, sembari memaksimalkan kembali promosi untuk pasar B2B dan ekspor yang dulu menjadi tumpuan.”

Dengan bertambahnya channel penjualan ini, Garut Kulit siap melesat menjadi startup leather craft terdepan di Indonesia. Saat ini, perusahaan ini berencana meningkatkan kapasitas produksinya untuk memenuhi demand dengan menambah jumlah workshop dan karyawannya. Hal ini tentu merupakan inspirasi tersendiri, mengingat banyak perusahaan lain yang masih berkutat untuk bangkit dari hantaman pandemi.

Adaptasi dan inovasi memang merupakan kunci untuk tetap bertahan di masa sulit, seperti di masa pandemi Covid-19. Namun lebih dari itu, ketika perusahaan berhasil melakukan adaptasi dan inovasi, serta berhasil melewati masa sulit itu dengan baik, perusahaan akan memiliki peluang tumbuh-kembang yang jauh lebih baik. Garut Kulit telah membuktikannya.
(atk)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1774 seconds (0.1#10.140)