Sejak Terpukul Keras Oleh Pandemi, Sri Mulyani Terus Mereformasi Fiskal

Jum'at, 23 September 2022 - 23:09 WIB
loading...
Sejak Terpukul Keras Oleh Pandemi, Sri Mulyani Terus Mereformasi Fiskal
Menkeu Sri Mulyani mengatakan, bahwa Indonesia mengantisipasi adanya gejolak perekonomian global yang dinamis. Tidak hanya karena pandemi Covid-19, namun juga terutama yang disebabkan pengetatan kebijakan moneter. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, bahwa Indonesia mengantisipasi adanya gejolak perekonomian global yang dinamis. Tidak hanya karena situasi pandemi Covid-19, namun juga terutama yang disebabkan pengetatan kebijakan moneter akibat inflasi di negara maju.

“Jadi sejak kami terpukul keras oleh pandemi tahun 2020, Indonesia telah menguraikan bahwa kebijakan luar biasa di sisi fiskal dan moneter hanya akan berlangsung selama tiga tahun. Bahkan dalam situasi pandemi itu, kami terus mereformasi sisi fiskal , reformasi struktural, serta meningkatkan stabilitas dan fundamental ekonomi makro kita” ungkap Sri Mulyani di Jakarta, dikutip Jumat (23/9/2022).



Hasilnya, dia mengatakan external balance Indonesia membaik, sehingga neraca pembayaran dan neraca perdagangan Indonesia surplus selama 28 bulan berturut-turut. Hal ini selain karena kenaikan harga komoditas, tetapi juga karena volume ekspor komoditas.

Antisipasi lainnya yaitu Sri Mulyani menekankan, bahwa Indonesia sangat ambisius usai mengatakan bahwa dalam tiga tahun sejak pandemi pada Maret 2020, defisit APBN akan kembali berada di bawah 3%. Dalam hal ini, Indonesia benar-benar on track dengan menargetkan tahun depan akan menjadi 2,8%.

Selain itu, Indonesia juga melakukan banyak reformasi struktural melalui Undang-Undang Cipta Kerja, reformasi perpajakan melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, maupun reformasi di bidang belanja fiskal.



Dengan itu, Menkeu menekankan bahwa Indonesia sekarang berada dalam posisi yang relatif baik dan kuat ketika terjadi risiko pandemi dan pada sektor keuangan yaitu inflasi yang tinggi kemudian direspon dengan suku bunga yang sangat ketat dan tinggi terutama di negara maju, penguatan dolar, juga cost of fund yang meningkat sangat tajam.

“Jadi ini hanya untuk menunjukkan bahwa ketika situasinya sulit, kita mempercepat reformasi kita. Ketika situasi semakin sulit, kita harus memastikan bahwa kerentanan kita akan dikurangi pada tingkat yang sangat minimum sehingga kita tidak akan terkena sesuatu yang berada di luar kendali kita seperti pengetatan dolar, serta kenaikan suku bunga,” pungkas Sri Mulyani.

(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2409 seconds (0.1#10.140)