Pembelian Minyak Rusia Bisa Rusak Kredibilitas Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Pertamina (Persero) diminta mengurungkan niatnya untuk membeli minyak Rusia. Sebab rencana itu kalau direalisasikan merusak kredibilitas bangsa Indonesia dan dapat berpotensi negara mengalami kerugian besar jika rencana tersebut dilanjutkan.
Guru Besar Universitas Nasional, Prof Yuddy Chrisnandi mengatakan seharusnya Indonesia yang sudah mengambil posisi “mengutuk” invasi Rusia ke Ukraina di Majelis umum PBB bisa bersikap konsisten dengan mengedepankan simpati dan empati kepada penderitaan rakyat Ukraina.
(Baca juga:Pasokan Minyak Rusia Tak Tertandingi, Menteri Energi UEA Mengakuinya)
“Mereka itulah yang menjadi korban serangan Rusia, dan simpati kita dengan konsisten pada sanksi terhadap Rusia hingga negara itu menarik diri dari Ukraina,” kata Prof Yuddy dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (2/4/2022).
Dengan ketergantungan ekonomi Rusia terhadap minyak dan gas alam yang mereka miliki, Yuddy bisa memastikan bila invasi ke Ukraina terus mereka gulirkan, dana hasil penjualan migas itulah yang akan mereka gunakan untuk membiayainya.
(Baca juga:Abaikan Tekanan AS, India Tetap Beli Minyak Rusia)
“Artinya, secara tak langsung negara pembeli migas Rusia itu yang membantu membelikan mereka peluru, bom dan segala bahan dan mesin perang untuk terus menginvasi,” katanya.
Bila dilanjutkan, maka akan sangat kentara hubungannya antara dana penjualan migas tersebut dengan sekian banyak kematian dan tangis yang merebak di kota-kota Ukraina.
“Lalu bagaimana muka Indonesia akan ditaruh dalam pergaulan di antara bangsa-bangsa beradab, terutama dalam hubungannya dengan Gerakan Non-Blok yang ikut kita bangun?” tanya Yuddy.
Menurut Prof Yuddy, masalah pembelian migas dari Rusia itu sebenarnya bisa terlihat konyol di antara bangsa-bangsa beradab. Pertama, kata Yuddy, Indonesia akan terlihat sebagai pihak yang senang mencari kesempatan dalam kesempitan, tanpa peduli dengan nasib yang dialami bangsa lain yang tengah menderita.
(Baca juga:Biden Umumkan Larangan Impor Minyak Rusia)
“Mumpung harganya murah, lalu beli begitu saja,” kata mantan Duta Besar Luar Biasa untuk Ukraina, Armenia dan Georgia tersebut.
Kedua, sekalipun keputusan untuk membeli minyak itu disetujui DPR, misalnya, sampai sekarang tidak ada negara lain yang bersedia mengirimkan barel-barel minyak mentah Rusia itu ke Indonesia, kecuali negara-negara yang memang bersekutu dengan Rusia.
“Masalah ketiga, bahkan sekalipun ada yang bisa mengantarkan barrel crude oil itu dari Rusia ke Indonesia, semua keuangan pemerintah Rusia dan semua BUMN di bawah pemerintahan Rusia saat ini tengah diblokir keuangannya, sehingga tidak mungkin bagi Indonesia bisa melakukan pembayaran kepada Rusia,” kata Yuddy.
Selanjutnya keempat, Yuddy mengatakan andai kita bisa membayar, itu pun menunjukkan bahwa positioning Indonesia dalam kemelut dunia akibat invasi Rusia atas Ukraina tersebut adalah pro Rusia.
“Poin kedua dan keempat ini akan membuat pernyataan bahwa negara kita non-blok itu jadi absurd. Kita telah mengambil pihak, dan yang kita pilih adalah agresor,” kata Yuddy.
Sebagaimana diketahui, Senin (28/3) lalu, dalam rapat dengar bersama Komisi VI DPR, Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati mengungkapkan, dengan harga minyak dari Rusia yang murah di tengah rentetan sanksi Barat atas invasi ke Ukraina, terbuka peluang untuk membeli minyak mentah dari Rusia.
“Di saat harga sekarang situasi geopolitik kami melihat ada opportunity untuk membeli dari Rusia dengan harga yang baik. Pak Taufik (Dirut PT KPI) sudah melakukan approach untuk itu,” ujar Nicke.
Guru Besar Universitas Nasional, Prof Yuddy Chrisnandi mengatakan seharusnya Indonesia yang sudah mengambil posisi “mengutuk” invasi Rusia ke Ukraina di Majelis umum PBB bisa bersikap konsisten dengan mengedepankan simpati dan empati kepada penderitaan rakyat Ukraina.
(Baca juga:Pasokan Minyak Rusia Tak Tertandingi, Menteri Energi UEA Mengakuinya)
“Mereka itulah yang menjadi korban serangan Rusia, dan simpati kita dengan konsisten pada sanksi terhadap Rusia hingga negara itu menarik diri dari Ukraina,” kata Prof Yuddy dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (2/4/2022).
Dengan ketergantungan ekonomi Rusia terhadap minyak dan gas alam yang mereka miliki, Yuddy bisa memastikan bila invasi ke Ukraina terus mereka gulirkan, dana hasil penjualan migas itulah yang akan mereka gunakan untuk membiayainya.
(Baca juga:Abaikan Tekanan AS, India Tetap Beli Minyak Rusia)
“Artinya, secara tak langsung negara pembeli migas Rusia itu yang membantu membelikan mereka peluru, bom dan segala bahan dan mesin perang untuk terus menginvasi,” katanya.
Bila dilanjutkan, maka akan sangat kentara hubungannya antara dana penjualan migas tersebut dengan sekian banyak kematian dan tangis yang merebak di kota-kota Ukraina.
“Lalu bagaimana muka Indonesia akan ditaruh dalam pergaulan di antara bangsa-bangsa beradab, terutama dalam hubungannya dengan Gerakan Non-Blok yang ikut kita bangun?” tanya Yuddy.
Menurut Prof Yuddy, masalah pembelian migas dari Rusia itu sebenarnya bisa terlihat konyol di antara bangsa-bangsa beradab. Pertama, kata Yuddy, Indonesia akan terlihat sebagai pihak yang senang mencari kesempatan dalam kesempitan, tanpa peduli dengan nasib yang dialami bangsa lain yang tengah menderita.
(Baca juga:Biden Umumkan Larangan Impor Minyak Rusia)
“Mumpung harganya murah, lalu beli begitu saja,” kata mantan Duta Besar Luar Biasa untuk Ukraina, Armenia dan Georgia tersebut.
Kedua, sekalipun keputusan untuk membeli minyak itu disetujui DPR, misalnya, sampai sekarang tidak ada negara lain yang bersedia mengirimkan barel-barel minyak mentah Rusia itu ke Indonesia, kecuali negara-negara yang memang bersekutu dengan Rusia.
“Masalah ketiga, bahkan sekalipun ada yang bisa mengantarkan barrel crude oil itu dari Rusia ke Indonesia, semua keuangan pemerintah Rusia dan semua BUMN di bawah pemerintahan Rusia saat ini tengah diblokir keuangannya, sehingga tidak mungkin bagi Indonesia bisa melakukan pembayaran kepada Rusia,” kata Yuddy.
Selanjutnya keempat, Yuddy mengatakan andai kita bisa membayar, itu pun menunjukkan bahwa positioning Indonesia dalam kemelut dunia akibat invasi Rusia atas Ukraina tersebut adalah pro Rusia.
“Poin kedua dan keempat ini akan membuat pernyataan bahwa negara kita non-blok itu jadi absurd. Kita telah mengambil pihak, dan yang kita pilih adalah agresor,” kata Yuddy.
Sebagaimana diketahui, Senin (28/3) lalu, dalam rapat dengar bersama Komisi VI DPR, Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati mengungkapkan, dengan harga minyak dari Rusia yang murah di tengah rentetan sanksi Barat atas invasi ke Ukraina, terbuka peluang untuk membeli minyak mentah dari Rusia.
“Di saat harga sekarang situasi geopolitik kami melihat ada opportunity untuk membeli dari Rusia dengan harga yang baik. Pak Taufik (Dirut PT KPI) sudah melakukan approach untuk itu,” ujar Nicke.
(dar)