Perang Ukraina Bisa Pangkas Separuh Pertumbuhan Perdagangan Dunia, WTO Kasih Peringatan

Senin, 04 April 2022 - 11:25 WIB
loading...
Perang Ukraina Bisa Pangkas Separuh Pertumbuhan Perdagangan Dunia, WTO Kasih Peringatan
Perang Ukraina telah menyebabkan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memangkas perkiraan pertumbuhan perdagangan global untuk tahun 2022. Foto/Dok BBC
A A A
LONDON - Perang Ukraina telah menyebabkan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memangkas perkiraan pertumbuhan perdagangan global untuk tahun 2022. Perkiraan pertumbuhan sebelumnya 4,7% telah dipangkas menjadi 2,5%.

Bos WTO, Dr Ngozi Okonjo-Iweala menerangkan, revisi pertumbuhan perdagangan global disebabkan oleh dampak perang Rusia Ukraina dan kebijakan terkait. Pemotongan ini juga berhubungan dengan lanjutan krisis rantai pasokan global sebagai akibat dari pandemi.



Dia mengatakan, gangguan rantai pasokan akan membuat harga makanan lebih mahal. "Kekhawatiran saya adalah bahwa kita sedang menghadapi krisis pangan yang sudah terjadi," sambung Ngozi Okonjo-Iweala.

Dr Okonjo-Iweala menambahkan kepada BBC, bahwa meskipun Rusia dan Ukraina hanya membentuk sekitar 2,5% dari ekspor barang dagangan global, mereka "sangat, sangat signifikan di sektor-sektor tertentu".

"Kekhawatiran pertama, tentu saja, adalah untuk rakyat Ukraina yang sedang mengungsi karena tidak memiliki cukup makanan untuk dimakan," katanya.

Dia menambahkan ekonomi global harus menanggung beberapa konsekuensi, dan menerangkan bahwa negara-negara miskin akan sangat merasakan dampak dari kekurangan dan kendala pasokan pada makanan.

Pasokan pangan yang berpotensi terdampak dari perang Ukraina termasuk di antaranya gandum dan jagung. Kelompok-kelompok industri telah memperingatkan Uni Eropa tengah menghadapi kekurangan minyak bunga matahari.

Dimana secara total, 46,9% ekspor global berasal dari Ukraina dan 29,9% dari Rusia menurut S&P Global. Tetapi dengan kondisi pelabuhan Ukraina ditutup, eksportir berjuang untuk mengirimkan barang.

"Saya benar-benar khawatir tentang kelaparan yang meningkat, terutama di negara-negara miskin yang kebanyakan tidak mampu membelinya," ujar Dr Okonjo-Iweala memperingatkan.

Menggunakan Afrika sebagai contoh, mantan menteri keuangan Nigeria itu mengatakan, 35 dari 55 negara di sana mengimpor gandum dan biji-bijian lainnya dari Rusia dan Ukraina dan 22 pupuk impor. "Pekerjaan yang dilakukan oleh Bank Pembangunan Afrika sekarang menunjukkan bahwa di banyak negara, harga makanan sudah naik 20% hingga 50%," paparnya.

Namun, Dr Okonjo-Iweala mengatakan, dia berharap ada solusi untuk masalah pasokan. Diterangkan olehnya dalam jangka pendek negara-negara bisa mengubah selera mereka untuk makan lebih banyak produk buatan sendiri.



Dia menambahkan, dalam jangka panjang Afrika berinvestasi dalam "varietas gandum dan tanaman lainnya yang toleran terhadap panas" karena beradaptasi dengan perubahan iklim.

Selain harga pangan yang melonjak, biaya komoditas lain juga menyentuh rekor tertinggi di tengah kekhawatiran perang dan sanksi ekonomi terhadap Rusia akan menyebabkan gangguan pasokan.

Di sisi lain Industri pertambangan Rusia sangat penting seperti paladium, di mana mereka memasok 40% produksi global logam yang krusial bagi pembuat mobil. Bahkan sebelum perang di Ukraina, pandemi telah menyebabkan ketidakcocokan antara penawaran dan permintaan di banyak industri yang mendorong harga-harga naik.

Dana Moneter Internasional (IMF) juga telah memperingatka,n bahwa inflasi yang melonjak akan mengurangi pertumbuhan ekonomi global tahun ini. "Dalam jangka pendek hingga menengah, saya pikir kita akan melihat tekanan inflasi ini terus berlanjut," kata Dr Okonjo-Iweala.

Perang Dagang dengan Rusia

Perdagangan telah menjadi alat utama yang digunakan banyak negara untuk menekan Presiden Vladimir Putin atas keputusannya menyerang Ukraina. Dimana Ukraina telah memutuskan hubungan ekonomi dengan Rusia dan memimpin seruan agar negara itu ditangguhkan dari WTO karena perang.

Namun tidak ada negara yang pernah dikeluarkan dari WTO, serta diketakan Direktur Jenderal bahwa, permintaan itu "bukan hal yang mudah untuk dilakukan". Dia mengatakan, tidak ada mekanisme untuk mengusir Rusia meskipun beberapa pengacara perdagangan internasional terkemuka tidak setuju.

(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2148 seconds (0.1#10.140)