Sanksi ke Rusia Bikin Ancaman Krisis Pangan di Depan Mata

Senin, 21 Maret 2022 - 16:27 WIB
loading...
Sanksi ke Rusia Bikin Ancaman Krisis Pangan di Depan Mata
Sanksi ke Rusia memunculkan krisis pangan karena pasokan pupuk terganggu. Foto/Ilustrasi/Reuters
A A A
JAKARTA - Gawat! Sanksi Uni Eropa dan Amerika terhadap Rusia bukan cuma urusan ekonomi belaka, tapi juga bisa mengarah ke perkara perut, alias krisis pangan. Pandangan ini dikemukan oleh CEO Yara International, sebuah gergasi pupuk dunia yang bermarkas di Norwegia.



“Kita akan mengalami krisis pangan. Pertanyaan seberapa besar krisis ini akan terjadi,” kata Svein Tore Holsether, CEO Yara International, kepada Wall Street Journal, seperti dikutip dari businessinsider.com, Senin (21/3/2022).

Pernyataan Svein muncul ketika Indeks Harga Pupuk Amerika Utara, Bloomberg Green Markets, melonjak hampir 10% ke level tertinggi sepanjang masa pada Jumat (18/3/2022).

Pada 11 Maret, Yara International mengumumkan bahwa karena sanksi ke Rusia, mereka tidak akan lagi memasok pasokan bahan baku pupuk dari Rusia. Menurut Svein, pihaknya sedang mempertimbangkan dilema moral, bahkan sebelum sanksi dijatuhkan, karena mereka tahu pemotongan pasokan Rusia akan berkontribusi pada inflasi makanan.



Menurut Trade Data Monitor dan Bloomberg Green Markets, Rusia menyumbang hampir seperlima dari ekspor pupuk tahun 2021. Rusia juga merupakan pengekspor utama bahan pupuk utama seperti urea, amonia, dan kalium, menurut outlet perdagangan Argus Media.

Nah hilangnya pasokan pupuk Rusia diperkirakan akan menyebabkan tekanan parah pada pasokan nutrisi tanaman, yang sudah berada di bawah tekanan sebelum perang karena produsen pupuk Eropa memangkas produksi karena harga gas yang tinggi dan juga lantaran tarif pengiriman melonjak.



“Mengganti volume pupuk Rusia akan memakan waktu hampir setengah dekade, dan dalam beberapa kasus terbukti hampir tidak mungkin karena Rusia adalah sumber besar deposit mineral yang ditemukan di beberapa lokasi global lainnya,” kata Alexis Maxwell, seorang analis untuk Bloomberg.
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2071 seconds (0.1#10.140)