Minta Stop Subsidi Minyak Goreng Curah, GIMNI Kirim Surat ke Jokowi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menilai, kebijakan subsidi minyak goreng curah yang berjalan saat ini tidak efektif. Lantaran, subsidi tersebut dianggap menyulitkan pelaku usaha minyak goreng.
"Lebih baik menerapkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) ketimbang subsidi," ujar Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga kepada awak media, dikutip Rabu (20/4/2022).
Perihal itu, Sahat mengaku pihaknya sudah melayangkan surat ke Presiden Joko Widodo pada 13 Maret 2022 lalu untuk menghentikan subsidi minyak goreng .
Ia mengungkapkan kebutuhan minyak goreng dalam negeri hanya 5,7 juta kilo liter kalau dihitung setara CPO hanya 4,8 juta ton. Maka, agak mengherankan dengan kebijakan menangani minyak goreng lewat 12 aturan dalam waktu dua bulan.
"Pemerintah ini tak mengerti, kitab suci bisnis adalah regulasi yang konsisten dan keamanan. Jadi kalau regulasinya tak konsisten pebisnis tak berani buat kebijakan," kata dia.
Menurutnya, isu minyak goreng yang masih booming hingga saat ini diakibatkan penanganan yang salah sejak awal. Dia juga menuturkan, semestinya situasi minyak goreng tak perlu dibuat panik, karena ketika panik, maka yang terjadi malah terjadi kekacauan.
"Masalah minyak goreng ini ibaratnya lapangan sepakbola yang sudah becek, semakin dibuat becek hingga akhirnya semua orang tergelincir yang ada di lapangan," tukasnya.
"Lebih baik menerapkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) ketimbang subsidi," ujar Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga kepada awak media, dikutip Rabu (20/4/2022).
Perihal itu, Sahat mengaku pihaknya sudah melayangkan surat ke Presiden Joko Widodo pada 13 Maret 2022 lalu untuk menghentikan subsidi minyak goreng .
Ia mengungkapkan kebutuhan minyak goreng dalam negeri hanya 5,7 juta kilo liter kalau dihitung setara CPO hanya 4,8 juta ton. Maka, agak mengherankan dengan kebijakan menangani minyak goreng lewat 12 aturan dalam waktu dua bulan.
"Pemerintah ini tak mengerti, kitab suci bisnis adalah regulasi yang konsisten dan keamanan. Jadi kalau regulasinya tak konsisten pebisnis tak berani buat kebijakan," kata dia.
Menurutnya, isu minyak goreng yang masih booming hingga saat ini diakibatkan penanganan yang salah sejak awal. Dia juga menuturkan, semestinya situasi minyak goreng tak perlu dibuat panik, karena ketika panik, maka yang terjadi malah terjadi kekacauan.
"Masalah minyak goreng ini ibaratnya lapangan sepakbola yang sudah becek, semakin dibuat becek hingga akhirnya semua orang tergelincir yang ada di lapangan," tukasnya.
(akr)