3 Harta Karun Mineral RI yang Jadi Incaran Asing, Nomor 3 Dilirik Tesla
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bumi Indonesia memendam banyak harta karun bernilai tinggi. Beberapa di antaranya sangat jarang dan memiliki potensi ekonomi tinggi di masa depan sehingga menjadi incaran asing.
Sebut saja mineral Logam Tanah Jarang (LTJ). Unsur tanah jarang di dunia mulai ditambang pada 1950-an. Pada era 1950-1960, pasokan unsur tanah jarang dunia berasal dari endapan plaser di Amerika Serikat bagian tenggara.
Meskipun Indonesia tidak masuk daftar 10 besar negara penghasil LTJ, keberadaan dan potensi mineral ini di Tanah Air terus digali dan dikembangkan. Terlebih lagi menilik potensi pemanfaatan mineral ini untuk industri masa depan.
Selain LTJ, harta karun mineral lainnya adalah monasit dan nikel laterit. Berikut informasi yang dirangkum tim Litbang MNC Portal Indonesia (MPI) dari berbagai sumber:
1. Logam Tanah Jarang (LTJ)
Secara ilmiah, logam tanah jarang (LTJ) atau Rare Earth Element (REE) terdiri dari 17 unsur yang termasuk dalam kelompok Lantanida di tabel susunan berkala.
Melansir buku Potensi Logam Tanah Jarang di Indonesia terbitan Kementerian ESDM tahun 2019, LTJ ternyata melimpah dan jumlahnya melebihi unsur lain dalam kerak bumi.
Unsur-unsur LTJ sangat sulit ditambang karena konsentrasinya tidak cukup tinggi untuk ditambang secara ekonomis.
Keterdapatan logam tanah jarang di Indonesia umumnya tersebar di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, dan Pulau Papua (Endang, 2010).
LTJ di Indonesia ditemukan pada batuan granitik pembawa timah. Sebagai mineral ikutan timah, LTJ dengan tipe plaser banyak dijumpai di Kepulauan Riau, Bangka Belitung, dan sebagian wilayah Kalimantan Barat.
Sementara tipe residual atau laterik banyak terdapat di daerah Parmonangan, Sumatera Utara dengan jumlah bijih LTJ tipe ini sebesar 4,4 juta ton.
Di awal tahun 2022, LTJ juga menjadi buah bibir lantaran hasil penelitian menyebutkan adanya kandungan LTJ dalam lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur.
LTJ Indonesia menjadi incaran asing karena belum banyak dikembangkan. Sebagian besar LTJ Indonesia diproduksi sebagai produk sampingan dari perusahaan induk komoditas seperti emas, tembaga dan timah. Padahal, mineral ini sangat potensial dikembangkan menjadi teknologi material baru.
Komoditi LTJ bermanfaat dalam peningkatan teknologi modern yang digunakan sehari-hari seperti telepon selular, memori komputer, baterai isi ulang, magnet, lampu fluoresen dan peralatan elektronik lainnya.
LTJ sendiri telah dipakai di dunia perindustrian sejak tahun 1880 ketika Welbach menggunakannya untuk pelapis pada lampu gas pijar. Penggunaannya saat ini sangat beragam, pada umumnya untuk industri berteknologi tinggi.
2. Monasit
Monasit adalah salah satu mineral dengan unsur thorium dan tanah jarang. Mineral monasit terdapat pada batuan beku dan beberapa batuan lainnya, dengan konsentrasi terbesar dalam bentuk endapan aluvial bersama mineral berat lainnya, sebagai hasil aktivitas angin atau air.
Melansir Jurnal Eksplorium, Buletin Pusat Pengembangan Bahan Galian Nuklir dengan judul ‘Tinjauan Umum Potensi Sumber Daya Monasit di Wilayah Ketapang Kalimantan Barat”, diketahui bahwa monasit terbentuk secara geologi oleh siklus sekuen pengendapan plaser aluvial dan pantai.
Sumber daya monasit seluruh dunia berkisar 12 juta ton, dua pertiganya merupakan endapan pasir mineral berat di pantai timur dan selatan India.
Monasit disebut sebagai mineral yang mudah dalam proses penambangan dan eksplorasi. Di Indonesia, monasit bisa dieskplorasi di 29 lokasi. Di antaranya adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Barat.
Riau juga memiliki beberapa lokasi yang sangat berpotensi menjadi tempat eksplorasi monasit, seperti di Kepulauan Anambas dan Kepulauan Bintan.
LTJ seperti monasit ini bisa dimanfatkan sebagai bahan baku dari produk-produk elektronik seperti televisi, laptop, handphpone.
3. Nikel Laterit
Nikel laterit adalah salah satu jenis bijih nikel yang memiliki nama lain nikel oksida. Mineral logam ini dihasilkan dari proses pelapukan dan pengayaan mineral pada batuan ultramafik.
Mengutip makalah “Sumber Daya Mineral di Indonesia Khususnya Bijih Nikel Laterit dan Masalah Pengolahannya Sehubungan dengan UU Minerba 2009” oleh peneliti LIPI Ir Puguh Prasetyo, nikel laterit berada di wilayah khatulistiwa dengan jumlah lebih banyak dibandingkan dengan nikel sulfida.
Senada, M.Zaki Mubarok dalam pidato ilmiahnya bertajuk ‘Penyediaan Bahan Baku Baterai Kendaraan Listrik di dalam Negeri Melalui Proses Pengolahan dan Pemurnian Bijih Nikel Laterit’, sebagaimana melansir Okezone (20 Januari 2020), cadangan nikel di Indonesia adalah dalam bentuk deposit nikel laterit.
Merujuk data Badan Geologi, pada 2019 Indonesia memiliki potensi nikel laterit dengan total sumber daya cadangan mencapai 11 miliar ton.
Indonesia sendiri disebut sebagai ‘Raja Nikel Dunia’ yang paling diincar negara lain. Secara keseluruhan, bijih nikel Indonesia memiliki cadangan sebesar 4,5 miliar ton dengan sumber daya 11,7 miliar ton.
Lokasi penemuan nikel laterit berada di Kepulauan Waigeo, Papua (tepatnya Pulau Gag), Maluku Utara (Halmahera), dan Sulawesi Tenggara.
Nikel laterit sendiri memainkan peran penting dalam industri nikel global, di mana sekitar 70% dari semua sumber daya nikel terkandung dalam laterit.
Saat ini manakala dunia terus menggencarkan penggunaan energi yang ramah lingkungan, penggunaan mobil listrik juga terus digalakkan.
Mobil listrik menggunakan sumber energi baterai yang salah satu komponen pentingnya berasal dari nikel. Hal ini tentunya menjadi peluang besar bagi Indonesia mengingat potensi nikel di Tanah Air merupakan yang terbesar di dunia.
Terkait potensi tersebut, pemerintah sendiri telah menawarkan kepada sejumlah produsen kendaraan listrik untuk berinvestasi di Indonesia.
Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kunjungannya ke Amerika Serikat mengunjungi markas SpaceX di Boca Chica, Sabtu (14/5), dan berbincang dengan Elon Musk yang merupakan CEO produsenmobil listrik Tesla.
Raksasa kendaraan listrik itu pun disebut-sebut berminat untuk investasi ekosistem baterai mobil dan mobil listrik di Indonesia.
Sebut saja mineral Logam Tanah Jarang (LTJ). Unsur tanah jarang di dunia mulai ditambang pada 1950-an. Pada era 1950-1960, pasokan unsur tanah jarang dunia berasal dari endapan plaser di Amerika Serikat bagian tenggara.
Meskipun Indonesia tidak masuk daftar 10 besar negara penghasil LTJ, keberadaan dan potensi mineral ini di Tanah Air terus digali dan dikembangkan. Terlebih lagi menilik potensi pemanfaatan mineral ini untuk industri masa depan.
Selain LTJ, harta karun mineral lainnya adalah monasit dan nikel laterit. Berikut informasi yang dirangkum tim Litbang MNC Portal Indonesia (MPI) dari berbagai sumber:
1. Logam Tanah Jarang (LTJ)
Secara ilmiah, logam tanah jarang (LTJ) atau Rare Earth Element (REE) terdiri dari 17 unsur yang termasuk dalam kelompok Lantanida di tabel susunan berkala.
Melansir buku Potensi Logam Tanah Jarang di Indonesia terbitan Kementerian ESDM tahun 2019, LTJ ternyata melimpah dan jumlahnya melebihi unsur lain dalam kerak bumi.
Unsur-unsur LTJ sangat sulit ditambang karena konsentrasinya tidak cukup tinggi untuk ditambang secara ekonomis.
Keterdapatan logam tanah jarang di Indonesia umumnya tersebar di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, dan Pulau Papua (Endang, 2010).
LTJ di Indonesia ditemukan pada batuan granitik pembawa timah. Sebagai mineral ikutan timah, LTJ dengan tipe plaser banyak dijumpai di Kepulauan Riau, Bangka Belitung, dan sebagian wilayah Kalimantan Barat.
Sementara tipe residual atau laterik banyak terdapat di daerah Parmonangan, Sumatera Utara dengan jumlah bijih LTJ tipe ini sebesar 4,4 juta ton.
Di awal tahun 2022, LTJ juga menjadi buah bibir lantaran hasil penelitian menyebutkan adanya kandungan LTJ dalam lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur.
LTJ Indonesia menjadi incaran asing karena belum banyak dikembangkan. Sebagian besar LTJ Indonesia diproduksi sebagai produk sampingan dari perusahaan induk komoditas seperti emas, tembaga dan timah. Padahal, mineral ini sangat potensial dikembangkan menjadi teknologi material baru.
Komoditi LTJ bermanfaat dalam peningkatan teknologi modern yang digunakan sehari-hari seperti telepon selular, memori komputer, baterai isi ulang, magnet, lampu fluoresen dan peralatan elektronik lainnya.
LTJ sendiri telah dipakai di dunia perindustrian sejak tahun 1880 ketika Welbach menggunakannya untuk pelapis pada lampu gas pijar. Penggunaannya saat ini sangat beragam, pada umumnya untuk industri berteknologi tinggi.
2. Monasit
Monasit adalah salah satu mineral dengan unsur thorium dan tanah jarang. Mineral monasit terdapat pada batuan beku dan beberapa batuan lainnya, dengan konsentrasi terbesar dalam bentuk endapan aluvial bersama mineral berat lainnya, sebagai hasil aktivitas angin atau air.
Melansir Jurnal Eksplorium, Buletin Pusat Pengembangan Bahan Galian Nuklir dengan judul ‘Tinjauan Umum Potensi Sumber Daya Monasit di Wilayah Ketapang Kalimantan Barat”, diketahui bahwa monasit terbentuk secara geologi oleh siklus sekuen pengendapan plaser aluvial dan pantai.
Sumber daya monasit seluruh dunia berkisar 12 juta ton, dua pertiganya merupakan endapan pasir mineral berat di pantai timur dan selatan India.
Monasit disebut sebagai mineral yang mudah dalam proses penambangan dan eksplorasi. Di Indonesia, monasit bisa dieskplorasi di 29 lokasi. Di antaranya adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Barat.
Riau juga memiliki beberapa lokasi yang sangat berpotensi menjadi tempat eksplorasi monasit, seperti di Kepulauan Anambas dan Kepulauan Bintan.
LTJ seperti monasit ini bisa dimanfatkan sebagai bahan baku dari produk-produk elektronik seperti televisi, laptop, handphpone.
3. Nikel Laterit
Nikel laterit adalah salah satu jenis bijih nikel yang memiliki nama lain nikel oksida. Mineral logam ini dihasilkan dari proses pelapukan dan pengayaan mineral pada batuan ultramafik.
Mengutip makalah “Sumber Daya Mineral di Indonesia Khususnya Bijih Nikel Laterit dan Masalah Pengolahannya Sehubungan dengan UU Minerba 2009” oleh peneliti LIPI Ir Puguh Prasetyo, nikel laterit berada di wilayah khatulistiwa dengan jumlah lebih banyak dibandingkan dengan nikel sulfida.
Senada, M.Zaki Mubarok dalam pidato ilmiahnya bertajuk ‘Penyediaan Bahan Baku Baterai Kendaraan Listrik di dalam Negeri Melalui Proses Pengolahan dan Pemurnian Bijih Nikel Laterit’, sebagaimana melansir Okezone (20 Januari 2020), cadangan nikel di Indonesia adalah dalam bentuk deposit nikel laterit.
Merujuk data Badan Geologi, pada 2019 Indonesia memiliki potensi nikel laterit dengan total sumber daya cadangan mencapai 11 miliar ton.
Indonesia sendiri disebut sebagai ‘Raja Nikel Dunia’ yang paling diincar negara lain. Secara keseluruhan, bijih nikel Indonesia memiliki cadangan sebesar 4,5 miliar ton dengan sumber daya 11,7 miliar ton.
Lokasi penemuan nikel laterit berada di Kepulauan Waigeo, Papua (tepatnya Pulau Gag), Maluku Utara (Halmahera), dan Sulawesi Tenggara.
Nikel laterit sendiri memainkan peran penting dalam industri nikel global, di mana sekitar 70% dari semua sumber daya nikel terkandung dalam laterit.
Saat ini manakala dunia terus menggencarkan penggunaan energi yang ramah lingkungan, penggunaan mobil listrik juga terus digalakkan.
Mobil listrik menggunakan sumber energi baterai yang salah satu komponen pentingnya berasal dari nikel. Hal ini tentunya menjadi peluang besar bagi Indonesia mengingat potensi nikel di Tanah Air merupakan yang terbesar di dunia.
Terkait potensi tersebut, pemerintah sendiri telah menawarkan kepada sejumlah produsen kendaraan listrik untuk berinvestasi di Indonesia.
Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kunjungannya ke Amerika Serikat mengunjungi markas SpaceX di Boca Chica, Sabtu (14/5), dan berbincang dengan Elon Musk yang merupakan CEO produsenmobil listrik Tesla.
Raksasa kendaraan listrik itu pun disebut-sebut berminat untuk investasi ekosistem baterai mobil dan mobil listrik di Indonesia.
(ind)