OJK Catat Sektor Jasa Keuangan Makin Stabil, Kredit Perbankan Tumbuh 9 Persen
loading...
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat perkembangan sektor keuangan tetap stabil terjaga dengan kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan yang terus meningkat dan semakin berkontribusi terhadap berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional di tengah meningkatnya ketidakpastian global.
Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK, Anto Prabowo mengatakan, data OJK per April 2022, kredit perbankan tumbuh sebesar 9,10 persen yoy atau 3,69 persen ytd meningkat signifikan dari bulan Maret yang tumbuh 6,67 persen yoy.
"Secara sektoral, kredit sektor pertambangan dan manufaktur mencatatkan kenaikan terbesar secara mtm masing-masing sebesar Rp21,5 triliun dan Rp20,8 triliun," ungkapnya dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (26/5/2022).
Sementara, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 10,11 persen yoy atau 0,08 persen ytd. Untuk industri asuransi mencatatkan penghimpunan premi pada April 2022 sebesar Rp21,8 triliun dengan rincian Asuransi Jiwa sebesar Rp8,6 triliun, Asuransi Umum dan Reasuransi sebesar Rp13,2 triliun.
Kemudian Fintech P2P lending pada April 2022 mencatatkan outstanding pembiayaan sebesar Rp38,68 triliun atau tumbuh sebesar 87,7 persen yoy. Piutang perusahaan pembiayaan pada April 2022 tumbuh sebesar 4,51 persen yoy.
Di pasar modal, hingga 24 Mei 2022, jumlah penawaran umum yang dilakukan emiten mencapai 79 dengan total nilai penghimpunan dana mencapai Rp100,1 triliun. Dari jumlah penawaran umum tersebut, 23 diantaranya dilakukan oleh emiten baru. Dalam pipeline saat ini terdapat 105 emiten yang akan melakukan penawaran umum dengan total indikasi penawaran sebesar Rp68,67 triliun.
"Peningkatan kinerja intermediasi tersebut terjadi di tengah perekonomian global yang masih menghadapi tekanan inflasi yang persisten tinggi dan telah mendorong pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif oleh mayoritas bank sentral dunia," kata Anto.
Konflik Rusia-Ukraina serta terganggunya global supply chain akibat lockdown di China, juga terus mendorong kenaikan harga komoditas terutama energi dan pangan. Kenaikan inflasi yang diikuti oleh pengetatan kebijakan moneter global telah meningkatkan potensi terjadinya hard landing, sehingga meningkatkan volatilitas di pasar keuangan global dan terjadinya outflow dari pasar keuangan negara-negara emerging market.
Namun demikian, kinerja perekonomian domestik masih terjaga terlihat dari rilis PDB triwulan I-2022 yang terpantau sebesar 5,01% (yoy), diikuti dengan peningkatan kinerja mayoritas perusahaan publik di periode yang sama.
OJK juga mengatakan, indikator ekonomi high frequency juga terpantau masih positif, mengindikasikan berlanjutnya pemulihan ekonomi. Selain itu, pemerintah juga telah menaikkan anggaran subsidi energi menjadi Rp 443,6 triliun, terbesar sepanjang sejarah. Namun demikian, perlu dicermati tren kenaikan inflasi domestik dan dampak pelarangan ekspor CPO terhadap kinerja neraca perdagangan pada Mei 2022.
Di tengah perkembangan tersebut, pasar keuangan domestik secara umum bergerak volatil, sejalan dengan pelemahan pasar keuangan global seiring aksi risk off investor. Hingga 20 Mei 2022, IHSG tercatat melemah 4,3% (mtd) atau sejak awal tahun ke level 6.918. Kondisi ini menurut OJK sejalan dengan aliran dana nonresiden (investor asing) yang tercatat outflow sebesar Rp 9,23 triliun (mtd).
Pasar Surat Berharga Negara (SBN) sejak awal tahun (mtd) juga terpantau melemah dengan rerata yield SBN naik 42,5 bps di seluruh tenor, sejalan dengan outflow SBN investor nonresiden Rp37,81 triliun sejak awal tahun (mtd). Sepanjang Mei 2022, total net outflow nonresiden di IHSG dan pasar SBN adalah Rp 47,04 triliun.
Dalam laporannya, OJK mengatakan profil risiko lembaga jasa keuangan pada April 2022 masih relatif terjaga, dengan rasio kredit bermasalah perbankan (NPL/Non Performing Loan) gross tercatat 3,00%. Sementara NPL net 0,83%.
Sementara itu, likuiditas perbankan berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK per April 2022 terpantau masing-masing pada level 131,21% dan 29,38%, di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.
OJK menilai, perbankan dapat memenuhi peningkatan Giro Wajib Minimum (GWM) lanjutan sebesar 1%persen per Juni 2022, dengan likuiditas yang dipandang masih memadai untuk menyalurkan kredit dalam rangka melanjutkan momentum pemulihan ekonomi.
Permodalan lembaga jasa keuangan sampai saat ini terjaga dengan pada level yang memadai. Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan tercatat 24,32%. Kemudian Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing tercatat 506,22% dan 321,51%, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120%. Begitu juga gearing ratio perusahaan pembiayaan yang sebesar 2,01 kali, jauh di bawah batas maksimum 10 kali.
Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK, Anto Prabowo mengatakan, data OJK per April 2022, kredit perbankan tumbuh sebesar 9,10 persen yoy atau 3,69 persen ytd meningkat signifikan dari bulan Maret yang tumbuh 6,67 persen yoy.
"Secara sektoral, kredit sektor pertambangan dan manufaktur mencatatkan kenaikan terbesar secara mtm masing-masing sebesar Rp21,5 triliun dan Rp20,8 triliun," ungkapnya dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (26/5/2022).
Sementara, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 10,11 persen yoy atau 0,08 persen ytd. Untuk industri asuransi mencatatkan penghimpunan premi pada April 2022 sebesar Rp21,8 triliun dengan rincian Asuransi Jiwa sebesar Rp8,6 triliun, Asuransi Umum dan Reasuransi sebesar Rp13,2 triliun.
Kemudian Fintech P2P lending pada April 2022 mencatatkan outstanding pembiayaan sebesar Rp38,68 triliun atau tumbuh sebesar 87,7 persen yoy. Piutang perusahaan pembiayaan pada April 2022 tumbuh sebesar 4,51 persen yoy.
Di pasar modal, hingga 24 Mei 2022, jumlah penawaran umum yang dilakukan emiten mencapai 79 dengan total nilai penghimpunan dana mencapai Rp100,1 triliun. Dari jumlah penawaran umum tersebut, 23 diantaranya dilakukan oleh emiten baru. Dalam pipeline saat ini terdapat 105 emiten yang akan melakukan penawaran umum dengan total indikasi penawaran sebesar Rp68,67 triliun.
"Peningkatan kinerja intermediasi tersebut terjadi di tengah perekonomian global yang masih menghadapi tekanan inflasi yang persisten tinggi dan telah mendorong pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif oleh mayoritas bank sentral dunia," kata Anto.
Konflik Rusia-Ukraina serta terganggunya global supply chain akibat lockdown di China, juga terus mendorong kenaikan harga komoditas terutama energi dan pangan. Kenaikan inflasi yang diikuti oleh pengetatan kebijakan moneter global telah meningkatkan potensi terjadinya hard landing, sehingga meningkatkan volatilitas di pasar keuangan global dan terjadinya outflow dari pasar keuangan negara-negara emerging market.
Namun demikian, kinerja perekonomian domestik masih terjaga terlihat dari rilis PDB triwulan I-2022 yang terpantau sebesar 5,01% (yoy), diikuti dengan peningkatan kinerja mayoritas perusahaan publik di periode yang sama.
OJK juga mengatakan, indikator ekonomi high frequency juga terpantau masih positif, mengindikasikan berlanjutnya pemulihan ekonomi. Selain itu, pemerintah juga telah menaikkan anggaran subsidi energi menjadi Rp 443,6 triliun, terbesar sepanjang sejarah. Namun demikian, perlu dicermati tren kenaikan inflasi domestik dan dampak pelarangan ekspor CPO terhadap kinerja neraca perdagangan pada Mei 2022.
Di tengah perkembangan tersebut, pasar keuangan domestik secara umum bergerak volatil, sejalan dengan pelemahan pasar keuangan global seiring aksi risk off investor. Hingga 20 Mei 2022, IHSG tercatat melemah 4,3% (mtd) atau sejak awal tahun ke level 6.918. Kondisi ini menurut OJK sejalan dengan aliran dana nonresiden (investor asing) yang tercatat outflow sebesar Rp 9,23 triliun (mtd).
Pasar Surat Berharga Negara (SBN) sejak awal tahun (mtd) juga terpantau melemah dengan rerata yield SBN naik 42,5 bps di seluruh tenor, sejalan dengan outflow SBN investor nonresiden Rp37,81 triliun sejak awal tahun (mtd). Sepanjang Mei 2022, total net outflow nonresiden di IHSG dan pasar SBN adalah Rp 47,04 triliun.
Dalam laporannya, OJK mengatakan profil risiko lembaga jasa keuangan pada April 2022 masih relatif terjaga, dengan rasio kredit bermasalah perbankan (NPL/Non Performing Loan) gross tercatat 3,00%. Sementara NPL net 0,83%.
Sementara itu, likuiditas perbankan berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK per April 2022 terpantau masing-masing pada level 131,21% dan 29,38%, di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.
OJK menilai, perbankan dapat memenuhi peningkatan Giro Wajib Minimum (GWM) lanjutan sebesar 1%persen per Juni 2022, dengan likuiditas yang dipandang masih memadai untuk menyalurkan kredit dalam rangka melanjutkan momentum pemulihan ekonomi.
Permodalan lembaga jasa keuangan sampai saat ini terjaga dengan pada level yang memadai. Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan tercatat 24,32%. Kemudian Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing tercatat 506,22% dan 321,51%, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120%. Begitu juga gearing ratio perusahaan pembiayaan yang sebesar 2,01 kali, jauh di bawah batas maksimum 10 kali.
(nng)