Cegah Wabah PMK Meluas, Bea Cukai Harus Perketat Masuknya Sapi Impor

Jum'at, 27 Mei 2022 - 20:13 WIB
loading...
Cegah Wabah PMK Meluas,...
Tiga ekor sapi yang mengalami penurunan berat badan akibat terkena Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di karantina oleh peternak di Desa Jeulekat, Lhokseumawe, Aceh, Rabu (25/5/2022). ANTARA FOTO/Rahmad/tom
A A A
JAKARTA - Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak khususnya sapi masih terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Agar tak semakin meluas, bea cukai diminta memperketat masuknya sapi impor.

“Titik-titik pemeriksaan serta pengawasan sapi impor perlu diperketat oleh bea cukai. Selain itu, karantina untuk sapi tersebut juga perlu menjadi fokus pemerintah supaya PMK tidak semakin meluas,” kata peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta, Jumat (27/5/2022).

Menurut dia, setiap pulau juga perlu memiliki fasilitas karantina hewan dan bibit hewan ternak yang diimpor untuk menghindari penyebaran virus yang dapat menyebar dengan cepat melalui udara.

Meskipun Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan virus PMK ini tidak berbahaya bagi manusia, akibatnya bisa fatal bagi hewan ternak seperti sapi.



Penyakit ini juga mengakibatkan penurunan penjualan daging sapi di sejumlah daerah. Menurut Aditya, jika diteruskan dan kembali terjadi, akan berpengaruh terhadap harga sapi yang naik, produksi dalam negeri yang menurun dan penurunan pendapatan peternak.

Menurut Outlook Daging Sapi 2020 dari Kementan, sekitar 30-40% kebutuhan daging sapi nasional dipenuhi melalui impor, baik impor daging sapi atau hewan sejenis lembu lainnya maupun impor sapi bakalan.

Impor didominasi oleh Australia. Namun, dalam beberapa tahun terakhir Indonesia mulai mendiversifikasi dan mengimpor dari India.

Indonesia masih membutuhkan impor daging maupun bibit hewan ternak karena ada keterbatasan pasokan domestik.

Sementara, permintaan daging semakin meningkat seiring dengan pertambahan populasi dan peningkatan pendapatan terutama bagi kelas menengah yang semakin bertambah.

Hingga saat ini, lanjut Aditya, produksi dalam negeri masih belum mampu untuk memenuhi keseluruhan kebutuhan daging sapi.



Menurut Profil Komoditas Daging Sapi dari Kementerian Perdagangan, laju pertumbuhan populasi sapi nasional berdasarkan data dalam 30 tahun terakhir adalah 1,44%. Sementara laju pertumbuhan permintaan daging tumbuh cepat yaitu 4,7% per tahun.

"Permintaan dan produksi yang timpang tersebut, menyebabkan Indonesia masih harus untuk melakukan impor sapi dan daging sapi untuk memenuhi kebutuhan domestik," ujar Aditya.



Penelitian CIPS juga merekomendasikan, pemerintah perlu memastikan regulasi yang ada dapat mengakomodir seluruh importir daging sapi yang memenuhi syarat, baik swasta maupun BUMN, supaya mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengimpor.

“Untuk memberikan perlindungan pada konsumen terkait risiko penyakit hewan, pemerintah lebih baik fokus pada peningkatan kinerja sistem pemantauan kesehatan daripada membatasi impor hanya untuk BUMN,” tandasnya.
(ind)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1695 seconds (0.1#10.140)