Pengurangan Pasokan Gas Rusia Makin Besar, Pembeli Teratas Eropa Tercekik

Kamis, 16 Juni 2022 - 13:45 WIB
loading...
Pengurangan Pasokan...
Tindakan Rusia seakan membenarkan bahwa energi gas dipakai sebagai senjata untuk melawan Eropa, usai sanksi embargo minyak disepakati sebagai respons menolak perang Rusia Ukraina. Foto/Dok
A A A
MOSKOW - Rusia memanaskan perang energi usai melanjutkan pengurangan pasokan gas melalui pipa terbesarnya ke Eropa . Hal ini mendorong Jerman untuk menuduh Kremlin mencoba menaikkan harga gas.

Tindakan Rusia seakan membenarkan bahwa energi gas dipakai sebagai senjata untuk melawan Eropa, usai sanksi embargo minyak disepakati sebagai respons menolak perang Rusia Ukraina.



Gazprom PJSC membatasi pasokan gas melalui pipa Nord Stream ke Jerman sebesar 60%, hal itu meningkatkan dari pemotongan awal terhadap pembeli utama Eropa yang diumumkan pada hari Selasa.

Langkah itu menambah pengurangan 15% dalam aliran gas ke Italia, sebagai pelanggan terbesar kedua untuk gas Rusia. Apa yang dilakukan Moskow memberikan lebih banyak tekanan pada pasar energi Eropa yang sudah ketat dan mengirim harga gas melonjak lebih dari 25%.

Menteri Ekonomi Jerman, Robert Habeck mengatakan, Rusia berusaha untuk mengacaukan pasar dan menopang harga, tetapi keamanan pasokan tetap dijamin untuk saat ini. Pembatasan itu menyalakan kembali ketegangan dengan Moskow, yang telah mereda setelah beberapa negara Eropa menemukan cara untuk membayar gas dalam rubel, dalam memenuhi permintaan dari Presiden Vladimir Putin.

"Industri harus bersiap untuk nol gas Rusia," kata Thierry Bros, mantan analis energi dan profesor di Paris Institute of Political Studies.
"Perusahaan-perusahaan Uni Eropa yang sepakat memutarbalikkan kontrak untuk terus menerima gas, sekarang harus memahami bahwa perubahan politik dapat datang kapan saja dari Kremlin," sambungnya.

Untuk diketahui Gazprom PJSC membatasi pasokan melalui Nord Stream menjadi 67 juta meter kubik sehari sejak Kamis, kemarin. Raksasa utilitas Uniper SE, pembeli utama gas Rusia asal Jerman mengaku, telah menerima gas 25% lebih sedikit daripada yang dikontrak dari Gazprom.

Perusahaan yang berbasis di Dusseldorf itu mengatakan sejauh ini pihaknya telah mampu mengganti volume yang hilang dengan gas alam dari sumber lain. Seorang juru bicara perusahaan menerangkan, masih terlalu dini untuk mengatakan seberapa besar pengurangan akan berdampak pada keuangan mereka.



Gazprom menyalahkan masalah teknis dengan turbin yang diproduksi oleh Siemens Energy AG yang sangat penting untuk berfungsinya pipa. Sedangkan Siemens mengutarakan, pada hari Selasa bahwa satu turbin yang telah dikirim untuk perbaikan terdampar di Kanada karena sanksi Ottawa yang melarang layanan teknis untuk industri minyak dan gas Rusia.

Sementara itu Wakil Menteri Ekonomi, Oliver Krischer mengungkapkan, pembatasan itu dikaitkan dengan bailout Jerman senilai 10 miliar euro (USD10,4 miliar) dari bekas unit Gazprom yang sekarang berada di bawah kendali regulator energi negara itu.

"Hubungan antara dua masalah itu tidak dapat dikesampingkan, yang satu bisa menjadi reaksi terhadap yang lain," kata Krischer kepada majelis komite perlindungan iklim dan energi parlemen.

Potongan Italia

Rusia juga membatasi pasokan gas ke Italia, meski negara itu setuju untuk membayar gas di bawah ketentuan pembayaran baru yang diberlakukan oleh Kremlin. Eni SpA mengatakan bahwa Gazprom memberi tahu raksasa energi Italia itu bahwa mereka akan mengekang pasokan sekitar 15%.

Perusahaan yang berbasis di St. Petersburg itu tidak memberikan alasan untuk pemotongan tersebut. "Italia bisa merasa dirugikan karena menerima aliran yang berkurang sebagai salah satu sekutu 'ramah' untuk membayar gas Rusia dalam rubel dan bukan pada rute langsung Nord Stream," kata Tim Partridge, kepala perdagangan energi di DB Group Europe.

Hilangnya pasokan Rusia bertepatan dengan penurunan kapasitas Amerika Serikat untuk mengirimkan gas alam cair ke wilayah tersebut setelah terminal ekspor utama di Texas rusak..

Operator fasilitas ekspor LNG Freeport di Texas menjelaskan, kemungkinan diperlukan waktu 90 hari bagi pabrik untuk kembali online sebagian, jauh lebih lama dari proyeksi sebelumnya minimal tiga minggu. Kapasitas penuh diperkirakan tidak akan tersedia hingga akhir 2022.

"Pemadaman gas yang signifikan di Timur dan Barat Eropa ini adalah pengingat kerapuhan infrastruktur fisik yang menopang pasar gas global," kata Zongqiang Luo, seorang analis di konsultan Norwegia Rystad Energy.

(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1708 seconds (0.1#10.140)