Ramai-ramai Mendukung BPR Cari Dana di Bursa Saham

Sabtu, 18 Juni 2022 - 01:12 WIB
loading...
Ramai-ramai Mendukung...
BPR harus didukung untuk mencari modal di bursa saham. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Permodalan masih menjadi masalah utama di bank perkreditan rakyat ( BPR ), terlebih setelah adanya kewajiban penyediaan modal minimum dan pemenuhan modal inti minimum BPR sesuai POJK No 5/POJK.03/2015. Menurut POJK tersebut, modal inti minimum BPR ditetapkan sebesar Rp6 miliar yang wajib dipenuhi paling lambat 31 Desember 2024.



Padahal, masih banyak BPR yang memiliki modal inti di bawah Rp6 miliar. Menurut data Infobank Institute, per Januari 2022, ada 501 (30,7%) BPR bermodal inti di bawah Rp6 miliar dari total jumlah BPR sebanyak 1.631 BPR (1.467 BPR dan 164 BPRS). Masih banyaknya jumlah BPR dengan modal inti di bawah Rp6 miliar membutuhkan perhatian khusus semua stakeholders.

Untuk mendapatkan permodalan dari mitra strategis juga tak mudah, apalagi dari investor asing. Sebab, sesuai UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, khususnya Pasal 23, BPR hanya boleh didirikan dan dimiliki oleh WNI. Berbeda dengan bank umum, yang memungkinkan mendapatkan pendanaan dari investor asing melalui sistem kemitraan, sesuai Pasal 22 UU Perbankan. Dari sinilah muncul wacana perlunya amandemen UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, agar BPR bisa memiliki hak yang sama seperti bank umum dalam mendapatkan pendanaan.

Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP Musthofa mendukung penuh upaya industri BPR mencari permodalan melalui skema go public atau IPO . Menurutnya BPR selama ini dipandang sebelah mata. Padahal, fungsi dan peran BPR tak beda jauh dengan bank umum, yakni sama-sama menjalankan fungsi intermediasi. BPR bahkan menjadi ujung tombak lembaga keuangan nasional dalam menggerakkan UMKM.

"Kami di Panja DPR siap mendukung dan men-support penuh langkah-langkah ke arah itu, termasuk usulan amandemen UU Perbankan, UU BI, UU OJK, dan UU LPS," ujar Musthofa dalam seminar "Potensi dan Peluang BPR Go Public dan Go Digital" yang digelar The Finance dan Perbarindo dan peluncuran buku biografi "Kepeloporan dan Keteladanan Bankir Wymbo Widjaksono", di Hotel Discovery, Ancol, Jakarta, Jumat, 17 Juni 2022.

Pihaknya sangat mendukung upaya menyetarakan BPR dengan bank umum, khususnya dalam mencari pendanaan. Bahkan, saking antusiasnya mendukung perkembangan BPR, Musthofa mengusulkan jika kepanjangan BPR diganti. "Jangan khawatir investor asing akan membawa dananya keluar. Sekarang sudah era boarderless, tak ada lagi sekat antarnegara," tegas Musthofa.

Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Joko Suyanto pun menyatakan, go public atau initial public offering (IPO) menjadi dambaan bagi industri BPR, salah satunya sebagai upaya dalam meningkatkan permodalan. Ada sejumlah keuntungan jika BPR go public, antara lain mendapatkan insentif pajak, meningkatkan nilai perusahaan, meningkatkan market awareness, menumbuhkan loyalitas karyawan, akses pada pendanan baru, dan meningkatkan good corporate governance (GCG).

Selain keuntungan, lanjut Joko, adapula sejumlah tantangan yang harus diperhatikan BPR ketika akan go public, yaitu delusi dan kontrol atas kepemilikan, transparansi dan pelaporan harus dilakukan secara profesional, biaya-biaya yang terkait dengan pasar modal, market pressure, serta regulasi dan pemenuhannya.

“Itu tantangan. Regulasi dan penggunaannya, di tambah lagi apabila sekarang sudah njlimet nanti akan makin njlimet lagi ketika kita IPO,” tukasnya.

Sementara itu, Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Didik Madiyono mengungkapkan, BPR/BPRS memiliki berbagai peluang yang bisa dieksplorasi. Antara lain, pertumbuhan permintaan atas BPR/BPRS yang mampu menyediakan produk dan layanan perbankan berbasis digital yang inovatif dan variatif, murah, aman, serta mudah diakses di mana saja dan kapan saja bisa menjadi peluang BPR/BPRS untuk mempercepat transformasi digitalnya.

Dalam menghadapi akselerasi transformasi digital khususnya di sektor perbankan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan BPR/BPRS dalam menghadapi risiko terkait keamanan data dan perlindungan konsumen yang memadai.



"Pemanfaatan teknologi serta penyediaan produk dan layanan perbankan berbasis digital sebenarnya memiliki sejumlah risiko keamanan seperti kebocoran data dan serangan siber, sehingga BPR/BPRS dituntut untuk mampu menyediakan sistem keamanan IT yang andal," jelas Didik.

Didik menambahkan pihaknya juga mendorong BPR/BPRS untuk go public yang akan berdampak positif pada penguatan permodalan, peningkatan efisiensi dan profitabilitas, serta memperkuat pelaksanaan good corporate governance bagi BPR/BPRS. LPS terus memotivasi BPR/BPRS untuk berinovasi dan bertransformasi agar dapat bertumbuh secara berkelanjutan serta selalu menjaga kinerja keuangannya.

"LPS senantiasa hadir untuk menjaga kepercayaan masyarakat pada industri perbankan, termasuk BPR/BPRS," paparnya.

Hingga April 2022, dengan skema penjaminan hingga Rp2 miliar per nasabah per bank, terdapat 473.896.016 rekening bank umum atau sekitar 99,93 persen dari total rekening yang dijamin penuh oleh LPS. Dan, jumlah rekening nasabah BPR/BPRS yang dijamin seluruh simpanannya per Maret 2022 adalah sebesar 99,98 persen dari total rekening atau setara dengan 14.515.423 rekening.

Sementara itu, OJK menilai bahwa BPR mampu bertahan dan tetap tumbuh positif di masa pandemi dibandingkan dengan bank umum yang sempat mengalami penurunan. Direktur Penelitian dan Pengaturan BPR OJK Ayahandayani mengatakan bahwa pertumbuhan BPR tecermin dari pertumbuhan yang cukup signifikan dari sisi aset, kredit, maupun dana pihak ketiga (DPK).

"Untuk yoy total aset meningkat 9,15%, ini pertumbuhannya cukup signifikan. Total kredit juga meningkat 7,95% yoy ini sangat baik sekali. Kemudian dana pihak ketiga juga meningkat 10,63% secara yoy. Secara industri BPR mengalami peningkatan yang cukup baik," ucap Ayahandayani.

OJK juga telah meluncurkan roadmap untuk pengembangan BPR/BPRS tahun 2021-2025 yang menghasilkan 4 visi utama yaitu, agile, adaptif, kontributif, dan refilient. Selain visi, roadmap tersebut juga menghasilkan 4 pilar utama, yang mana salah satunya adalah akselerasi transformasi digital. Dalam pilar tersebut diharapkan terjadi peluang transformasi digital, seperti digitalisasi kegiatan usaha BPR, transfer dana, hingga pembayaran.



"BPR harus agile dalam arti cepat berinovasi, adaptif terhadap seluruh perkembangan yang ada, kontributif, dan reselient itu adalah moto yang harus dicapai oleh BPR ke depannya sesuai dengan roadmap," pungkas Ayahandayani.
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1367 seconds (0.1#10.140)