Harga Minyak Ambrol 9% dalam Sepekan, Minggu Depan Gimana?

Minggu, 19 Juni 2022 - 22:32 WIB
loading...
Harga Minyak Ambrol 9% dalam Sepekan, Minggu Depan Gimana?
Harga minyak mentah anjlok hingga 9% sepanjang pekan ini. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Harga minyak mentah anjlok hingga 9% sepanjang pekan ini. Pasar masih terjebak kekhawatiran resesi Amerika Serikat (AS) yang didorong kenaikan suku bunga agresif oleh Federal Reserve demi mengekang inflasi.

Bursa derivatif ICE mencatat brent kontrak Agustus 2022 berakhir keok 5,58% di USD113,12 per barel. Selama pekan ini, Brent telah jatuh lebih dari 7%, pertama kalinya sejak dua bulan terakhir.

Sementara itu minyak West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange (NYMEX) Juli 2022 sepekan ini tertekan 9,21%, dan berakhir anjlok 6,83% di USD109,56 per barel.

Secara teknikal, sejumlah analis sebelumnya mewaspadai adanya tekanan jual mengingat posisi kedua benchmark minyak tersebut telah dalam kondisi overbougt alias jenuh beli.

"Harga pekan ini telah mengkonfirmasi terbentuknya pola Doji bearish di WTI,” kata Chief Technical Strategist Skycharting, Sunil Kumar Dixit, dilansir Investing.com, Minggu (19/6/2022).



Dixit mencermati support harga WTI yang perlu dicermati berada di level USD100 - USD106. Secara fundamental, katalis utama pergerakan harga minyak masih berasal dari kekhawatiran ihwal resesi di AS dan kebijakan lockdown baru di China. Hal itu ditakutkan dapat mengurangi permintaan minyak di pasaran.

“Resesi semakin mungkin terjadi karena bank sentral berlomba untuk menaikkan suku bunga sebelum inflasi lepas kendali,” kata Analis OANDA Craig Erlam.

Kecemasan semakin bertambah saat AS juga sedang dirundung isu stagflasi, yakni kondisi di mana terjadi pertumbuhan ekonomi yang melambat dan lonjakan inflasi.



Para produsen dari negara-negara pengekspor minyak bumi atau OPEC dan sekutunya juga diharapkan dapat menggenjot produksi untuk mengisi defisit pasokan yang telah terjadi sejak pandemi.

Seperti diketahui, bank sentral AS atau The Fed mengumumkan kenaikan suku bunga sebesar 75 bps pada pekan ini, tertinggi sejak lebih dari seperempat abad.

Fed funds rate (FFR) yang tinggi membuat permintaan dolar semakin meningkat. Hal itu membuat harga minyak menjadi lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang non-USD.

Di tengah kondisi tersebut, Rusia terus mencoba memasarkan minyaknya kendati masih terjerat sanksi negara-negara barat. Hal tersebut membuat harga minyak diprediksi bergerak fluktuatif pada pekan depan.

"Penurunan tak akan berlanjut, kecuali jika ekonomi mengalami kehancuran total. Justru saat ini seharusnya menjadi peluang untuk membuat posisi bullish kembali dalam jangka panjang," kata analis di Price Futures Group Chicago Phil Flynn.
(ind)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2029 seconds (0.1#10.140)