Waspada Fenomena Bubble Burst Startup, Ini Tips untuk Para Founder
loading...
A
A
A
JAKARTA - Founding Partner AC Venture Pandu Patria Sjahrir menyebut fenomena bubble burst perusahaan rintisan atau startup yang terjadi belakangan ini diakibatkan naiknya suku bunga Federal Reserve dan menyebabkan Cost of Capital naik sejak November-Desember 2021.
Hal ini kemudian membuat banyak investor memindahkan asetnya dari perusahaan dengan pertumbuhan tinggi (high growth) dan mencari perusahan dengan aset yang aman seperti komoditas.
"Banyak yang lari ke komoditas, juga precious metal, kepada asset class yang lain. Nah untuk perusahaan teknologi yang sangat high growth dan benefit dari low cost environment itu mereka mengalami penurunan karena banyak investor lari," kata Pandu, Kamis (23/6/2022).
Namun, lanjut Pandu, saat ini justru menjadi waktu yang sangat menarik untuk melihat perkembangan startup, karena masih adanya pertumbuhan di sektor teknologi.
"Apa sih yang berubah selama 4-5 bulan terakhir, karena pertumbuhannya masih ada. Banyak perusahaan sektor teknologi ini. Menurut saya sangat bagus untuk melihat nilai yang ada pada sektor teknologi," ucapnya.
Meski terlihat masih menggiurkan, Pandu juga mewanti-wanti para pendiri atau founder startup bahwa investor akan lebih berhati-hati.
Investor, menurutnya, kini cenderung mencari startup yang bisa menjadi solusi permasalahan yang ada pada masyarakat dari hulu ke hilir.
Dalam menghadapi bubble burst ini, Pandu pun memberikan tiga tips untuk founder startup. Pertama, mereka harus benar-benar dilihat apakah bisnis mereka mampu menghasilkan omzet atau tidak.
"Ini kadang dianggap kita harus membeli pangsa pasar. Tapi yang paling penting adalah produk market fit-nya sudah pas atau belum? Jadi Anda harus bisa belajar beradaptasi yang sangat cepat untuk melihat 'Eh saya bisa nggak ya menghasilkan profit dari bisnis saya sekarang ini?" kata Pandu.
Kedua, para founder juga harus bisa membaca dari sisi sentimen investor bahwa mereka tidak hanya cari perusahaan yang tumbuh (growth) saja. Investor pasti mencari keuntungan. "Bisa nggak Anda untung sekarang? Unit economic Anda bagaimana? Jadi itu juga harus dijadikan top of mind," ujarnya.
Terakhir adalah para founder jangan terus menggantungkan diri pada pendanaan dari investor. Menurut Pandu, pendiri startup harus bisa menggunakan uang yang ada untuk terus diputar dan diinvestasikan ulang untuk pertumbuhan perusahaan mereka.
"Jadi kalau sekarang misal 'Oh saya harus (dapat pendanaan) seri A, seri B, seri C. Paling enak kalau bisa dari pre-seri A eh udah bisa loncat, nanti seri B, seri C. Bahasanya skip round, sebenarnya buat para shareholder, atau owner atau founder ini juga lebih bagus karena Anda punya equity lebih banyak di perusahaan Anda. Jadi Anda actually have a very good defensible business model," pungkas Pandu.
Lihat Juga: Curi Perhatian Ratusan Investor, 4 Startup Finalis Grab Ventures Velocity Ikuti Coaching Intensif
Hal ini kemudian membuat banyak investor memindahkan asetnya dari perusahaan dengan pertumbuhan tinggi (high growth) dan mencari perusahan dengan aset yang aman seperti komoditas.
"Banyak yang lari ke komoditas, juga precious metal, kepada asset class yang lain. Nah untuk perusahaan teknologi yang sangat high growth dan benefit dari low cost environment itu mereka mengalami penurunan karena banyak investor lari," kata Pandu, Kamis (23/6/2022).
Namun, lanjut Pandu, saat ini justru menjadi waktu yang sangat menarik untuk melihat perkembangan startup, karena masih adanya pertumbuhan di sektor teknologi.
"Apa sih yang berubah selama 4-5 bulan terakhir, karena pertumbuhannya masih ada. Banyak perusahaan sektor teknologi ini. Menurut saya sangat bagus untuk melihat nilai yang ada pada sektor teknologi," ucapnya.
Meski terlihat masih menggiurkan, Pandu juga mewanti-wanti para pendiri atau founder startup bahwa investor akan lebih berhati-hati.
Investor, menurutnya, kini cenderung mencari startup yang bisa menjadi solusi permasalahan yang ada pada masyarakat dari hulu ke hilir.
Dalam menghadapi bubble burst ini, Pandu pun memberikan tiga tips untuk founder startup. Pertama, mereka harus benar-benar dilihat apakah bisnis mereka mampu menghasilkan omzet atau tidak.
"Ini kadang dianggap kita harus membeli pangsa pasar. Tapi yang paling penting adalah produk market fit-nya sudah pas atau belum? Jadi Anda harus bisa belajar beradaptasi yang sangat cepat untuk melihat 'Eh saya bisa nggak ya menghasilkan profit dari bisnis saya sekarang ini?" kata Pandu.
Kedua, para founder juga harus bisa membaca dari sisi sentimen investor bahwa mereka tidak hanya cari perusahaan yang tumbuh (growth) saja. Investor pasti mencari keuntungan. "Bisa nggak Anda untung sekarang? Unit economic Anda bagaimana? Jadi itu juga harus dijadikan top of mind," ujarnya.
Terakhir adalah para founder jangan terus menggantungkan diri pada pendanaan dari investor. Menurut Pandu, pendiri startup harus bisa menggunakan uang yang ada untuk terus diputar dan diinvestasikan ulang untuk pertumbuhan perusahaan mereka.
"Jadi kalau sekarang misal 'Oh saya harus (dapat pendanaan) seri A, seri B, seri C. Paling enak kalau bisa dari pre-seri A eh udah bisa loncat, nanti seri B, seri C. Bahasanya skip round, sebenarnya buat para shareholder, atau owner atau founder ini juga lebih bagus karena Anda punya equity lebih banyak di perusahaan Anda. Jadi Anda actually have a very good defensible business model," pungkas Pandu.
Lihat Juga: Curi Perhatian Ratusan Investor, 4 Startup Finalis Grab Ventures Velocity Ikuti Coaching Intensif
(ind)