Sri Mulyani Waspadai Dampak Kenaikan Suku Bunga The Fed

Jum'at, 01 Juli 2022 - 11:40 WIB
loading...
Sri Mulyani Waspadai Dampak Kenaikan Suku Bunga The Fed
Sri Mulyani mengatakan kenaikan suku bunga The Fed akan berdampak secara global. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa pemulihan ekonomi saat ini yang bersamaan dengan penanganan Covid-19 makin memberikan optimisme terhadap confidence masyarakat untuk beraktivitas. Namun, pihaknya melihat adanya downside risk atau risiko baru yang bisa membebani atau membayangi outlook ekonomi nasional maupun dunia, terutama yang berhubungan dengan geopolitik.



"Berlangsungnya perang Rusia-Ukraina bisa memberikan dampak spillover terhadap kenaikan harga-harga komoditas terutama pangan dan energi, termasuk pupuk," ujar Sri dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan Gubernur Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Jumat (1/7/2022).

Kemudian, disrupsi dari sisi supply sangat serius karena ada berbagai imbas dari geopolitik, dan juga karena labor market sehingga menimbulkan tekanan inflasi. Bank sentral menjadi sumber dan juga resources player yang akan sangat menentukan dalam menstabilkan dari sisi harga.

Dengan kenaikan inflasi, sambung Sri, maka respons yang sangat perlu adalah kebijakan moneter dan fiskalnya. Kendati demikian, dia memahami bahwa inflasi yang terjadi saat ini sebagian sangat besar karena adanya sisi supply yang terdisrupsi dan juga demand side dari pemulihan ekonomi.

"Jadi kita harus balanced untuk mengelolanya. Seluruh komoditas terutama minyak, gas, dan mineral serta makanan mengalami kenaikan yang cukup signifikan jika dihitung sejak awal tahun 2022 atau bahkan sejak 2021," terang Sri.

Ekspansi dari kegiatan ekonomi terlihat dari sisi manufaktur, namun sudah terlihat adanya tanda-tanda stagnasi dari ekspansi tersebut. Ini artinya terjadi kenaikan terus-menerus tetapi sudah mulai ada saturasi karena adanya kenaikan harga dan confidence di masyarakat yang mengalami tekanan karena adanya inflasi yang tinggi.



"Di saat inflasi tinggi, Amerika Serikat (AS) dipaksa untuk melakukan adjustment dari kebijakan moneter dengan menaikkan Fed Funds Rate, juga dari sisi pengetatan likuiditas," tambahnya.

Sri menjelaskan bahwa langkah itu bisa menimbulkan gejolak volatilitas karena peranan dolar AS (USD) dalam transaksi dunia lebih dari 60%, sehingga ini akan memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap seluruh dunia. Dengan adanya kenaikan inflasi tinggi di AS, keyakinan konsumen akan turun secara dramatis.

"Bahkan keyakinan konsumen di AS ini lebih rendah dibandingkan pada masa pandemi Covid-19 di awal 2020, menggambarkan betapa sangat gloomy atau pesimistisnya konsumen di AS terhadap yang pertama, kenaikan-kenaikan harga yang menyebabkan inflasi tinggi dan kemungkinan terjadinya resesi," papar Sri.

Dia menyebutkan, situasi ini merupakan kombinasi yang sangat tidak baik, sehingga menurunkan angka keyakinan konsumen secara sangat dramatis. Bahkan, Sri mengatakan bahwa hampir seluruh pandangan dari para ekonom dan pembuat kebijakan terkait resesi di AS sekarang menjadi suatu kemungkinan atau posibilitas yang tidak terhindarkan.



"Dengan situasi ini, kita harus memusatkan level dan sumber risiko yang berasal dari volatilitas sektor keuangan akibat adjustment atau perubahan kebijakan yang terjadi karena adanya disrupsi supply dan inflasi yang kemudian harus distabilkan," tandas Sri.
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2347 seconds (0.1#10.140)