BPH Migas Pastikan Pemberian Subsidi BBM Tepat Sasaran, Ini Strateginya
loading...
A
A
A
Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman menyampaikan bahwa terkait dengan subsidi solar, ada empat elemen utama yang harus diperhatikan. Pertama, untuk subsidi, volume atau kuotanya sudah ditentukan. Harganya pun juga sudah diatur atau ditetapkan.
"Kemudian konsumennya juga ditentukan. Tiga parameter ini penting untuk kita ketahui ketika kita membicarakan tentang Jenis BBM Tertentu (JBT) solar," ujar Saleh dalam Webinar SUKSE2S bertajuk Generating Stakeholders Support for Achieving Effectiveness of Fuel and LPG Subsidies di Jakarta, Rabu(29/6/2022).
Hal keempat yang paling penting, sambung dia, karena pengaturannya sangat ketat, maka masuk peran pengawasan dan pengendalian dari BPH Migas agar JBT solar tepat sasaran. "Jadi bagaimana subsidi uang negara yang diberikan ini betul-betul tepat sasaran dan meningkatkan produktivitas masyarakat, itu yang penting. Kami di BPH Migas melakukan perencanaan, pengawasan, dan pengendalian," ungkap Saleh.
JBT berupa minyak tanah dan minyak solar mendapatkan subsidi APBN, dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) bensin (gasoline) RON 90 seperti Pertalite mendapatkan kompensasi APBN.
Sementara itu, Jenis BBM Umum (JBU) diluar JBT dan JBKP tidak menerima subsidi. Kuota JBT solar dalam APBN 2022 tercatat 15,10 juta KL, JBT kerosene 0,48 juta KL, dan JBKP Pertalite 23,05 juta KL.
"Hingga 2022 bulan Juni, konsumsi solar vs kuota sudah di atas 50% hingga tanggal 20 Juni 2022. Konsumsi rata-rata bulanan maupun harian sudah di atas 10%, ini tentu jika kita tidak lakukan pengendalian, kita akan kehabisan subsidi entah di September atau Oktober. Maka dari itu, perlu pengendalian konsumsi kepada yang benar-benar berhak menerimanya," tambah Saleh.
Dia mengatakan, konsumen yang berhak menerima subsidi solar sudah diatur secara lengkap dalam Perpres Nomor 191 tahun 2014, misal mobil plat hitam, mobil plat kuning, kendaraan layanan umum, perikanan, dan lainnya.
Namun, dia mengatakan, Perpres ini sedang direvisi untuk penyesuaian konsumen yang berhak menerima subsidi tersebut. "Kita juga melakukan pengaturan volume JBT solar ini, karena subsidi ini pasti jumlahnya terbatas, kalau dilepas setiap orang bisa mengisi berapapun, maka tidak akan cukup. Maka regulasinya, 60 L untuk mobil roda 4, 80 L untuk mobil barang, kemudian dan penumpang, 200 L per hari untuk kendaraan roda 6 ke atas, kita sudah atur. Tujuannya agar kita bisa jamin bahwa target subsidi tercapai." tandasnya.
Kendati demikian, Saleh mengakui bahwa ada kelemahan dalam menyusunnya, dimana pihaknya tidak bisa mengetahui seberapa banyak seseorang bisa mengisi BBM dalam sehari, karena belum ada instrumen.
Saat ini, pihaknya hanya bisa menjaga agar pengisian BBM-nya tidak melebihi 60 L per hari, misalnya. "Sistem MyPertamina nanti bisa mengawal hal tersebut, bahwa seseorang jika telah mengisi hari itu misal 60 L, maka tidak bisa dia membeli di SPBU lain. Jadi, ini betul-betul terkontrol konsumen kita," tambahnya.
Pihaknya juga melakukan pengaturan penerbitan surat rekomendasi untuk pembelian JBT solar untuk usaha pertanian, usaha perikanan, usaha mikro, dan layanan umum sesuai Peraturan BPH Migas nomor 17 tahun 2019. Saat ini, BPH Migas juga tengah draft pengaturan BPH Migas sebagai aturan pelaksanaan Perpres dan penyiapan SK pengendalian volume BBM.
"Sementara itu, pengawasan kami lakukan dengan pengawasan lapangan secara rutin oleh tim BPH Migas, juga pemanfaatan IT melalui digitalisasi nozzle, SILVIA atau sistem informasi Pelaporan, Pengawasan Pendistribusian BBM, kerja sama pengawasan dengan aparat penegak hukum, pengawasan terpadu bersama Itjen Kementerian ESDM dan Ditjen Migas dalam tim gugus tugas pengawasan penyediaan dan pendistribusian BBM KESDM, serta pengawasan bersama dengan Pemda," pungkas Saleh.
"Kemudian konsumennya juga ditentukan. Tiga parameter ini penting untuk kita ketahui ketika kita membicarakan tentang Jenis BBM Tertentu (JBT) solar," ujar Saleh dalam Webinar SUKSE2S bertajuk Generating Stakeholders Support for Achieving Effectiveness of Fuel and LPG Subsidies di Jakarta, Rabu(29/6/2022).
Hal keempat yang paling penting, sambung dia, karena pengaturannya sangat ketat, maka masuk peran pengawasan dan pengendalian dari BPH Migas agar JBT solar tepat sasaran. "Jadi bagaimana subsidi uang negara yang diberikan ini betul-betul tepat sasaran dan meningkatkan produktivitas masyarakat, itu yang penting. Kami di BPH Migas melakukan perencanaan, pengawasan, dan pengendalian," ungkap Saleh.
JBT berupa minyak tanah dan minyak solar mendapatkan subsidi APBN, dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) bensin (gasoline) RON 90 seperti Pertalite mendapatkan kompensasi APBN.
Sementara itu, Jenis BBM Umum (JBU) diluar JBT dan JBKP tidak menerima subsidi. Kuota JBT solar dalam APBN 2022 tercatat 15,10 juta KL, JBT kerosene 0,48 juta KL, dan JBKP Pertalite 23,05 juta KL.
"Hingga 2022 bulan Juni, konsumsi solar vs kuota sudah di atas 50% hingga tanggal 20 Juni 2022. Konsumsi rata-rata bulanan maupun harian sudah di atas 10%, ini tentu jika kita tidak lakukan pengendalian, kita akan kehabisan subsidi entah di September atau Oktober. Maka dari itu, perlu pengendalian konsumsi kepada yang benar-benar berhak menerimanya," tambah Saleh.
Dia mengatakan, konsumen yang berhak menerima subsidi solar sudah diatur secara lengkap dalam Perpres Nomor 191 tahun 2014, misal mobil plat hitam, mobil plat kuning, kendaraan layanan umum, perikanan, dan lainnya.
Namun, dia mengatakan, Perpres ini sedang direvisi untuk penyesuaian konsumen yang berhak menerima subsidi tersebut. "Kita juga melakukan pengaturan volume JBT solar ini, karena subsidi ini pasti jumlahnya terbatas, kalau dilepas setiap orang bisa mengisi berapapun, maka tidak akan cukup. Maka regulasinya, 60 L untuk mobil roda 4, 80 L untuk mobil barang, kemudian dan penumpang, 200 L per hari untuk kendaraan roda 6 ke atas, kita sudah atur. Tujuannya agar kita bisa jamin bahwa target subsidi tercapai." tandasnya.
Kendati demikian, Saleh mengakui bahwa ada kelemahan dalam menyusunnya, dimana pihaknya tidak bisa mengetahui seberapa banyak seseorang bisa mengisi BBM dalam sehari, karena belum ada instrumen.
Saat ini, pihaknya hanya bisa menjaga agar pengisian BBM-nya tidak melebihi 60 L per hari, misalnya. "Sistem MyPertamina nanti bisa mengawal hal tersebut, bahwa seseorang jika telah mengisi hari itu misal 60 L, maka tidak bisa dia membeli di SPBU lain. Jadi, ini betul-betul terkontrol konsumen kita," tambahnya.
Pihaknya juga melakukan pengaturan penerbitan surat rekomendasi untuk pembelian JBT solar untuk usaha pertanian, usaha perikanan, usaha mikro, dan layanan umum sesuai Peraturan BPH Migas nomor 17 tahun 2019. Saat ini, BPH Migas juga tengah draft pengaturan BPH Migas sebagai aturan pelaksanaan Perpres dan penyiapan SK pengendalian volume BBM.
"Sementara itu, pengawasan kami lakukan dengan pengawasan lapangan secara rutin oleh tim BPH Migas, juga pemanfaatan IT melalui digitalisasi nozzle, SILVIA atau sistem informasi Pelaporan, Pengawasan Pendistribusian BBM, kerja sama pengawasan dengan aparat penegak hukum, pengawasan terpadu bersama Itjen Kementerian ESDM dan Ditjen Migas dalam tim gugus tugas pengawasan penyediaan dan pendistribusian BBM KESDM, serta pengawasan bersama dengan Pemda," pungkas Saleh.
(atk)