Peternak Keluhkan Harga Ayam Terjun Bebas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sudah jatuh tertimpa tangga itulah yang dirasakan para peternakayammenyikapi kondisi usahanya yang didera penyebaran Covid-19. Sejak tahun lalu, harga ayam lebih sering di bawah harga produksi sehingga merugi. Harga ayam di tingkat peternak bisa dibawah Rp10.000/kg sementara ongkos produksi bisa mencapai sekitar Rp18.000.
Walaupun sering merugi, namun kondisi pasar masih bisa menyerap karena ada permintaan masyarakat. Begitu terjadi wabah Covid 19, permintaan itu akhirnya turun drastis akibat adanya pembatasan sosial. Rumah makan, restoran, warung, banyak yang tutup, otomatis permintaan juga anjlok.
Bahkan menjelang bulan Ramadan yang merupakan masa tersibuk bagi para peternak menyiapkan ayam untuk kebutuhan bulan Ramadan lanjut Lebaran dianggap belum bisa mendongkrak kenaikan permintaan yang sudah berada di level terendah.
"Kondisi peternakanibaratnya sudah seperti mayat hidup, sejak tahun 2019 lalu kami terus merugi. Adanya wabah corona ini sebagai menambah sakit saja dan menderita," ujar Parjuni, salah satu peternak ayam.
Ia menuturkan, sebelum terjadi wabah, peternak masih sempat menjual Rp12.000-Rp13.000, begitu terjadi wabah, harga menjadi terjun bebas hanyaRp8.000 bahkan Rp4.000/kg. Sementara ongkos produksi tidak pernah turun, tetap Rp17.500-18.000.
Bagi konsumen hal ini agak susah dipahami karena harga di pasar basah atau pasar moderen masih stabil di angka Rp30.000-35.000/kg. Rusaknya harga ayam ini terjadi akibat kelebihan pasokan sejak setahun lalu. Pada kondisi sekarang, permintaan ayam menurun hingga lebih50 persen akibat pembatasan aktivitas masyarakat untuk mengurangi penyebaran Covid-19.
Parjuni mengatakan, sejak tahun lalu, komposisi suplai selalu berlebih setiap bulan,rata-rata suplai mencapai 300 juta kg/bulan,padahal kebutuhan pasar hanya 245-255 juta kg/bulan atau rata-rata 250 juta kg/bulan.
Ada kelebihan 50 juta/bulan atau per minggu 12.500-15juta. Sudah melebihi kebutuhanmasyarakat. Sehingga dia pun pesimistis, kalaupun Lebaran ada peningkatan, tetap saja belum memberikan keuntungan buat peternak rakyat.
"Ada kenaikan 20-25 persenterutama di Jawa atau maksimal 30 persen itu sudah bagus tapi tetap masih kelebihan suplai. Saat Lebaran kenaikan ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur, karena kalau di Jawa Barat dan DKI justru berkurang karena orangnya mudik. Tapi kalau ada pelarangan mudik, artinya demand saat lebaran tidak ada tambahan, nilai konsumsinya tidak akan melonjak," kata peternak yang sudah berusaha sejak 2003 ini.
Menurutnya, peternak sudah meminta agar pemerintah membuat kebijakan untuk menyikapi adanya over supply ini. Namun kebijakannya hanya reaktif saja.Ketika peternak demo atau melakukan pembagian dan pembakaran ayam-ayam barulah pemerintah turun tangan mengurangi suplai. Kebijakan itu padahal terbukti, harga di tingkat peternak kemudian membaik.
Dia memaparkan, padaJuni 2019 masuk ayam hanya sekitar 230 juta/kg. Saat Juli bagus, peternak rakyat untung. Tapi Juli dan Agustus tidak ada pemangkasan lagi, akhirnyaAgustus-September hancur lagi. September 230 juta lagi, Oktober bagus lagi.
"Bagus itu bukan melebihi acuan Kemendag, tapi peternak bisa dapat untung. Tapi tidak dipakai lagi jadi data yang benar. Bulan Oktober ngawur, sampai Desember. Sebenarnya Februari sudah juga dikurang tapi sudah kedahuluan wabah corona," keluhnya.
Parjuni mengatakan, over supply ayam ini sudah terjadi saat pasar dibanjiri DOC (Day Old Chicken). Tapi seringkali tidak diakui pemerintah.
"Kalaudi rapat, diakui bahwa DOC enggak over supply tapi over di liverbird (ayam hidup) saja. Padahal over supply pasti sudah dimulai dari DOC. Tapi dipelintir bahwa enggak ada over di DOC tapi hanya livebird. Memangnya livebird asalnya dari bata merah? Livebird kan asalnya dariDOC, sumber oversupply ya dari DOC, bukan bersumbernya livebird," ujarnya.
Akibat pemerintah yang tutup mata dengan kondisi peternak membuat peternak seperti 'mayat hidup'. "Banyak orang pajak bertanya usaha rugi tapi kokjalan. Kami ini seperti mayat hidup. Kami hanya menjalankan uangnya pabrik," katanya.
Lantas, dia menggambarkan adanya kelonggaran pabrik yang jatuh tempo bisa 2-3 bulan bahkan 100 hari membuat peternak bertahan. "Kalau dihitung, peternak rakyat ini sudah tidak hidup lagi. Kalau disuruh bayar cash, punya ayam saat panen diambil pabrik sudah habis. Hanya karena waktunya panjang, jadi bisa memutar lagi tapi uang perusahaan. Sebenarnya usaha yang tidak sehat, negara ini sudah dalam kondisi darurat di perunggasan karena peternak rakyat tidak punya modal, bahkan minus dengan asset yang diputar," tutur Parjuni.
Wabah corona, akan mempecepat kematian para peternak ayam. Bila pemerintah tidak turun tangan. "Pemerintah jangan menyalahkan wabah corona, karena kondisi ini sudah kacau. Kita sudah sakit. Kalau tidak ada corona mungkin kita bertahan sebulan lagi, karena corona jadi lebih parah dan mempercepat kematian," ucapnya.
Padahal ada lebih dari 12 juta tenaga kerja di peternakan rakyat ini. Kadma, salah satu peternak lain dari Bogor, mengakuikondisi saat ini merupakan yang terburuk sejak 2004 pada saat terjadi pandemiflu burung dan juga resesi 1998.
Ketua Umum Perhimpunan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar), Singgih Januratmoko mengatakan, pemerintah harus melakuan gebrakan serius untuk menyelamatkan peternak ayam. Dia juga berpendapat momen puasa dan Lebaran belum bisa mendongkrak kelesuan sektor peternakan ayam.
"Untuk pulih masih 2-3 bulan lagi. Dalam 3 minggu ke depan kondisinya masih berat. Dengan kondisi seperti ini pengusaha UMKM bakal gulung tikar, yang bertahan hanya pengusaha besar. Sementara peternak ayam di Indonesia hampir 80 persen levelnya UMKM," katanya.
Sebelum para peternak berguguran, perlu tindakan dari hulu dan hilir dari pemerintah. Harus segera dilakukan program pasar murah di mana pemerintah memfasilitasi dengan membeli ayam dari peternakan rakyat serta program bantuan langung dalam bentuk ayam. Tidak hanya beras dan uang tunai. Terutama juga memangkas over supply sejak dari DOC.
Mencermati kondisi saat ini, Yeka Hendra Fatika dari Pusat Kajian Pertanian dan Advokasi, mengatakan, produk unggas baik itu karkas harus diserap jadi cadangan pangan nasional.
"Saran sayaMenteri Perekonomian merespons cepat untuk menarik 20 ribu ton ayam atau karkas agar RPA (Rumah Pemotongan Ayam) dan cold storage yang sekarang penuh ini jadi kosong dan dialihkan ke pemerintah karena kosong produk dari peternak mitra bisa masuk lagi ke RPA, nah ini langkah merespons cepat," paparnya.
Sementara, Parjuni meminta agar pemerintah mengurangi suplai DOC hingga 40 persen, menunda setting telur untuk 4 minggu ke depan agar harga livebird di tingkat peternak bisa bergerak naik sesuai harga acuan Kementerian Perdagangan. Dengan demikian peternak ayam dapat hidup kembali.
Lihat Juga: Kemendag Diminta Tak Buru-buru Terbitkan Izin Impor Sapi Bakalan, Utamakan Peternak Lokal
Walaupun sering merugi, namun kondisi pasar masih bisa menyerap karena ada permintaan masyarakat. Begitu terjadi wabah Covid 19, permintaan itu akhirnya turun drastis akibat adanya pembatasan sosial. Rumah makan, restoran, warung, banyak yang tutup, otomatis permintaan juga anjlok.
Bahkan menjelang bulan Ramadan yang merupakan masa tersibuk bagi para peternak menyiapkan ayam untuk kebutuhan bulan Ramadan lanjut Lebaran dianggap belum bisa mendongkrak kenaikan permintaan yang sudah berada di level terendah.
"Kondisi peternakanibaratnya sudah seperti mayat hidup, sejak tahun 2019 lalu kami terus merugi. Adanya wabah corona ini sebagai menambah sakit saja dan menderita," ujar Parjuni, salah satu peternak ayam.
Ia menuturkan, sebelum terjadi wabah, peternak masih sempat menjual Rp12.000-Rp13.000, begitu terjadi wabah, harga menjadi terjun bebas hanyaRp8.000 bahkan Rp4.000/kg. Sementara ongkos produksi tidak pernah turun, tetap Rp17.500-18.000.
Bagi konsumen hal ini agak susah dipahami karena harga di pasar basah atau pasar moderen masih stabil di angka Rp30.000-35.000/kg. Rusaknya harga ayam ini terjadi akibat kelebihan pasokan sejak setahun lalu. Pada kondisi sekarang, permintaan ayam menurun hingga lebih50 persen akibat pembatasan aktivitas masyarakat untuk mengurangi penyebaran Covid-19.
Parjuni mengatakan, sejak tahun lalu, komposisi suplai selalu berlebih setiap bulan,rata-rata suplai mencapai 300 juta kg/bulan,padahal kebutuhan pasar hanya 245-255 juta kg/bulan atau rata-rata 250 juta kg/bulan.
Ada kelebihan 50 juta/bulan atau per minggu 12.500-15juta. Sudah melebihi kebutuhanmasyarakat. Sehingga dia pun pesimistis, kalaupun Lebaran ada peningkatan, tetap saja belum memberikan keuntungan buat peternak rakyat.
"Ada kenaikan 20-25 persenterutama di Jawa atau maksimal 30 persen itu sudah bagus tapi tetap masih kelebihan suplai. Saat Lebaran kenaikan ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur, karena kalau di Jawa Barat dan DKI justru berkurang karena orangnya mudik. Tapi kalau ada pelarangan mudik, artinya demand saat lebaran tidak ada tambahan, nilai konsumsinya tidak akan melonjak," kata peternak yang sudah berusaha sejak 2003 ini.
Menurutnya, peternak sudah meminta agar pemerintah membuat kebijakan untuk menyikapi adanya over supply ini. Namun kebijakannya hanya reaktif saja.Ketika peternak demo atau melakukan pembagian dan pembakaran ayam-ayam barulah pemerintah turun tangan mengurangi suplai. Kebijakan itu padahal terbukti, harga di tingkat peternak kemudian membaik.
Dia memaparkan, padaJuni 2019 masuk ayam hanya sekitar 230 juta/kg. Saat Juli bagus, peternak rakyat untung. Tapi Juli dan Agustus tidak ada pemangkasan lagi, akhirnyaAgustus-September hancur lagi. September 230 juta lagi, Oktober bagus lagi.
"Bagus itu bukan melebihi acuan Kemendag, tapi peternak bisa dapat untung. Tapi tidak dipakai lagi jadi data yang benar. Bulan Oktober ngawur, sampai Desember. Sebenarnya Februari sudah juga dikurang tapi sudah kedahuluan wabah corona," keluhnya.
Parjuni mengatakan, over supply ayam ini sudah terjadi saat pasar dibanjiri DOC (Day Old Chicken). Tapi seringkali tidak diakui pemerintah.
"Kalaudi rapat, diakui bahwa DOC enggak over supply tapi over di liverbird (ayam hidup) saja. Padahal over supply pasti sudah dimulai dari DOC. Tapi dipelintir bahwa enggak ada over di DOC tapi hanya livebird. Memangnya livebird asalnya dari bata merah? Livebird kan asalnya dariDOC, sumber oversupply ya dari DOC, bukan bersumbernya livebird," ujarnya.
Akibat pemerintah yang tutup mata dengan kondisi peternak membuat peternak seperti 'mayat hidup'. "Banyak orang pajak bertanya usaha rugi tapi kokjalan. Kami ini seperti mayat hidup. Kami hanya menjalankan uangnya pabrik," katanya.
Lantas, dia menggambarkan adanya kelonggaran pabrik yang jatuh tempo bisa 2-3 bulan bahkan 100 hari membuat peternak bertahan. "Kalau dihitung, peternak rakyat ini sudah tidak hidup lagi. Kalau disuruh bayar cash, punya ayam saat panen diambil pabrik sudah habis. Hanya karena waktunya panjang, jadi bisa memutar lagi tapi uang perusahaan. Sebenarnya usaha yang tidak sehat, negara ini sudah dalam kondisi darurat di perunggasan karena peternak rakyat tidak punya modal, bahkan minus dengan asset yang diputar," tutur Parjuni.
Wabah corona, akan mempecepat kematian para peternak ayam. Bila pemerintah tidak turun tangan. "Pemerintah jangan menyalahkan wabah corona, karena kondisi ini sudah kacau. Kita sudah sakit. Kalau tidak ada corona mungkin kita bertahan sebulan lagi, karena corona jadi lebih parah dan mempercepat kematian," ucapnya.
Padahal ada lebih dari 12 juta tenaga kerja di peternakan rakyat ini. Kadma, salah satu peternak lain dari Bogor, mengakuikondisi saat ini merupakan yang terburuk sejak 2004 pada saat terjadi pandemiflu burung dan juga resesi 1998.
Ketua Umum Perhimpunan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar), Singgih Januratmoko mengatakan, pemerintah harus melakuan gebrakan serius untuk menyelamatkan peternak ayam. Dia juga berpendapat momen puasa dan Lebaran belum bisa mendongkrak kelesuan sektor peternakan ayam.
"Untuk pulih masih 2-3 bulan lagi. Dalam 3 minggu ke depan kondisinya masih berat. Dengan kondisi seperti ini pengusaha UMKM bakal gulung tikar, yang bertahan hanya pengusaha besar. Sementara peternak ayam di Indonesia hampir 80 persen levelnya UMKM," katanya.
Sebelum para peternak berguguran, perlu tindakan dari hulu dan hilir dari pemerintah. Harus segera dilakukan program pasar murah di mana pemerintah memfasilitasi dengan membeli ayam dari peternakan rakyat serta program bantuan langung dalam bentuk ayam. Tidak hanya beras dan uang tunai. Terutama juga memangkas over supply sejak dari DOC.
Mencermati kondisi saat ini, Yeka Hendra Fatika dari Pusat Kajian Pertanian dan Advokasi, mengatakan, produk unggas baik itu karkas harus diserap jadi cadangan pangan nasional.
"Saran sayaMenteri Perekonomian merespons cepat untuk menarik 20 ribu ton ayam atau karkas agar RPA (Rumah Pemotongan Ayam) dan cold storage yang sekarang penuh ini jadi kosong dan dialihkan ke pemerintah karena kosong produk dari peternak mitra bisa masuk lagi ke RPA, nah ini langkah merespons cepat," paparnya.
Sementara, Parjuni meminta agar pemerintah mengurangi suplai DOC hingga 40 persen, menunda setting telur untuk 4 minggu ke depan agar harga livebird di tingkat peternak bisa bergerak naik sesuai harga acuan Kementerian Perdagangan. Dengan demikian peternak ayam dapat hidup kembali.
Lihat Juga: Kemendag Diminta Tak Buru-buru Terbitkan Izin Impor Sapi Bakalan, Utamakan Peternak Lokal
(ant)