Menguak 3 Alasan IMF Melukiskan Gambaran Suram Ekonomi Global di Sisa 2022

Minggu, 31 Juli 2022 - 19:48 WIB
loading...
Menguak 3 Alasan IMF Melukiskan Gambaran Suram Ekonomi Global di Sisa 2022
Ini 3 faktor utama yang membuat Dana Moneter Internasional (IMF) melukiskan gambaran suram perekonomian global untuk sisa tahun 2022. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Dana Moneter Internasional (IMF) melukiskan gambaran suram untuk sisa tahun 2022, dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,2%. Sementara untuk Amerika Serikat , IMF memproyeksikan tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 2,3% pada tahun 2022.

Untuk tahun 2023, perkiraannya adalah: Pertumbuhan diproyeksikan mendekati 1% pada tahun 2023 dan turun 0,6% untuk kuartal keempat. (Sebagai perbandingan, proyeksi berada di level 5,7% pada tahun 2021)



IMF juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia pada 2023 sebesar 0,7 poin secara persentase, menjadi 2,9% (yoy).

Kepala Ekonom IMF, Pierre-Oliver Gourinchas menjabarkan, tiga faktor utama di balik revisi penurunan ke posisi terendah: inflasi yang merajalela, perang Rusia-Ukraina, dan ekonomi China.

"Ada berbagai penyebab di balik angka inflasi yang kita lihat saat ini," kata Gourinchas di Yahoo Finance.

"Ada hal-hal yang berkaitan dengan energi dan harga minyak yang tinggi serta harga gas. Sebagai contoh, ditambah gangguan rantai pasokan. Ada juga faktor permintaan. Kami memiliki kombinasi faktor," bebernya.



Ketika kasus Covid-19 mulai menurun dan vaksin menjadi lebih mudah tersedia, permintaan barang dan jasa yang terpendam menyebabkan hiruk-pikuk kegiatan ekonomi. Beberapa negara sudah tidak lagi menerapkan lockdown.

Masalah rantai pasokan, bagaimanapun menyebabkan harga barang-barang meroket. Bagi rata-rata orang Amerika, harga yang lebih tinggi berarti menekan daya beli dalam memenuhi kebutuhan dan barang karena banyak yang terpaksa mengurangi pengeluaran mereka.

"Cara kerja inflasi di sini adalah mengikis daya beli bagi konsumen dan rumah tangga, jadi itu mengarah pada lebih sedikit permintaan," kata Gourinchas.

"Selain itu juga mempengaruhi pandangan mereka tentang prospek, dimana meningkatkan ketidakpastian, dan itu dapat menumbuhkan kekhawatiran bahwa masa depan mungkin menjadi kurang pasti, kurang aman," bebernya.

Sebagai tanggapan, Federal Reserve (Bank Sentral AS atau The Fed) dan bank sentral lainnya telah memperketat kebijakan moneter saat suku bunga menyentuh rekor tertinggi. Namun menurut Gourinchas, pengetatan itu juga akan memperlambat aktivitas ekonomi.

Faktor Internasional

Konflik yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina — dan dampaknya berkelanjutan terhadap negara-negara Eropa yang bergantung pada energi Rusia — juga memiliki pengaruh besar pada perkiraan pertumbuhan untuk Eropa.

IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa akan melambat menjadi sekitar 1,2% terutama untuk tahun 2023.

"Kami juga menandai bahwa ada risiko penting terhadap sisi negatif terkait dengan pasokan gas dari Rusia ke kawasan Euro," kata Gourinchas.

"Dan jika kita berada dalam skenario di mana aliran gas Rusia ke Eropa itu sepenuhnya dimatikan, maka akan ada revisi ke bawah," jelasnya.

Jika benar Rusia mematikan pasokan gas ke benua biru secara penuh, maka akan melumpuhkan sekitar 0,8% aktivitas ekonomi di daerah tersebut. China juga memainkan peran utama dalam perkiraan pertumbuhan global yang direvisi IMF.

Pemerintah China telah menetapkan target pertumbuhan pada level 5,5%, tetapi perkiraan IMF hanya 3,3% dengan kebijakan nol-Covid China diyakini sangat membebani ekonomi. Proyeksi angka pertumbuhan itu menjadi yang paling rendah bagi negara itu di luar pandemi sejak 1976, menurut catatan Gourinchas.

"Ini merupakan berita besar selain wabah COVID-19 dan lockdown yang telah kita lihat pada kuartal pertama dan kedua, dan juga perlambatan dalam hal sektor real estat," bebernya.

Sisi positifnya, China memiliki ruang kebijakan yang melimpah dan tidak menghadapi tekanan inflasi yang kuat dibandingkan dengan seluruh dunia. Hal itu berarti bahwa China dapat tetap lebih akomodatif terhadap kebijakan fiskal.

"Kami melihat ada ruang bagi China mencetak rebound di paruh kedua tahun ini dan pada 2023," kata Gourinchas.

(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2330 seconds (0.1#10.140)