Kemenperin Nilai PP 109/2012 Masih Relevan dengan Industri Hasil Tembakau

Minggu, 31 Juli 2022 - 15:30 WIB
loading...
Kemenperin Nilai PP...
Kemenperin menilai Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 masih relevan dengan kondisi IHT. FOTO/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan masih relevan dengan industri hasil tembakau (IHT) saat ini.

"PP 109 ini sudah cukup baik dan masih relevan, karena penetapannya telah mempertimbangkan berbagai kepentingan dan disepakati pada waktu itu," kata Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kemenperin Edy Sutopo dalam pernyataannya, di Jakarta, Minggu (31/7/2022).



Beleid tersebut telah mengatur berbagai aspek, termasuk industri hasil tembakau yang berkaitan dengan operasinya. Menurut Edy, hal yang perlu dilakukan adalah melakukan evaluasi penerapannya secara menyeluruh, mengingat selama ini hal tersebut belum dilakukan.

Salah satu evaluasi yang direkomendasikan Kemenperin adalah perlunya meningkatkan edukasi terhadap anak-anak guna menurunkan prevalensi perokok anak. "Menurut kami, untuk menurunkan prevalensi perokok anak, utamanya adalah edukasi, baik kepada masyarakat luas, melalui pendidikan formal, non formal, hingga keagamaan," jelasnya.

Kemudian, lanjut Edy, terkait perlindungan bagi masyarakat yang tidak merokok, perlu ditingkatkan fasilitas untuk perokok, bahkan di kawasan tanpa rokok. Edy menilai wacana merevisi PP 109/2012 saat ini belum perlu dilakukan, karena industri hasil tembakau baru mulai pulih dari dampak pandemi covid-19.

"Industri rokok sebenarnya masih suffer. Kalau kita lihat pada masa pandemi, pada 2020 terjadi kontraksi hingga minus 5,78 persen. Pada 2021 meskipun sudah mulai membaik, tapi tetap masih pada posisi kontraksi, yaitu minus 1,36 persen," papar dia.

Terlebih, situasi global yang belum menentu menyebabkan kenaikan bahan baku, bahan penolong, hingga biaya logistik. Tak tertinggal dampak perang Rusia-Ukraina yang meluas dan memengaruhi pasar di Amerika hingga Eropa, dimana kedua kawasan tersebut terancam resesi.

Di situasi yang sulit ini, lanjut Edy, Indonesia perlu berhati-hati. Karena industri hasil tembakau di Indonesia menyumbang sekitar lebih dari Rp200 triliun penerimaan negara pajak dan bukan pajak. "Artinya, industri ini salah satu tulang punggung. Menurut kami kita perlu sama-sama berhati-hati," tegas Edy.

Sementara itu, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menilai revisi PP 209/2012 bukan hanya bisa menghanguskan pertanian tembakau, tetapi juga sektor religi dan budaya. Pasalnya, rata-rata di daerah pertembakauan untuk membangun tempat ibadah (masjid) serta merawat budaya seni masih mengandalkan iuran panen tembakau.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2427 seconds (0.1#10.140)