Subsidi BBM Capai Rp502 Triliun, Jokowi: Negara Mana pun Tak Akan Kuat

Selasa, 02 Agustus 2022 - 17:26 WIB
loading...
Subsidi BBM Capai Rp502 Triliun, Jokowi: Negara Mana pun Tak Akan Kuat
Jokowi menyatakan bahwa subsidi BBM sudah terlalu besar. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengutarakan bahwa subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang diberikan pemerintah melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) kini sudah terlalu besar sehingga mencapai Rp502 triliun. Jumlah itu membengkak dari perkiraan sebelumnya di Rp170 triliun.



Presiden menyatakan bahwa tidak ada negara selain Indonesia yang sanggup menanggung beban subsidi BBM sebesar itu.

"Perlu kita ingat subsidi terhadap BBM itu sudah sangat terlalu besar, dari Rp170-an (triliun) sekarang sudah Rp502 triliun," kata Jokowi dalam acara Zikir dan Doa Kebangsaan 77 Tahun Indonesia Merdeka, dikutip YouTube Setpres, Selasa, (2/8/2022).

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan, negara lain tak akan mampu memberi subsidi BBM sebanyak itu. "Negara mana pun enggak akan kuat menyangga subsidi sebesar itu, tapi sekali lagi, alhamdulillah kita masih kuat menahannya sampai sekarang ini," katanya.

Presiden lalu membandingkan harga BBM di Indonesia dengan negara lainnya. Saat ini harga bensin di negara lain sudah ada yang menembus angka Rp31.000-Rp32.000 per liter. Namun, di Indonesia, harga Pertalite masih ditahan di Rp7.650 karena disubsidi pemerintah.

"Selain subsidi energi, pemerintah juga tetap memberikan subsidi pangan untuk menahan kenaikan harga pangan domestik karena tekanan di rantai pasok pasar global. Di negara lain (harga) sudah naik 30%, 40%, 50% naik. Karena apa? mereka yang makan gandum, baik di Asia, Afrika, Eropa, sekarang berada di posisi yang sangat sulit, sudah mahal, barangnya tak ada," kata Jokowi.

Presiden menjelaskan bahwa pemerintah tetap memberikan subsidi agar harga energi dan pangan tetap terjangkau di pasar dalam negeri walau ada gejolak pada produksi dan distribusi pangan dan energi di pasar global karena perang Rusia dan Ukraina.



"Baru akan melakukan pemulihan (dari pandemi Covid-19), tapi muncul sesuatu yang tidak diperkirakan sebelumnya. Sakitnya belum sembuh, muncul yang namanya perang di Ukraina, sehingga semuanya menjadi bertubi-tubi menyulitkan semua negara. Hampir semua negara pada posisi yang sangat sulit," pungkasnya.

(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1239 seconds (0.1#10.140)