Subsidi BBM Bikin Candu, Faisal Basri: Demi Kebaikan Ekonomi Hapus Bertahap

Senin, 29 Agustus 2022 - 09:46 WIB
loading...
Subsidi BBM Bikin Candu,...
Ekonom Senior Faisal Basri menyarankan, kepada pemerintah untuk mulai berani menghapus subsidi BBM mulai saat ini, lantaran tidak baik bagi perekonomian negara. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri menyarankan, kepada pemerintah untuk mulai berani menghapus subsidi BBM (bahan bakar minyak) mulai saat ini. Menurutnya subsidi BBM tidak baik bagi perekonomian negara.



Faisal mengatakan, bahwa subsidi BBM dapat diibaratkan seperti candu yang membuat konsumen terlena dan menimbulkan ketergantungan. Untuk melepaskan diri dari ketergantungan ini menurut dia memang sulit, namun bukan mustahil.

"Demi kebaikan perekonomian nasional dan kesejahteraan bangsa, secara bertahap subsidi BBM harus dihilangkan," kata Faisal dalam tulisan "Kebijakan Subsidi BBM: Menegakkan Disiplin Anggaran" di situs pribadinya, Senin (29/8/2022).

Dia menuturkan, candu ini muncul akibat tujuan awal pemberian subsidi untuk meredam inflasi, membantu rakyat miskin, hingga mencapai kesejahteraan. Tapi kata dia, subsidi energi, termasuk BBM, juga menimbulkan biaya ekonomi, fiskal, sosial dan lingkungan yang signifikan dan bertentangan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Subsidi bahan bakar minyak menimbulkan efficiency cost karena mengaburkan sinyal harga. Penetapan harga lebih rendah dari opportunity cost menimbulkan distorsi pada konsumsi dan keputusan investasi," ujar dia.



Menurut Faisal, sampai dengan 2014, subsidi BBM merupakan komponen belanja pemerintah pusat yang sangat besar. Pada 2014, pengeluaran untuk subsidi BBM mencapai Rp191,01 triliun. Namun, pada 2015 turun tajam menjadi Rp 34,89 triliun, dan sejak itu besarannya kata dia terbilang kecil.

"Selama lima tahun terakhir, 2015-2019, persentase belanja subsidi BBM paling besar hanya 2,9 persen dari total belanja pemerintah pusat, atau 18,8 persen dari total pengeluaran subsidi pemerintah," ucap dia.

Dengan itu, kebijakan yang sudah dilakukan pada masa awal pemerintahan Presiden Joko Widodo kata Faisal sebenarnya menjadi awal yang sangat baik untuk mengurangi kebijakan pemberian subsidi terhadap BBM. Tapi masih perlu terus dilaksanakan secara konsisten hingga masa ini.

Untuk mencapai konsistensi itu, Faisal menyarankan, supaya aturan penetapan harga BBM dikembalikan sesuai dengan formula sebagaimana di atur oleh Perpres Nomor 191 tahun 2014. Harga biodiesel ditentukan oleh pasar yang efisien.

Ketakutan harga BBM berfluktuasi sehingga menyumbang pada inflasi bisa dikurangi dengan dana tabungan, semacam dana stabilisasi, hingga on/off Pajak Pertambahan Nilai atau pungutan khusus.

Selain itu, harga jual eceran BBM ditetapkan berdasarkan formula perhitungan harga patokan yang sederhana dan mencerminkan keadaan sebenarnya. Ini diiringi dengan memperkecil peluang manipulasi dan pemburuan rente.

Jika subsidi BBM terpaksa masih harus diberikan, kata dia harus dapat mendorong rakyat melakukan perubahan pola konsumsi BBM dan restrukturisasi industri perminyakan. Setiap pengeluaran pemerintah untuk menutup perbedaan harga jual dengan harga pokok produksi dimasukkan sebagai pengeluaran subsidi.

Kompensasi atas kekurangan penerimaan BUMN penerima penugasan yang terjadi karena kebijakan penetapan harga juga harus langsung dibayarkan atau setidaknya dibayarkan pada tahun berjalan. Ini juga harus diikuti dengan adanya kepastian hukum.

Selanjutnya harus menggalakkan eksplorasi dan eksploitasi dengan rezim yang fleksibel. Sambil menyusun cetak biru pengembangan energi untuk mendorong penggunaan sumber energi berkelanjutan dan ramah lingkungan dengan memperhatikan perkembangan penggunaan kendaraan listrik.

(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1929 seconds (0.1#10.140)