Pengalihan Anggaran Subsidi untuk Bansos Demi Menjaga Ekonomi Masyarakat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Di tengah gonjang-ganjing wacana kenaikan BBM bersubsidi, pemerintah berencana mengalihkan anggaran subsidi untuk bantuan sosial (bansos) kepada rakyat miskin sebesar Rp24,1 triliun.
Tambahan bansos ini diberikan karena pemerintah melihat harga-harga kebutuhan naik. Sehingga, pemerintah ingin mengambil peran untuk membantu masyarakat yang terdampak.
Terkait hal ini, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan, selain bansos untuk orang miskin, kelas menengah rentan miskin yang jumlahnya 115 juta orang perlu dilindungi oleh dana kompensasi kenaikan harga BBM.
Begitu juga dengan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) perlu diberikan dana kompensasi misalnya subsidi bunga KUR dinaikkan dua kali lipat dan diberikan bantuan permodalan.
“Misalnya BBM mau naik September, maka bansos idealnya sudah cair semua,” ujarnya di Jakarta, dikutip Kamis (1/9/2022).
Sementara itu, pengamat ekonomi Defiyan Cori mengatakan, bansos bisa dijadikan bantalan untuk mempertahankan daya beli masyarakat. “Menurut saya, pertimbangan inflasi tidak ada masalah jika kebijakan pro rakyat dilanjutkan,” tukasnya.
Dia pun juga menyarankan agar ada percepatan untuk meningkatkan kapasitas UMKM dengan pendampingan. “Menjadi penting bagi UMKM untuk mengelola usaha dan bisnisnya secara profesional. Termasuk manajemen dan pengelolaan usahanya. Saya yakin jika ini dilakukan pertumbuhan ekonomi kita bisa 6%,” sebutnya.
Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan pemerintah akan memberikan kompensasi kepada masyarakat dalam bentuk program perlindungan sosial apabila harga BBM bersubsidi jadi dinaikkan.
"Kami sedang mengkalkulasi kebutuhan kompensasi dalam berbagai program. Tentu hal ini dikaitkan dengan program perlinsos yang sedang berjalan seperti saat penanganan Covid-19," kata Airlangga.
Senada, Kepala BIN Budi Gunawan mengatakan, pemerintah tetap fokus melindungi kelompok masyarakat yang membutuhkan bantuan.
“Data analisis intelijen ekonomi menunjukkan situasi global akan memberikan tekanan ekonomi ke seluruh negara. Pemerintah akan mengantisipasi ini melalui desain APBN yang melindungi kelompok rentan secara lebih efektif,” kata Budi.
Selain itu, kebijakan mengurangi subsidi bagi masyarakat kaya dapat dimengerti masyarakat sehingga situasi keamanan dapat terkendali. “Riak-riak kecil adalah wajar dan merupakan bentuk demokrasi,” imbuhnya.
Aparat keamanan juga menyatakan siap menertibkan gangguan keamanan yang merusak proses demokrasi. “Pemerintah bersama masyarakat siap mengakselerasi proses transisi energi sehingga kedepan Indonesia dapat memiliki energi yang mandiri dan berkelanjutan,” tandasnya.
Adapun Komisi VII DPR menilai kebijakan pemerintah mengalihkan anggaran subsidi BBM menjadi bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat tidak mampu diklaim sudah tepat. Kebijakan tersebut diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat. "Bansos salah satu kebijakan yang tepat," ungkap Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno.
Dia menuturkan, Komisi VII DPR mendukung pengalihan subsidi untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah rencana pemerintah menyesuaikan harga BBM.
Namun, saat pengalihan anggaran subsidi BBM menjadi bansos, pemerintah harus melakukan revisi Perpres 191/2014 agar menjadikan tepat sasaran.
Sehingga ada payung hukum yang jelas untuk menentukan siapa saja yang berhak menerima bantuan. Langkah itu perlu segera dilakukan untuk mempercepat bergaam proses.
Komisi VII DPR, lanjut dia, siap untuk melakukan pengawasan dan pengawalan pelaksanaan revisi perpres tersebut.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah mengatakan, dengan adanya pengalihan subsidi itu, masyarakat yang kurang mampu tetap memiliki daya beli, sehingga bukan semata-mata subsidi dinaikkan untuk kepentingan fiskal karena menggerogoti APBN. Tetapi juga untuk mengalihkan sebagian dari energi ke non energi. Serta dipastikan untuk mengurangi kompensasinya.
Bentuk dari pengalihan anggaran itu dapat berupa Bantuan Langsung Tunai, bantuan upah tenaga kerja, bantuan sosial produktif UMKM atau fasilitas kesehatan dan pendidikan. “Agar dana APBN lebih dirasakan masyarakat,” kata Said.
Pengalihan anggaran bisa dialokasikan untuk memperkuat ketahanan pangan. Alasannya, Indonesia masih menghadapi ancaman kerawanan di sektor ini.
“Kita masih menghadapi indeks prevalensi kerawanan pangan tinggi. Realokasi anggaran subsidi energi bisa diarahkan untuk memperkuat program ketahanan pangan, karena kita masih hanya swasembada beras," jelas Said.
Namun, untuk komoditas lainnya seperti daging, sayuran, gula, kedelai, dan beberapa lainnya masih dilakukan impor. Di sisi ini menurut Said perlu juga diperhatikan oleh pemerintah.
"Urusan kemandirian pangan sangat penting, sebab dengan ketergantungan pangan rawan untuk menghadapi berbagai risiko ekonomi, baik yang diterima oleh rakyat maupun fiskal kita," ungkapnya.
Pengalihan anggaran juga bisa dilakukan untuk mendorong barang produksi UMKM yang menopang konsumsi sehari-hari masyarakat. Langkah tersebut bisa dengan menyusun langkah teknis bersamaan dengan integrasi ke seluruh program perlindungan sosial. Kemudian, realokasi anggaran subsidi dan kompensasi energi dapat difokuskan untuk penguatan program konversi energi. Langkah ini sangat penting untuk ketergantungan pada suplai impor minyak bumi.
"Konversi kebijakan energi untuk mengarah kemandirian energi harus menjadi prioritas agar kejadian bengkaknya anggaran subsidi dan kompensasi BBM tidak terus terulang di masa mendatang. Jangan sampai kita jatuh pada lubang yang sama, padahal kita tahu lokasi lubang tersebut," tandas Said.
Tambahan bansos ini diberikan karena pemerintah melihat harga-harga kebutuhan naik. Sehingga, pemerintah ingin mengambil peran untuk membantu masyarakat yang terdampak.
Terkait hal ini, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan, selain bansos untuk orang miskin, kelas menengah rentan miskin yang jumlahnya 115 juta orang perlu dilindungi oleh dana kompensasi kenaikan harga BBM.
Begitu juga dengan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) perlu diberikan dana kompensasi misalnya subsidi bunga KUR dinaikkan dua kali lipat dan diberikan bantuan permodalan.
“Misalnya BBM mau naik September, maka bansos idealnya sudah cair semua,” ujarnya di Jakarta, dikutip Kamis (1/9/2022).
Sementara itu, pengamat ekonomi Defiyan Cori mengatakan, bansos bisa dijadikan bantalan untuk mempertahankan daya beli masyarakat. “Menurut saya, pertimbangan inflasi tidak ada masalah jika kebijakan pro rakyat dilanjutkan,” tukasnya.
Dia pun juga menyarankan agar ada percepatan untuk meningkatkan kapasitas UMKM dengan pendampingan. “Menjadi penting bagi UMKM untuk mengelola usaha dan bisnisnya secara profesional. Termasuk manajemen dan pengelolaan usahanya. Saya yakin jika ini dilakukan pertumbuhan ekonomi kita bisa 6%,” sebutnya.
Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan pemerintah akan memberikan kompensasi kepada masyarakat dalam bentuk program perlindungan sosial apabila harga BBM bersubsidi jadi dinaikkan.
"Kami sedang mengkalkulasi kebutuhan kompensasi dalam berbagai program. Tentu hal ini dikaitkan dengan program perlinsos yang sedang berjalan seperti saat penanganan Covid-19," kata Airlangga.
Senada, Kepala BIN Budi Gunawan mengatakan, pemerintah tetap fokus melindungi kelompok masyarakat yang membutuhkan bantuan.
“Data analisis intelijen ekonomi menunjukkan situasi global akan memberikan tekanan ekonomi ke seluruh negara. Pemerintah akan mengantisipasi ini melalui desain APBN yang melindungi kelompok rentan secara lebih efektif,” kata Budi.
Selain itu, kebijakan mengurangi subsidi bagi masyarakat kaya dapat dimengerti masyarakat sehingga situasi keamanan dapat terkendali. “Riak-riak kecil adalah wajar dan merupakan bentuk demokrasi,” imbuhnya.
Aparat keamanan juga menyatakan siap menertibkan gangguan keamanan yang merusak proses demokrasi. “Pemerintah bersama masyarakat siap mengakselerasi proses transisi energi sehingga kedepan Indonesia dapat memiliki energi yang mandiri dan berkelanjutan,” tandasnya.
Adapun Komisi VII DPR menilai kebijakan pemerintah mengalihkan anggaran subsidi BBM menjadi bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat tidak mampu diklaim sudah tepat. Kebijakan tersebut diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat. "Bansos salah satu kebijakan yang tepat," ungkap Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno.
Dia menuturkan, Komisi VII DPR mendukung pengalihan subsidi untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah rencana pemerintah menyesuaikan harga BBM.
Namun, saat pengalihan anggaran subsidi BBM menjadi bansos, pemerintah harus melakukan revisi Perpres 191/2014 agar menjadikan tepat sasaran.
Sehingga ada payung hukum yang jelas untuk menentukan siapa saja yang berhak menerima bantuan. Langkah itu perlu segera dilakukan untuk mempercepat bergaam proses.
Komisi VII DPR, lanjut dia, siap untuk melakukan pengawasan dan pengawalan pelaksanaan revisi perpres tersebut.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah mengatakan, dengan adanya pengalihan subsidi itu, masyarakat yang kurang mampu tetap memiliki daya beli, sehingga bukan semata-mata subsidi dinaikkan untuk kepentingan fiskal karena menggerogoti APBN. Tetapi juga untuk mengalihkan sebagian dari energi ke non energi. Serta dipastikan untuk mengurangi kompensasinya.
Bentuk dari pengalihan anggaran itu dapat berupa Bantuan Langsung Tunai, bantuan upah tenaga kerja, bantuan sosial produktif UMKM atau fasilitas kesehatan dan pendidikan. “Agar dana APBN lebih dirasakan masyarakat,” kata Said.
Pengalihan anggaran bisa dialokasikan untuk memperkuat ketahanan pangan. Alasannya, Indonesia masih menghadapi ancaman kerawanan di sektor ini.
“Kita masih menghadapi indeks prevalensi kerawanan pangan tinggi. Realokasi anggaran subsidi energi bisa diarahkan untuk memperkuat program ketahanan pangan, karena kita masih hanya swasembada beras," jelas Said.
Namun, untuk komoditas lainnya seperti daging, sayuran, gula, kedelai, dan beberapa lainnya masih dilakukan impor. Di sisi ini menurut Said perlu juga diperhatikan oleh pemerintah.
"Urusan kemandirian pangan sangat penting, sebab dengan ketergantungan pangan rawan untuk menghadapi berbagai risiko ekonomi, baik yang diterima oleh rakyat maupun fiskal kita," ungkapnya.
Pengalihan anggaran juga bisa dilakukan untuk mendorong barang produksi UMKM yang menopang konsumsi sehari-hari masyarakat. Langkah tersebut bisa dengan menyusun langkah teknis bersamaan dengan integrasi ke seluruh program perlindungan sosial. Kemudian, realokasi anggaran subsidi dan kompensasi energi dapat difokuskan untuk penguatan program konversi energi. Langkah ini sangat penting untuk ketergantungan pada suplai impor minyak bumi.
"Konversi kebijakan energi untuk mengarah kemandirian energi harus menjadi prioritas agar kejadian bengkaknya anggaran subsidi dan kompensasi BBM tidak terus terulang di masa mendatang. Jangan sampai kita jatuh pada lubang yang sama, padahal kita tahu lokasi lubang tersebut," tandas Said.
(ind)