Pemda Wajib Sisihkan Anggaran untuk Bansos BBM, Segini Besarannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah berkomitmen mempercepat bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Pemerintah daerah (Pemda)kali ini dilibatkan untuk menyisihkan anggaran untuk bansos.
Regulasi tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib Dalm Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun 2022. "Pemda diberikan kewenangan untuk membuat program sehingga dampak dari inflasi tidak dirasakan secara langsung oleh masyarakat," kata Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti, di Jakarta, Kamis (8/9/2022).
Menurut dia bansos tersebut sesuai arahan Presiden Jokowi saat pengumuman kenaikan BBM bersubsidi bahwa uang negara harus diprioritaskan untuk melindungi masyarakat kurang mampu dan pemerintah berkomitmen agar penggunaan subsidi yang merupakan uang rakyat harus tepat sasaran.
"Dengan adanya PMK ini, maka Pemda berkontribusi memberikan dukungannya berupa penganggaran belanja wajib perlindungan sosial untuk periode Oktober sampai dengan Desember 2022 sebesar 2% dari Dana Transfer Umum (DTU) diluar Dana Bagi Hasil (DBH) yang ditentukan penggunaannya," tambah Astera.
Adapun belanja wajib perlindungan sosial ini dipergunakan untuk, antara lain pemberian bantuan sosial termasuk kepada ojek, UMKM, dan nelayan, penciptaan lapangan kerja, dan/atau pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum di daerah.
Besaran DTU yang dihitung sebesar penyaluran DAU bulan Oktober-Desember 2022 dan penyaluran DBH triwulan IV Tahun Anggaran 2022. Belanja wajib perlindungan sosial tidak termasuk belanja wajib 25% dari DTU yang telah dianggarkan pada APBD Tahun Anggaran 2022.
Adapun penganggaran belanja wajib perlindungan sosial dilakukan dengan perubahan Peraturan Kepala Daerah mengenai penjabaran APBD Tahun Anggaran 2022 untuk selanjutnya dituangkan dalam Peraturan Daerah mengenai Perubahan APBD Tahun Anggaran 2022 atau Laporan Realisasi Anggaran bagi Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2022 atau telah melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2022.
Daerah wajib menyampaikan laporan yang sekaligus menjadi persyaratan penyaluran DAU dan DBH PPh Pasal 25/29 bagi daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAU kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, yang terdiri dari laporan penganggaran belanja wajib, paling lambat pada 15 September 2022, laporan realisasi belanja wajib, setiap tanggal 15 pada bulan berikutnya, dan laporan disampaikan dalam bentuk PDF melalui e-mail resmi DJPK. Adapun ketentuan laporan diatur sebagai berikut:
1. Laporan penganggaran dokumen persyaratan penyaluran DAU bulan Oktober 2022 atau penyaluran DBH PPh Pasal 25/29 triwulan III bagi daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAU.
2. Laporan realisasi menjadi dokumen persyaratan penyaluran DAU bulan berikutnya atau penyaluran DBH PPh Pasal 25/29 triwulan IV bagi daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAU.
3. Terhadap Daerah yang mengalami penundaan penyaluran DAU atau DBH sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan 2, disalurkan setelah dokumen persyaratan disampaikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Dalam hal sampai dengan 15 Desember tahun berjalan dokumen persyaratan penyaluran belum diterima, penyaluran kembali DTU yang belum disalurkan dilaksanakan secara sekaligus sebesar DTU yang belum disalurkan paling lambat 2 (dua) hari kerja terakhir di bulan Desember tahun berjalan.
Regulasi tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib Dalm Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun 2022. "Pemda diberikan kewenangan untuk membuat program sehingga dampak dari inflasi tidak dirasakan secara langsung oleh masyarakat," kata Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti, di Jakarta, Kamis (8/9/2022).
Menurut dia bansos tersebut sesuai arahan Presiden Jokowi saat pengumuman kenaikan BBM bersubsidi bahwa uang negara harus diprioritaskan untuk melindungi masyarakat kurang mampu dan pemerintah berkomitmen agar penggunaan subsidi yang merupakan uang rakyat harus tepat sasaran.
"Dengan adanya PMK ini, maka Pemda berkontribusi memberikan dukungannya berupa penganggaran belanja wajib perlindungan sosial untuk periode Oktober sampai dengan Desember 2022 sebesar 2% dari Dana Transfer Umum (DTU) diluar Dana Bagi Hasil (DBH) yang ditentukan penggunaannya," tambah Astera.
Adapun belanja wajib perlindungan sosial ini dipergunakan untuk, antara lain pemberian bantuan sosial termasuk kepada ojek, UMKM, dan nelayan, penciptaan lapangan kerja, dan/atau pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum di daerah.
Besaran DTU yang dihitung sebesar penyaluran DAU bulan Oktober-Desember 2022 dan penyaluran DBH triwulan IV Tahun Anggaran 2022. Belanja wajib perlindungan sosial tidak termasuk belanja wajib 25% dari DTU yang telah dianggarkan pada APBD Tahun Anggaran 2022.
Adapun penganggaran belanja wajib perlindungan sosial dilakukan dengan perubahan Peraturan Kepala Daerah mengenai penjabaran APBD Tahun Anggaran 2022 untuk selanjutnya dituangkan dalam Peraturan Daerah mengenai Perubahan APBD Tahun Anggaran 2022 atau Laporan Realisasi Anggaran bagi Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2022 atau telah melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2022.
Daerah wajib menyampaikan laporan yang sekaligus menjadi persyaratan penyaluran DAU dan DBH PPh Pasal 25/29 bagi daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAU kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, yang terdiri dari laporan penganggaran belanja wajib, paling lambat pada 15 September 2022, laporan realisasi belanja wajib, setiap tanggal 15 pada bulan berikutnya, dan laporan disampaikan dalam bentuk PDF melalui e-mail resmi DJPK. Adapun ketentuan laporan diatur sebagai berikut:
1. Laporan penganggaran dokumen persyaratan penyaluran DAU bulan Oktober 2022 atau penyaluran DBH PPh Pasal 25/29 triwulan III bagi daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAU.
2. Laporan realisasi menjadi dokumen persyaratan penyaluran DAU bulan berikutnya atau penyaluran DBH PPh Pasal 25/29 triwulan IV bagi daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAU.
3. Terhadap Daerah yang mengalami penundaan penyaluran DAU atau DBH sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan 2, disalurkan setelah dokumen persyaratan disampaikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Dalam hal sampai dengan 15 Desember tahun berjalan dokumen persyaratan penyaluran belum diterima, penyaluran kembali DTU yang belum disalurkan dilaksanakan secara sekaligus sebesar DTU yang belum disalurkan paling lambat 2 (dua) hari kerja terakhir di bulan Desember tahun berjalan.
(nng)