Pengelolaan SDM Buruk, Ketum ICCN Singgung Banyak Kota Industri tapi Penganggurannya Tinggi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengangguran masih menjadi masalah yang harus diatasi bersama, apalagi dengan meningkatnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) imbas pandemi COVID-19.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat per Februari 2022 setidaknya terdapat 208,54 juta orang penduduk usia kerja (PUK). Dari jumlah tersebut, 5,53% atau sebanyak 11,53 juta terdampak pandemi.
Terdiri dari pengangguran karena COVID-19 (0,96 juta orang), Bukan Angkatan Kerja (BAK) karena COVID-19 (0,55 juta orang), sementara tidak bekerja karena COVID-19 (0,58 juta orang), dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena COVID-19 (9,44 juta orang).
Ketua Umum (Ketum) Indonesia Creative Cities Network (ICCN) Fiki Satari mengatakan, isu pengangguran ini bukan hanya yang terdampak COVID-19. Menurut dia, bahkan di kawasan industri sekalipun, pengangguran dan kemiskinan juga masih terus bermunculan.
"Misalnya di Cilegon punya Krakatau Steel tetapi isu terbesarnya pengangguran, dan tenaga kerja, dan banyak sekali kota industri, kota yang punya perusahaan besar tetapi justru isu kemiskinan, isu ketenagakerjaan menjadi problem," tuturnya pada Rakornas ICCN 2022 di Jakarta Concert Hall iNews Tower, Jakarta Pusat, Rabu (28/9/2022).
Menurut dia, bonus demografi merupakan sebuah peluang sekaligus tantangan. Menjadi peluang yang cukup besar untuk pertumbuhan ekonomi nasional, namun bisa menjadi tantangan jika tidak mengelolanya dengan baik. "Bonus demografi, ini adalah premis, tetapi juga justru banyak negara gagal karena tidak bisa mengelolanya," tukasnya.
"Ketika tidak tidak bisa mengelola SDM-nya, terkait future jobs, future skils, kita tidak bisa memetakan potensi terbesar Indonesia, kemudian akhirnya akan ada 17 juta pekerjaan yang hilang di tahun 2035," bebernya.
Di sisi lain, perkembangan dunia digital akan menciptakan sekitar 40 juta lapangan kerja baru dan memunculkan potensi ekonomi digital mencapai Rp4.500 triliun. "Pertanyaannya siapakah yang akan mengisi pekerjaan baru tersebut?" tukasnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, ekosistem ekonomi kreatif (ekraf) merupakan pendekatan pembangunan daerah melalui strategi literasi pada ekosistem ekraf tersebut. Terdiri dari elemen utama yaitu SDM atau kreator, karya atau produk barang dan jasa kreatif, pasar atau ruang-ruang apresiasi, dan litbang.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat per Februari 2022 setidaknya terdapat 208,54 juta orang penduduk usia kerja (PUK). Dari jumlah tersebut, 5,53% atau sebanyak 11,53 juta terdampak pandemi.
Terdiri dari pengangguran karena COVID-19 (0,96 juta orang), Bukan Angkatan Kerja (BAK) karena COVID-19 (0,55 juta orang), sementara tidak bekerja karena COVID-19 (0,58 juta orang), dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena COVID-19 (9,44 juta orang).
Ketua Umum (Ketum) Indonesia Creative Cities Network (ICCN) Fiki Satari mengatakan, isu pengangguran ini bukan hanya yang terdampak COVID-19. Menurut dia, bahkan di kawasan industri sekalipun, pengangguran dan kemiskinan juga masih terus bermunculan.
"Misalnya di Cilegon punya Krakatau Steel tetapi isu terbesarnya pengangguran, dan tenaga kerja, dan banyak sekali kota industri, kota yang punya perusahaan besar tetapi justru isu kemiskinan, isu ketenagakerjaan menjadi problem," tuturnya pada Rakornas ICCN 2022 di Jakarta Concert Hall iNews Tower, Jakarta Pusat, Rabu (28/9/2022).
Menurut dia, bonus demografi merupakan sebuah peluang sekaligus tantangan. Menjadi peluang yang cukup besar untuk pertumbuhan ekonomi nasional, namun bisa menjadi tantangan jika tidak mengelolanya dengan baik. "Bonus demografi, ini adalah premis, tetapi juga justru banyak negara gagal karena tidak bisa mengelolanya," tukasnya.
"Ketika tidak tidak bisa mengelola SDM-nya, terkait future jobs, future skils, kita tidak bisa memetakan potensi terbesar Indonesia, kemudian akhirnya akan ada 17 juta pekerjaan yang hilang di tahun 2035," bebernya.
Di sisi lain, perkembangan dunia digital akan menciptakan sekitar 40 juta lapangan kerja baru dan memunculkan potensi ekonomi digital mencapai Rp4.500 triliun. "Pertanyaannya siapakah yang akan mengisi pekerjaan baru tersebut?" tukasnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, ekosistem ekonomi kreatif (ekraf) merupakan pendekatan pembangunan daerah melalui strategi literasi pada ekosistem ekraf tersebut. Terdiri dari elemen utama yaitu SDM atau kreator, karya atau produk barang dan jasa kreatif, pasar atau ruang-ruang apresiasi, dan litbang.
(ind)