Akuisisi BTN Syariah oleh BSI Tidak Mudah, Masih Butuh Waktu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rencana akuisisi Unit Usaha Syariah PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN Syariah) oleh PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) dinilai sulit terwujud dalam waktu dekat. Sedikitnya ada tiga faktor mengapa rencana akusisi BTN Syariah sulit diwujudkan mulai dari kondisi internal hingga alasan jumlah saham publik yang masih minim.
Analis MNC Sekuritas, Tirta Gilang Citradi mengatakan, faktor pertama yang membuat BSI sulit mengakusisi BTN Syariah yakni BSI masih dalam tahap konsolidasi internal paska merger raksasa antara BSM, BNI Syariah dan BRI Syariah.
Menurut Tirta, tantangan terberat BSI paska merger adalah menyatukan tiga bank menjadi satu kekuatan, di mana culture, way of working dan mindset karyawan sudah pasti banyak perbedaan. “Ambisi boleh saja setinggi langit, tapi internalisasi tidak segampang yang dibayangkan dan itu dapat mempengaruhi kinerja perseroan,” kata Tirta.
Faktor Kedua, BSI memiliki pekerjaan rumah yang tidak mudah dan mesti direalisasikan segera, yakni menambah jumlah saham publik (free float) dan meningkatkan permodalan melalui penerbitan saham baru atau rights issue.
Paska merger tiga bank syariah, porsi kepemilikan saham publik BSI terdilusi hingga tersisa 7%. Sedangkan ketentuan Bursa Efek Indonesia mensyaratkan free float minimal sebesar 7,5%. PT Bank Mandiri Tbk tercatat sebagai pemegang saham pengendali dengan porsi kepemilikan 50,83%, sementara BNI dan BRI berbagi kepemilikan dengan porsi masing masing 24,85% dan 17,25%.
“Untuk menambah free float, BSI katanya akan rights issue akhir tahun ini atau awal tahun depan. Tapi, sejauh ini, BMRI sebagai pengendali BSI belum memberikan penjelasan yang clear terkait hal ini. Kesiapan BMRI menjadi sangat krusial karena mereka harus siap injeksi dana cukup besar agar porsi kepemilikan sahamnya tidak terdilusi,” terang Tirta.
Daripada memikirkan akuisisi bank lain, lanjut Tirta, sebaiknya BSI fokus pada agenda free float melalui skema rights issue. Setelah mengantongi tambahan modal, rasio kecukupan modal (CAR) BSI baru akan terlihat lebih meyakinkan untuk tumbuh secara anorganik atau menampung UUS milik Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang kesulitan memenuhi ketentuan permodalan.
Per akhir Juni 2022, rasio kecukupan modal BSI berada di level 17%, atau di bawah rata rata CAR industri perbankan sebesar 24,28%. Sedangkan non performing financing (NPF) sebesar 2,9%.
Analis MNC Sekuritas, Tirta Gilang Citradi mengatakan, faktor pertama yang membuat BSI sulit mengakusisi BTN Syariah yakni BSI masih dalam tahap konsolidasi internal paska merger raksasa antara BSM, BNI Syariah dan BRI Syariah.
Menurut Tirta, tantangan terberat BSI paska merger adalah menyatukan tiga bank menjadi satu kekuatan, di mana culture, way of working dan mindset karyawan sudah pasti banyak perbedaan. “Ambisi boleh saja setinggi langit, tapi internalisasi tidak segampang yang dibayangkan dan itu dapat mempengaruhi kinerja perseroan,” kata Tirta.
Faktor Kedua, BSI memiliki pekerjaan rumah yang tidak mudah dan mesti direalisasikan segera, yakni menambah jumlah saham publik (free float) dan meningkatkan permodalan melalui penerbitan saham baru atau rights issue.
Paska merger tiga bank syariah, porsi kepemilikan saham publik BSI terdilusi hingga tersisa 7%. Sedangkan ketentuan Bursa Efek Indonesia mensyaratkan free float minimal sebesar 7,5%. PT Bank Mandiri Tbk tercatat sebagai pemegang saham pengendali dengan porsi kepemilikan 50,83%, sementara BNI dan BRI berbagi kepemilikan dengan porsi masing masing 24,85% dan 17,25%.
“Untuk menambah free float, BSI katanya akan rights issue akhir tahun ini atau awal tahun depan. Tapi, sejauh ini, BMRI sebagai pengendali BSI belum memberikan penjelasan yang clear terkait hal ini. Kesiapan BMRI menjadi sangat krusial karena mereka harus siap injeksi dana cukup besar agar porsi kepemilikan sahamnya tidak terdilusi,” terang Tirta.
Daripada memikirkan akuisisi bank lain, lanjut Tirta, sebaiknya BSI fokus pada agenda free float melalui skema rights issue. Setelah mengantongi tambahan modal, rasio kecukupan modal (CAR) BSI baru akan terlihat lebih meyakinkan untuk tumbuh secara anorganik atau menampung UUS milik Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang kesulitan memenuhi ketentuan permodalan.
Per akhir Juni 2022, rasio kecukupan modal BSI berada di level 17%, atau di bawah rata rata CAR industri perbankan sebesar 24,28%. Sedangkan non performing financing (NPF) sebesar 2,9%.