Perbandingan Utang Luar Negeri Arab Saudi dan Indonesia

Selasa, 04 Oktober 2022 - 09:02 WIB
loading...
Perbandingan Utang Luar Negeri Arab Saudi dan Indonesia
Arab Saudi yang mempunyai cadangan minyak mentah melimpah, ternyata juga tidak bisa lepas dari jeratan utang. Segini perbandingan utang Arab Saudi dengan Indonesia. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Arab Saudi yang mempunyai cadangan minyak mentah melimpah, ternyata juga tidak bisa lepas dari jeratan utang . Kondisi geopolitik kawasan hingga kejatuhan harga minyak, menjadi salah satu alasan kenapa negara kaya raya itu harus berutang.



Arab Saudi diketahui mengalami defisit APBN untuk pertama kalinya pada 2014 yakni sebesar 54 miliar riyal atau Rp203 triliun, dengan posisi utang pemerintah mencapai hingga 60,1 miliar riyal atau sekitar Rp225 triliun.

Melemahnya harga minyak mentah pada 2016, Arab Saudi akhirnya harus menarik utang di bank. Arab Saudi berencana meminjam USD10 miliar dari konsorsium bank global. Arab Saudi melakukan penerbitan utang internasional pertama, setelah 25 tahun tidak pernah mengambil utang, lantaran pendapatan Arab yang merosot akibat banjir pasokan minyak yang terjadi.

"Utang adalah cara bagi Arab Saudi untuk menguji pasar dan mengatur profil pinjaman internasional. Hal ini membuka jalan bagi kerajaan untuk mengubah dari negara kreditor menjadi bangsa debitur. Ini adalah perubahan yang signifikan dari pasar obligasi," tambah kepala strategi investasi di BlackRock, manajer aset terbesar di dunia, Ewen Cameron Watt.



Strategi meningkatkan utang luar negeri bertujuan untuk memperlambat penarikan cadangan devisa dan mengurangi tekanan pada bank-bank lokal, yang telah mendukung perusahaan terkait negara dan membeli obligasi dalam negeri Saudi selama hampir satu tahun.

Pinjaman ini penerbitan utang Arab Saudi internasional pertama sejak tahun 1991, ketika mengangkat sekitar USD1 miliar setelah invasi Irak ke Kuwait.

Defisit Saudi pada 2017 mulai menyusut, yakni hanya sebesar 8,9% dari APBN. Jumlahnya menurun menjadi 230 miliar riyal atau setara dengan Rp863 triliun, sementara utang Arab Saudi menjadi 443,1 miliar riyal atau Rp1.663 triliun.

Guna mengatasi hal itu, diterapkan kenaikan pajak untuk produk seperti rokok dan minuman kemasan, serta merombak peraturan perpajakan. Ekonomi semakin membaik ketika memasuki 2018.

Penerimaan negara mengalami kenaikan menjadi 783 miliar riyal atau Rp2.900 triliun dan defisit yang hanya sebesar 195 miliar riyal atau Rp732 triliun, sementara utang negara naik menjadi 558 miliar riyal atau Rp2.095 triliun.

Kemudian dunia dihantam pandemi pada 2020, dimana banyak negara mengalami dinamika ekonomi karena pandemi Covid-19 dan turbulensi politik. Ketika itu, Menteri Keuangan Saudi, Mohammed Al Jaddan memprediksi, penerimaan negara turun menjadi 833 miliar riyal atau Rp3.128 triliun.

Pandemi juga turut menyeret perekonomian Arab Saudi. Pasalnya virus corona membuat permintaan pasar minyak minyak dunia menyusut tajam, karena kebijakan lockdown dan larangan bepergian hingga membatasi jamaah haji dan umrah, serta dana besar penanganan Covid-19.

Akhirnya Saudi harus berutang lagi. Pemerintah pun merevisi target pendapatan menjadi 770 miliar riyal atau Rp2.891 triliun, turun 16,9% dibanding 2019. Sementara utang diprediksi membengkak menjadi 941 miliar riyal atau Rp3.533 triliun, naik 32,9% dibanding 2019.

Arab Saudi memproyeksi defisit anggaran senilai USD50 miliar atau Rp707 triliun pada 2020, naik USD15 miliar atau setara Rp212 triliun dari setahun sebelumnya.

Penurunan harga minyak diduga akan mendorong Arab Saudi menerbitkan surat utang baru. Sebab, negara itu akan kehilangan hingga Rp2,34 triliun per hari sepanjang 2020 gara-gara kekacauan pasar minyak global dan perlambatan ekonomi global yang dipicu pandemi Covid-19.

Sejumlah bankir di Riyadh saat itu, menyebut, penerbitan surat utang baru oleh Riyadh hanya soal waktu. Sebelumnya Qatar dan Abu Dhabi mendapatkan total USD17 miliar dari surat utang baru.

Sementara itu Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani mengungkapkan, sejumlah negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam memiliki utang seperti halnya Indonesia. Utang tersebut dihimpun untuk menjaga stabilitas perekonomian. Bendahara negara menyebut contoh negara Islam yang berutang dari Arab Saudi hingga Afghanistan.

"Kalau teman-teman yang suka pakai (contoh) negara Islam. Semua negara Islam di dunia, semua berutang. Mau (Arab) Saudi, UAE, Qatar, Maroko, Pakistan, Afghanistan, Kazakhstan, you name it," ujar Ani,

Mengutip laman resmi Bank Dunia dan The Economist, berikut besaran utang negara-negara Islam yang disebutkan Sri Mulyani:

1. Arab Saudi

The Economist mencatat utang Arab Saudi mencapai USD118,37 miliar di 2020. Jumlah tersebut setara 14,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) negara itu.

2. Uni Emirat Arab (UAE)

The Economist mencatat utang Uni Emirat Arab mencapai USD174,46 miliar di 2020. Jumlah tersebut setara 14,8% dari PDB negara produsen minyak itu.

3. Qatar

The Economist mencatat utang Qatar mencapai USD63,03 miliar di 2020. Jumlah tersebut setara 16% dari PDB negara tersebut.

4. Maroko

Bank Dunia mencatat utang Maroko mencapai USD49,04 miliar pada 2018. Jumlah tersebut turun dari utang Maroko tahun sebelumnya yakni USD49,79 miliar. Namun, dalam 15 tahun terakhir tren utang negara di Timur Tengah itu terus menanjak.

5. Pakistan

Sedangkan utang Pakistan berdasarkan catatan Bank Dunia mencapai USD90,95 miliar di 2018. Jumlah tersebut naik dari sebelumnya yakni USD86,07 miliar. Tren penambahan utang Pakistan cenderung bertambah terus sejak 2005 lalu.

6. Afghanistan

Bank Dunia mencatat utang Afghanistan mencapai USD2,6 miliar di 2018. Jumlah tersebut turun dari utang Afghanistan tahun sebelumnya yakni USD2,71 miliar. Tren penambahan utang Afghanistan cenderung landai sejak 2009 lalu.

7. Kazakhstan

Bank Dunia mencatat utang Kazakhstan mencapai USD156,92 miliar di 2018. Jumlah tersebut naik dari tahun sebelumnya yakni USD158,91 miliar. Kazakhstan terus menarik utang sejak 1999 lalu.

Selain itu, negara Islam lainnya yang tercatat memiliki utang versi data Bank Dunia antara lain, Mesir sebesar USD98,70 miliar di 2018, Iran sebesar USD6,32 miliar, Libanon USD79,34 miliar, Turki USD445,13 miliar, Tunisia USD34,66 miliar, dan Turkmenistan USD907,33 juta.

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) sebelumnya mencatat utang luar negeri Indonesia pada akhir Mei 2020 sebesar USD404,7 miliar. Nilai itu setara Rp5.922 triliun (kurs Rp14.633 per dolar AS).

Nilai utang itu meningkat dibandingkan posisi April 2020 lalu yang sebesar USD400,2 miliar. Utang tersebut terdiri dari sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar USD194,9 miliar dan sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar USD209,9 miliar.

Tahun 2022

Berdasarkan data terakhir Bank Indonesia, posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir Juli 2022 adalah sebesar USD400,4 miliar atau Rp6.086 triliun. Angka ini turun dibandingkan dengan posisi ULN pada bulan sebelumnya sebesar USD403,6 miliar (Rp6.131,6 triliun).

Sementara itu Arab Saudi telah membukukan surplus anggaran SR77,9 miliar (USD20,8 miliar) selama kuartal kedua 2022. Hal ini dilaporkan oleh Kementerian Keuangan Arab Saudi.

Dikutip dari Arabnews, selama periode itu, total pendapatan negara berjumlah lebih dari SR370,4 miliar, naik 49% secara YoY, sementara pengeluaran mencapai SR292,5 miliar. Ini merupakan peningkatan 16% dibandingkan periode yang sama.

Pendapatan minyak naik 89% tahun-ke-tahun, mencapai SR250,4 miliar, sementara pendapatan non-minyak sedikit naik 3% secara Year to Year, sebesar SR120 miliar.

(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2161 seconds (0.1#10.140)